setelah percakapan dengan Fathia aku langsung meluncur pulang ke rumah mertuaku. di sana kami memilih tinggal untuk sementara karena apartemen Mila sudah dikontrakkan pada orang lain. uang itu kami gunakan untuk bertahan hidup selama aku belum menemukan pekerjaan yang pantas. malu rasanya bekerja sebagai cleaning service Setelah begitu tingginya jabatan dan terhormatnya aku. "kau dari mana?" ayah mertua ternyata duduk di ruang tamu dan menungguku pulang. "Aku dari tempat kerja?""Apa yang kau hasilkan dari pekerjaan seperti itu kenapa tidak jadi pengusaha saja?""aku emang belum menghasilkan apa-apa Om Tapi aku berusaha, tentang jadi pengusaha aku tidak masalah tapi kita butuh modal.""akan kucarikan pinjaman untukmu tapi mulailah pikirkan Apa usaha yang harus kau buat?""Aku tidak ingin modal pinjaman Om, itu akan sangat membebani kami.""melihatmu bekerja serabutan seperti ini pun aku terbebani olehmu. kau juga harus segera mengumpulkan biaya untuk menikahi Mila secara sah dan mel
terbangun diri ini dalam keadaan yang begitu lapar karena sejak semalam aku tidak makan apapun, istriku enggan melayani karena segan pada orang tuanya, dia malu ke dapur untuk menyendokkan secentong nasi untukku, sementara kelaparan itu melilit dan menyiksa, membuatku tak bisa tidur. "selamat pagi tante," sapaku pada wanita yang sedang sarapan di meja makan, dia bersama suaminya. "hmm," jawabnya dengan dingin. kebencian dan ketidaksenangan mereka terhadapku terlihat dengan jelas. bahkan saat Aku menyapa dengan ramah dan mencoba menyunggingkan senyum tulus mereka hanya saling melirik dan berdehem. Aku ingin minum kopi tapi aku terlalu malu untuk menuangkannya dari teko, ditambah mertua hanya diam saja sementara aku belum 2 minggu tinggal di tempat itu. rasanya canggung dan gugup sekali, duduk di meja makan dengan orang yang tidak menyukaiku, rasanya segan untuk sekedar minum air apalagi mau makan. "dengar Kevin, selama satu rumah dengan kami, kau pun harus menanggung uang
belakangan hidupku makin kacau, pekerjaan yang kudapatkan dengan penuh perjuangan hilang begitu saja setelah berulang kali aku datang terlambat. bos menganggapku tidak disiplin dan mengabaikan tugasku Padahal aku memiliki banyak sekali kendala terlebih setelah beristrikan Mila. dia selalu minta diprioritaskan, diantar ke mana-mana tanpa peduli bahwa aku harus bekerja tepat waktu dan ujungnya harus seperti ini. dipecat. kejadian kemarin saat ban motorku pecah dan aku sama sekali tak memiliki uang, itu membuatku terlambat datang kerja, untung fatiah membantuku dengan sedikit uang sehingga aku bisa memperbaiki motor dan berangkat kerja. "Anda saya pecat!" itu ucapan bos yang seperti petir dan terdengar menyambar sekali, aku baru ingin mencari cara agar ibu mertua bisa kuberikan uang tapi aku malah dipecat. "tapi, pak, Saya benar-benar tidak sengaja.""kamu belum 2 bulan kerja di sini tapi keterlambatanmu hampir setiap hari, sulit sekali membuatmu disiplin padahal aturan kerja sudah t
"Assalamualaikum." lelaki tampan dengan tubuh sedikit lebih berisi dariku mengucapkan salam di gerbang rumah anak anakku, rumah kecil subsidi yang kucicil untuk fatiah dengan penuh perjuangan, rumah yang didekorasinya dengan bagus dan dirawatnya sepenuh hati. aku yang telah memilih untuk pergi dari tempat itu tapi sekarang aku berdiri di sini dan merindukan suasananya. "waalaikumsalam, Masya Allah mas Fadli...." lfatia nampak berbinar dan menyambut lelaki itu. mereka berjabat tangan dan Mas Fadli. menatapnya cukup lama. "apa kabar Fat?""baik, Mas, ayo masuk.""Apa kau sibuk dengan pesanan cucianmu?""iya, tapi itu tugas mesin untuk memutarnya hahahah." Fatia tampak sangat cantik di balik jilbab pink dan senyum lebarnya, Dia terlihat begitu ceria tanpa beban. berbeda dari saat aku bersamanya wanita itu selalu menangis dan murung. "mari kita masuk," ajaknya pada kakak sepupuku yang telah menduda lebih dari 5 tahun terakhir. kedua orang itu masuk ke dalam, sementara aku mulai gel
"ehem, permisi!"aku yang sudah tidak tahan lagi dipersembunyianku. tak tahan hanya mendengar omong kosong itu dari balik dinding ruang tamu langsung berdiri diam pintu teras dan menatap fatiah dengan tajam. wanita itu beralih pandang kepadaku dan mengernyit melihat kedatanganku. Aku terus menetapnya dan Dia seolah heran dengan sikapku, aku sendiri baru sadar bahwa apa yang kulakukan tidak pantas karena Fathia hanya mantan istriku. aku tidak berhak atas kehidupannya, mengendalikan atau mengekangnya. sungguh tak pantas. "ada apa kamu di sini?" Tanya fat, sikapnya yang ramah kepada Mas Fadli sangat jomplang pada sikapnya padaku, dia memasang muka masam dan tatapan mata yang penuh kebencian. "lho Kevin, apa kabar Kevin?""baik, Mas. btw, Mas ngapain di rumahnya Fathia?""kebetulan hotelku dekat jadi aku mampir untuk mengunjungi Fathia dan membawakan kue untuk anak-anak," jawab Mas Fadli dengan senyum lebar, ketulusan dan sikapnya yang jujur itu membuatku segan tapi tetap saja aku har
hidupku masih morat marit seperti awal, masih mencari pekerjaan harian dan sibuk memikirkan permintaan ibu mertua yang mewajibkanku untuk menanggung keperluan dapur dan uang belanja Mila sementara aku telah jujur padanya kalau sampai saat ini belum menemukan pekerjaan yang layak. aku hampir tak tahu lagi harus pergi ke mana, bekerja di bengkel, toko, kedai makanan pun sudah kulakukan. meski harus merendahkan harga diriku aku rela menahannya demi tanggung jawabku sebagai suami yang baik untuk Mila. tapi, yang namanya bekerja seperti itu orang-orang tidaklah semuanya ramah padaku, bahkan untuk pekerjaan yang bukan skill aku sering dimarahi dan dituntut untuk bisa secepatnya. kadang aku dipermalukan dan dihina di depan orang-orang, terlebih saat itu aku bekerja sebagai pelayan di sebuah kantor, Aku diminta untuk membersihkan dan menyapu di kaki orang lain, sungguh itu sangat menyakitkan hatiku. aku yang dulunya sangat dihargai sebagai pegawai negeri dan berpangkat, kini harus mengumpu
"ibu harap kau menerima kenyataan itu," ucap ibu sambil menepuk bahuku. tiba-tiba kemarahanku memuncak aku meletakkan sendok dengan kasar dan langsung berdiri. "Kenapa Ibu malah ikut-ikutan merancang pernikahan Fatia, apa Ibu tidak menimbang perasaanku!" wanita itu melongok mendengar protesku, dia menatap diri ini tanpa berkedip lalu kemudian tertawa, tertawa seolah ia sedang mendengar lelucon dariku. "menimbang perasaan apa? bukankah kau sendiri yang meninggalkan wanita itu dan memilih Mila? jadi ketika dia ingin menikah dan menerima pria lain dalam hidupnya. Apa itu salah?!" "tapi, Bu...kau ibuku!" "Aku tahu aku ibumu tapi wanita itu adalah ibu dari cucuku, penting untuk memperhatikan masalah hati hidupnya sebab anak-anak ikut dengannya. siapapun yang menikah dengan Fathia harus kuketahui asal usulnya karena mereka akan berhubungan dengan kedua anakmu." "kenapa harus mas Fadli sepupuku!" aku meradang dan nyaris berteriak Andai tidak ingat kalau itu adalah ibu kandungku.
"Kulihat kau terus murung dalam beberapa hari terakhir, ada apa?" Tanya wanita itu saat menghampiriku. Dia membawakan secangkir kopi Dan menyapa diri ini yang masih duduk menyendiri di balkon."Aku sedang berpikir bagaimana cara menghasilkan uang yang banyak agen kita bisa segera melangsungkan resepsi pernikahan dan segala sesuatu berjalan sesuai ekspektasi orang tuamu. aku tahu mereka mengidamkan menantu yang mapan dan bisa mencukupi segala kebutuhan keluarga tapi sayang sampai saat ini aku belum memenuhi kriteria itu," balasku pelan.wanita itu tertawa sambil menggenggam tanganku, dia menggeleng pelan lalu berkata. "Jangan pikirkan ucapan mereka, kau hidup denganku bukan dengan ayah dan ibuku.""Andai kau tidak perlu menggadaikan apartemen untuk biaya pernikahan Mungkin kita bisa tinggal di sana untuk sementara waktu, agar aku tidak merasa malu atau risih!""Mengapa kau harus risih pada orang tuaku sendiri, apa kau tidak menyukai mereka?"'bukan begitu? aku hanya kecewa pada diri