Aku tadinya berniat untuk pulang bersama dengan Kale, rindu juga karena sudah lama tidak naik bus bersama dengannya.
Tapi baru saja aku hendak menyatakan niatku itu pada Kale, sebuah pesan masuk ke dalam ponselku. Pesan dari Fattah yang mengabarkan bahwa dirinya sudah menunggu aku di depan kantor.Mirisnya, aku malah merasa sedih dengan hal itu. Padahal saat hubungan kami baik-baik saja, dia tidak memiliki waktu untuk bertemu denganku. Janji pun harus dia batalkan berulang kali karena terlalu sibuk. Tapi sekarang saat ada retak kecil di hubungan kami, dia dengan mudahnya datang di saat aku tidak mengharapkan nya."Mbak? Bengong aja! Mau pulang enggak?"Aku tersentak, menoleh pada Kale yang sudah bersiap keluar. Baru aku sadari bahwa aku menghalangi jalan keluar Kale sehingga dengan segera aku menyingkir."Pulang lah! Masa iya nginep disini," balas ku.Aku berbalik badan dan mengambil tas milikku."Mau naik apa?"<"Loh, Kak? Tumben disini?"Aku sedikit terkejut saat mendapati Kakak perempuan ku sekaligus kakak ku satu-satunya sedang duduk santai di ruang tengah sambil memeluk satu toples keripik singkong.Padahal ini bukan malam minggu, tapi Kakakku malah sudah ada di sini."A Raffan lagi dinas ke luar kota, makanya aku enggak mau di rumah sendirian," balasnya tanpa menatap ke arah ku.Aku mengangguk. Semula aku ingin langsung masuk ke dalam kamar, mandi dan langsung berlenyeh-lenyeh di tempat tidur. Tapi karena ada kakak ku yang cantik dan baik, maka aku putuskan untuk duduk sebentar bersama dengannya.Namanya Aleya, dia adalah kakak sekaligus teman baikku. Aku memang memiliki dua sahabat semasa sekolah yang belakangan jarang bertemu karena mereka sibuk dengan keseharian masing-masing, namun walaupun aku memiliki dua sahabat baik, aku tetap lebih sering menceritakan masalah ku pada kakak ku ini."Mama Papa mana?" tanyaku. Tanganku masuk k
Ternyata benar bahwa jalan-jalan sendirian lebih enak daripada bersama dengan orang lain.Padahal tadinya aku berpikir bahwa akan sangat canggung berjalan sendirian di tengah orang-orang yang jalan bersama dengan pasangan atau keluarga mereka. Ternyata tidak seburuk itu. Hal yang penting untuk jalan-jalan adalah kita harus membawa uang banyak agar percaya diri memasuki setiap toko yang ada disini. HahaBuktinya, hanya dalam waktu setengah jam aku sudah berhasil membawa dua kantung yang berisi tas dan juga sepatu. Baju yang menjadi tujuan utama ku datang kesini belum berhasil aku dapatkan."Wah diskon!"Aku berbinar senang melihat sebuah toko yang menampilkan logo diskon. Tanpa pikir panjang aku langsung masuk dan melihat baju-baju yang ada di sana. Tentu saja toko ini ramai dikunjungi karena sedang diskon, hal itu menyebabkan aku kesulitan untuk melihat-lihat dengan leluasa. Terlebih toko ini bukan hanya menyediakan baju perempuan tapi j
"Kenapa kamu ada di sini sama Kale? Kalian memang keluar bareng?"Aku sama sekali tidak menyangka jika di waktu yang dia minta untuk berbicara berdua, dirinya malah mempertanyakan masalah itu, bukan menjelaskan lebih dulu mengapa dia dan Imelda masih ada di mall berdua saat teman satu tim mereka sudah lebih dulu pulang?"Memangnya itu yang penting sekarang? Apa Mas merasa bahwa sekarang waktu yang tepat buat mempertanyakan itu?"Sebisa mungkin aku menahan intonasi suaraku dengan menyadarkan diriku sendiri bahwa kami masih di tempat umum.Di depan ku, dia menghela napas sambil mengusap wajahnya. Ekspresi yang terlihat lelah dan frustasi, jujur saja membuatku merasa iba. Hanya saja karena dia menunjukkan nya di saat seperti ini, aku malah jadi kesal."Aku sama Imelda satu arah pulang, sama kayak kamu dan Kale. Makanya karena selama ini kami sering pulang bareng setiap kali lembur, secara enggak langsung teman-teman yang lain jadi langsung n
Di hari senin pagi yang ceria dan cerah, aku diantar oleh Fattah yang entah kenapa kembali seperti dulu setelah masalah yang sempat terjadi pada kami. Aku tahu bahwa dia masih sibuk, bahkan katanya akhir dari proyek itu harus membuat dia pergi ke luar kota selama satu minggu mulai Lusa. Tapi seperti janjinya kemarin, Fattah berusaha untuk tidak membuat aku kecewa. Dia bahkan menjanjikan juga makan malam yang sempat batal itu, nanti setelah dia pulang dinas dari luar kota.Tentu saja aku merasa senang. Karena bagaimana pun ini lah yang aku harapkan dari hubunganku dengan Fattah. Kami menjalin hubungan bukan untuk main-main, cincin yang melingkar di jadi manis ku adalah saksi bahwa Fattah ingin membawaku ke hubungan yang lebih dari sekarang. Ke pernikahan yang mulai kami rencanakan kembali."Aku enggak tahu pas pulang nanti bisa jemput kamu atau engga. Tapi aku akan usahakan buat bisa jemput kamu. Kalaupun enggak bisa, aku akan kabari satu jam sebelumnya b
Ternyata bukan hanya aku yang merasa aneh setelah menjaga jarak dari Kale, tapi orang-orang di dalam ruangan kami, bahkan Lalisa pun merasakan juga.Wanita yang cintanya pernah ditolak oleh Kale itu berulang kali bertanya dan memastikan apakah aku dan Kale bertengkar atau tidak saat di jam makan siang, aku tidak bersama dengan Kale dan malah buru-buru mengajaknya ke kantin kantor.Walaupun aku sudah memastikan bahwa kami baik-baik saja, tapi Lalisa masih tidak percaya. Karena biasanya aku dengan Kale seperti sudah satu paket, seperti kakak beradik akur yang selalu kemana-mana bersama."Lo beneran lagi marahan ya? Kenapa memangnya? Kale maksa lo naik bus? Atau dia enggak kasih respon yang cukup baik pas lo curhat?"Aku tertawa mendengar pertanyaan Lalisa. Dia bahkan hapal hal-hal apa saja yang selalu membuat aku kesal terhadap Kale."Enggak. Gue beneran enggak berantem atau marahan sama dia.""Ya terus kenapa? Kenapa lo menghindar
"Neng!"Rasanya aku senang sekali saat baru keluar dari pintu lobi dan sudah menemukan Fattah tengah menungguku.Hari ini adalah hari terakhir sebelum dia pergi untuk pekerjaan dinas, maka kami sudah sepakat untuk makan malam bersama sebagai tanda perpisahan dan aku sudah sangat menegaskan padanya bahwa aku tidak ingin rencana kali ini gagal atau berubah seperti sebelumnya. Untunglah Fattah menepati janjinya dengan baik kali ini."Dari tadi ya?" tanyaku. Aku tidak bisa menghilangkan senyum di wajahku. senang sekali akhirnya setelah sekian lama kami bisa makan malam bersama dan agenda lainnya adalah untuk membahas rencana pernikahan kami, tentang kunjungan orang tuanya kembali ke kediaman keluarga ku."Baru kok. Tadi aku keluar dari kantor jam setengah lima, untungnya enggak macet," balasnya.Kepala ku mengangguk. Lalu dengan manis dia membukakan pintu mobil agar aku bisa langsung masuk ke dalamnya. Perlakuan kecil yang tidak per
Akibat kerusuhan yang terjadi di rumah, aku jadi tidak bisa tidur hingga subuh. Bukan karena sedih atau kasihan melihat kakakku. Aku justru memikirkan nasibku sendiri.Raffan adalah pribadi yang baik dan juga sabar selama aku mengenalnya sebagai pacar dari Aleya. Tidak terlihat bahwa matanya akan terarah pada wanita lain selama dia menjalin hubungan dengan kakakku. Tapi mendengar masalah yang terjadi kemarin pada mereka, entah kenapa aku merasa sedikit khawatir.Bagaimana pun, Fattah agak sedikit mirip dengan Raffan. Bagaimana jika Fattah akan melakukan kesalahan yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Raffan? Bagaimana jika setelah menikah, dia lalu tertarik pada wanita lain dan diam-diam menjalin hubungan dengannya di belakang ku?Memikirkan itu semalaman membuat aku tidak bisa tidur dan tidak bisa berhenti khawatir. Ternyata benar kata orang, bahwa menjelang pernikahan akan banyak kekhawatiran yang dirasakan oleh calon mempelai."Len, gue lagi
Jika ditanya apakah aku shock dengan sikap Kale? Tentu saja aku sangat shock, bahkan perasaan itu bertahan sampai sekarang, saat aku sudah duduk berhadapan dengan Lalisa di kantin kantor untuk makan siang.Setelah kejadian dimana aku dan Kale ribut di ruangan, kemudian Kale yang meninggalkan aku keluar lalu kembali sekitar sepuluh menit kemudian, keadaan ruangan menjadi sangat hening. seakan semua orang di sana merasa sungkan bahkan hanya untuk menarik napas dan menghembuskan nya lagi.Aku pun demikian, sepanjang waktu yang aku lakukan hanya memandangi Kale secara diam-diam, menyadari bahwa anak itu benar-benar marah. Untuk pertama kalinya selama aku mengenal dia, aku melihatnya marah seperti itu. dan untuk pertama kalinya pula aku tahu bahwa Kale sangat menganggap penting aku dibandingkan dengan orang lain dalam ruangan ini.Dan hal itu membuat aku menjadi merasa bersalah setelah perasaan emosi sesaat ku berhasil menghilang."Tadi gue kaget. Gue