"Ini serius?" Azyan berbalik pada Dennis dan mencoba bertanya meyakinkan penglihatannya. Matanya masih jernih, ia belum rabun, Azyan belum butuh kacamata, rambutnya belum putih hingga ia belum pikun dan juga, ia sedang tidak bermimpi.
Siang ini, Dennis mengajaknya ke sebuah rumah makan di pinggir laut. Azyan mengira, mereka hanya makan seafood seperti orang pergi, ke rumah makan dan memesan sesukanya. Tapi Dennis mempunyai kejutan lain. Laki-laki itu, memberinya banyak kerang di hadapannya. Azyan juga mengira mereka akan berburu kerang hari ini. Tapi, Azyan selalu salah dari dugaannya. Laki-laki itu sengaja memberinya, banyak kerang yang di dalamnya terdapat banyak mutiara berbagai warna. Makanya, Azyan tak percaya dengan penglihatannya.
Azyan awalnya meringis, ini disebut romantis atau menjijikan?
"Saya sengaja memberi kamu ini, biar kamu tahu bahwa kamu berharga seperti mutiara. Langka tapi sangat berharga dan begitu can
"Manusia bisa punya rencana, tapi Tuhan yang menentukan."Kata-kata bullshit yang bikin Azyan muak. Semua orang akan sok bijak pada waktunya, dan ia tak ingin mendengar kata-kata laknat itu. Dua tahun, ia dan Dennis jungkir-balik program kehamilan dan sampai saat belum ada kabar bahagia tersebut.Setiap bulan, Azyan harus bolak-balik kamar mandi memegang testpack dan hasilnya tetap garis satu. Kadang gadis itu menangis diam-diam, tapi tak pernah tunjukan di depan suami, karena tak ingin menunjukan di depan suami kelemahannya yang membuat Dennis semakin banyak pikiran san beban. Iya tahu, Dennis juga stress dengan semua ini. Bagaimana semua cara mereka lakukan agar menambah anggota keluarga tapi tetap Tuhan belum mengizinkan atau memang Tuhan cukupkan.Danish sudah memasuki Pra Sekolah. Saat mengurus Danish, membuat perhatian Azyan sedikit teralihkan dengan anaknya. Terkadang ia berpikir, mungkin Tuhan menginginkan agar ia
"Udah ada anak secomel ini, dan masih nggak mau cari pasangan, memang keterlaluan!" sindir Ilana. Gadis cantik dan seksi itu berang. Sang kakak, tak pernah memikirkan sedikitpun pasangan. Padahal, ia ingin secepatnya menikah, sebelum berusia 25 tahun. Tapi, ada larangan dari nenek, kalau Ilana tak boleh melangkahi abangnya."Zyan, jangan buat anak itu nangis. Saya nggak suka suara renggekan anak kecil." perintah Dennis. Saat ini, ia berada di rumah, dan ingin menikmati kedamaian, bukan suara renggekan bayi.Azyan kewalahan, gadis itu tak pernah hamil, apalagi punya anak dan mendadak mengasuh seorang bayi yang masih merah.Azyan berteman dengan Ilene—adik Dennis. Mereka sekelas, dan sejurusan. Kebetulan, gadis itu mengidap penyakit langka, akhirnya ia menerima tawaran Bunda Ilene, agar mengasuh bayi, daripada air susunya mubazir.Sepagian begini, Danish sudah rewel, tak ada pengelaman, membuat Azyan tak bisa be
Dennis melirik Azyan yang duduk di sampingnya. Pagi ini, keduanya melaksanakan tugas masing-masing. Dennis yang kerja di kantor—lelaki itu menempati posisi sebagai ilustrator. Ya, hobby menggambar dari kecil, membuat Dennis terus mengembangkan imajinasinya. Dennis tak lagi menekuni dunia berenang, ketika ia menang olimpiade cabang berenang di tingkat SMA.walau hidupnya terlalu serius, tapi Dennis adalah anak yang patut dibanggakan. Ia selalu berprestasi di bidang renang, dan menggambar.Dennis melirik ke arah Azyan yang mengendong Danish. Bayi itu begitu enteng, sedang tertidur, dengan gaya khas bayi yang begitu mengemaskan.Hari ini, Azyan memakai dress berwarna pink soft. Warna pink, sudah menjadi pemadangan yang biasa bagi Dennis, karena sang bunda juga tergila-gila dengan warna pink. Sebenarnya, ada apa para wanita dan warna pink?"Jam berapa pulang?" tanya Dennis tanpa menoleh pada pengasuhnya Danish.
Suasana canggung lagi-lagi tercipta. Setelah, makan malam yang gagal, akhirnya Dennis dan Azyan pulang, karena Baby Danish terus menangis.Sekarang sudah pukul 10 malam, memang bukan waktu yang bagus, karena bayi yang masih merah, tak boleh kena angin malam.Azyan mengendong Baby Danish yang mendadak menangis, padahal bayi merah itu sempat tertidur saat dalam mobil. Dan sekarang, ketika menginjak udara rumah, auranya menjadi ribut. Dennis membuka pintu rumah berwarna putih gading tersebut, dan mempersilahkan Azyan masuk terlebih dahulu.Azyan sempat duduk di sofa, sambil menimang Danish yang terus menangis. Bahkan, sudah diberi ASI, bayi itu terus menangis."Udah ya baby. Neny sedih, kalau baby nangis terus." bisik Azyan lembut. Ia tak tega, melihat bayi merah itu terus menangis. Ia berharap Danish bisa berbicara, agar ia tahu, apa yang bayi itu keluhkan.Sudah diberi ASI berkali-kali, Danish tetap menolak. Bayi itu terus m
"Selamat pagi." Azyan mendengar suara bariton yang mengantar tidurnya. Gadis itu tersadar, ia baru tertidur selama 45 menit. Ia tak bisa tidur karena perlakuan Dennis yang tiba-tiba, dan sekarang ia harus bangun lagi.Sebenarnya, Azyan masih mengantuk, tapi ia sadar diri. Akhirnya dengan senyuman ia terbangun. Keduanya saling menyapa dengan senyuman pagi."Dia nggak sadar-sadar." Dennis melihat ke arah Baby Danish, dan tersenyum. Azyan hanya tersenyum, ia juga heran, Baby Danish begitu nyenyak. Biasanya bayi merah itu terbangun 2-4 kali karena pampers penuh atau ingin makan. Tapi, tidak sama sekali. Sepertinya, ia kelelahan karena menangis.Dennis bangun dari ranjang. Dan menggaruk rambutnya sambil menguap, semua hal itu tak pernah lepas dari pandangan Azyan."Saya mau buat sarapan. Kalau ngantuk tidur aja." Dennis pun keluar. Meninggalkan Azyan yang memerah. Hey, ia hanya seorang pengasuh tapi kenapa ia bersi
"Bang, makan." Dennis mengepalkan tangannya. Ia masih ingat, mereka berasal dari kandungan yang sama. Berasal dari satu perut. Kalau saja, Darris bukan anak Ilona, Dennis akan menendang Darris ke sungai dekat rumahnya.Cowok itu tanpa malu, duduk di meja makan, dan membuka tudung saji, rupanya kosong. Ia sudah terbiasa, di rumahnya disajikan berbagai makanan berbagai macam oleh bundanya."Disini bukan warung makan.""Aelah bang. Tinggal pesan aja, yaudah aku suruh bini masak dulu ya.""Bella!" Suara Darris mengema di seluruh ruangan. Benar-benar gen raja hutan. Di manapun berada, pasti teriak-teriak seperti Tarzan."Saya usir kamu! Jangan teriak-teriak, disini ada bayi!" peringat Dennis. Darris hanya nyegir. Cowok tampan itu melihat abangnya dan tersenyum. Jarak usia yang lumayan jauh, membuat kedua cowok dalam keluarga raja hutan tak terlalu dekat. Darris lebih dekat dengan kembarannya.
"Kok, Bunda nggak pernah lihat, kamu bawa pasangan ya bang? Apa adopsi bayi juga kurang? Apa perlu, bunda cari cewek juga nih?" Dennis menghembuskan napas gusar. Minggu pagi yang cerah, rencana ingin menghabiskan waktu dengan bersantai, atau memanjakan diri, dengan pergi gym, atau berenang untuk meregangkan otot-ototnya. Malah, diundang sang raja hutan ke rumah, alhasil ia harus membiasakan telinganya mendengar kata-kata ini setiap saat.Dennis sedang duduk di teras samping rumahnya, dengan sang Papah yang juga duduk di depannya. Dan sang bunda yang masih segar dan cantik, sedang memakai masker sepagi buta ini, tapi sudah sibuk masalah jodoh."Udahlah bun. Yang penting Dennis udah ada tanggung jawab sekarang." jawab Darren menenangkan istrinya. Ia tahu, wanita yang telah ia kenal puluhan tahun ini sangat ambisius orangnya."Oh tidak bisa! Bunda mau gendong cucu sekarang, bunda mau punya banyak cucu." Dennis hanya diam, dan me
Terdiam. Berdiri kaku.Dennis melakulan hal ini dalam waktu yang ia sendiri tidak memastikan, ia hanya berdiri di kuburan. Ya, kuburan seseorang yang takkan pernah ia lupakan hingga sekarang, bayangan dan penyesalan terus menghantuinya.Laki-laki minim ekspresi itu hanya berdiri disana, sambil membaca berulang-ulang nama yang tertulis dan batu nisan tersebut, dan berharap ketika hitungan ke 100, nama itu bisa berubah. Nyatanya, sudah 342 kali Dennis membaca nama itu, tetap sama. Nama seseorang yang sangat membekas hingga sekarang. Teman masa kecil, yang membuat Dennis terus belajar agar menunjukan pada 'sosok' tersebut, ia layak diperhatikan. Tapi, saat gadis itu meinggalkan dunia fana itu, apa yang ia rasakan hanya tertahan dan tiggal di angan.Bahkan, sudah berdiri lama, lelaki itu tak pernah dapat melupakan bayang-bayang dan penyesalan. Dennis berjongkok, dan hanya mengelus-elus kuburan, ia tak bisa berbicara sekata-pata,