Acara outbound berlangsung hanya sampai siang hari. Setelah itu kami makan siang bersama dan langsung bergegas pulang.
Itu lah kenapa di sore hari aku sudah sampai lagi di pelataran kantorku. Melihat waktu yang masih jam empat sore, aku akhirnya memutuskan untuk tidak langsung pulang dan berniat mengunjungi Fattah. Aku merasa bersalah karena sudah bersenang-senang di saat dia sedang sakit di rumah."Pulang naik apa?" tanya Lalisa.Temanku itu sedang memenangi ponselnya, sama seperti aku."Naik ojek, tapi gue enggak langsung pulang. Mau ke rumah Fattah dulu buat jengukin dia. Dia kan sakit," balasku.Ketika aku melirik ke sisi lain, Kale juga sudah bersiap untuk pulang.Dia pasti senang karena jam segini bus masih ada ke arah rumahnya. sehingga dia tidak perlu kebingungan untuk pulang atau meminta si kembar untuk menjemput."Kal, mau langsung pulang?" tanyaku basa-basi.Anak itu mengangguk sambil tangannya membAku berlari dengan terburu-buru. Tidak ada jalan lain selain menggunakan kekuatan kakiku untuk bisa sampai di tempat aku membuat janji dengan Fattah.Hari ini adalah hari Selasa, secara tiba-tiba Ibu dari Fattah mengabari jika dia sudah membuat janji dengan pemilik butik yang gaunnya akan aku pakai di pesta pernikahan ku dengan Fattah. dai beliau meminta aku dan Fattah untuk datang ke butiknya di jam makan siang kami.Tentu saja aku kalang kabut, karena kabar itu aku terima di jam 11.33, dia saat jam makan siang akan segera tiba. Akhirnya karena tidak memiliki banyak waktu untuk memesan ojek online yang sepertinya akan lama sampai karena jalanan yang ramai di jam makan siang, aku mengambil keputusan nekat untuk berlari ke arah butik. Entah apakah ini bisa dibilang sebagai keberuntungan karena butik itu terletak di ujung blok dari kantorku.Seperti orang gila, aku bahkan mengenakan sandal selop yang biasanya selalu aku gunakan di dalam kantor saja. Aku be
"Iya, sebentar lagi aku berangkat. Kamu sudah sampai?"Dengan mengenakan sepatu tanpa hak, aku berlari keluar dari kamar.Pagi ini aku memiliki janji bertemu dengan Fattah di salah satu restoran di dekat kantorku. Tujuannya adalah hanya untuk menyerahkan contoh undangan yang dikirimkan WO kami pada Fattah. Fattah bilang dia tidak mengerti sehingga menyerahkan hal ini pada aku dan keluargaku. begitu juga dengan Ibu yang membebaskan aku untuk memilihnya.Tapi karena semalam aku mengalami flu, aku nyaris tidak bisa tidur sampai pagi sehingga akhirnya aku kesiangan. Jam tujuh aku baru bangun dan terburu-buru bersiap untuk berangkat ke kantor."Loh, enggak sarapan?" tanya Mama saat aku malah melewati meja makan begitu saja."Telat, Ma. Aku janjian sama Mas Fattah di dekat kantor, jadi harus buru-buru berangkat karena Mas Fattah juga ada meeting penting sama koleganya," kataku.Aku memeriksa barang bawaan ku di tas, memastikan bahwa
Anehnya, sore itu aku tiba-tiba ingin berjalan-jalan. Padahal pekerjaan di kantor seharian begitu padat hingga aku sudah membayangkan diriku yang berbaring di kasur saat pulang kerja. Tapi ketika waktu pulang kerja tiba, aku terpikir untuk berkeliling mall bersama dengan Lalisa. Dan kebetulan sekali karena Lalisa langsung mau begitu aku ajak.Kami menggunakan taksi online untuk sampai di salah satu mall besar yang tidak jauh dari kantor. Jaraknya hanya lima belas menit.Aku dan Lalisa sama sekali tidak terpikir untuk membeli sesuatu. Tujuan kami sama, kami hanya ingin berkeliling untuk menghilangkan penat. Semenjak sampai, aku menggandeng lengan Lalisa sambil berjalan. Lalisa tidak keberatan, dia malah balas memegangi lenganku.Mungkin orang lain yang melihatnya akan menganggap bahwa kami berlebihan, tapi entah kenapa aku ingin melakukannya."Laper enggak sih, Len?" tanya Lalisa.Aku tidak langsung menjawab, lebih dulu mencari t
Setelah dari mall, aku langsung pulang dengan menggunakan taksi online. Karena rumah Lalisa lebih dulu daripada rumahku, maka aku yang menjadi terakhir untuk sampai di rumah.Dalam mobil hanya berdua dengan supir, aku sempat berpikir yang tidak-tidak. Aku takut supir itu melakukan sesuatu yang jahat padaku, lalu kemudian aku menyadari bahwa aku sudah terpedaya keyakinan konyol milik Kale.Aku sampai tertawa saat memikirkan soal itu."Kamu kok baru pulang? Memangnya ada lembur?"Sedikit terkejut, aku tidak menyangka jika Mama dan Papa akan duduk di ruang tamu."Ngapain disini?" tanyaku.Aku memperhatikan meja yang terdapat beberapa gelas yang belum sempat dibersihkan. Sepertinya mereka baru saja menerima tamu."Tadi ada bawahan Papa yang datang. Baru aja pulang," kata Mama. Ia berdiri dan kemudian mulai membereskan gelas-gelas yang kotor.Tidak enak melihat Mama hanya bekerja sendirian, aku membantunya untuk memb
Ternyata obat nyeri kali ini tidak berhasil membuat diriku menjadi baik-baik saja. Hampir seharian aku menahan sakit di meja kerjaku. Sebisa mungkin aku mengerjakan tugasku walaupun sebagian besarnya dikerjakan oleh Lalisa.Untunglah ada dia yang kau membantu ku yang sakit ini. Lalisa mau-mau saja aku repotkan. Tadi dia bahkan sampai turun ke lantai bawah untuk mencari jamu pereda nyeri haid karena di klinik kantor ternyata tidak ada obat semacam itu. Dan setelahnya, melihat aku yang kesakitan dia dengan sukarela menawarkan bantuan untuk mengerjakan setengah dari tugasku yang belum selesai."Masih sakit ya? Gue anter ke klinik aja deh."Lalisa tampak cemas. Dia langsung bangkit dari duduknya dan memegangi lenganku."Fahri, nanti kalau Mas Adit balik lagi, bilangin kalau gue nemenin Alen di klinik ya."Pria yang duduk agak jauh dari kami itu, langsung mengacungkan jempol.Aku sudah tidak memiliki pilihan lain selain ikut ke klinik
Kemarin saat aku pulang dengan diantar oleh Fattah, itu menjadi kali terakhir aku bisa menghubungi calon suami ku itu. Karena setelah beberapa hari kemudian, aku tidak bisa bertemu dengannya.Ini seperti dejavu. Sama seperti saat Fattah ada dinas ke luar kota dimana dia menghilang selama dua hari tanpa kabar. Yang aneh adalah, jika saat itu aku merasa panik bahkan sampai mendatangi rumah Fattah, kali ini aku merasa tidak perlu melakukan hal itu. Entah apa yang terjadi padaku, tapi aku berpikir jika dia memang merindukan aku, pasti dia akan datang padaku tanpa aku mencarinya."Persiapan pernikahan lo, udah sampai mana?"Aku yang tengah asik menikmati es boba ku, mengangkat pandangan pada Nindi dan juga Rosa yang menunggu jawaban ku.Hari Sabtu yang cerah ini, aku putuskan untuk menikmati waktu bersama dengan dua sahabatku semasa sekolah. Kebetulan Nindi memiliki waktu luang karena anaknya dibawa ke rumah Ibu mertuanya. Maklum cu
Pagi hari, seperti biasa aku berangkat bekerja menggunakan ojek online karena menurutku tidak ada yang bisa lebih cepat daripada ini.Aku yang biasanya tiba di kantor jam delapan kurang sepuluh menit, kini sudah tiba di kantor pukul setengah delapan. Tentu saja ini pencapaian yang luar biasa, karena aku biasanya tidak akan mau berangkat sepagi ini.Tapi ada perekrutan pegawai yang dilakukan untuk mengisi kekosongan tim pemasaran sehingga sebelum jam interview tiba, aku perlu mempelajari profil para pelamar untuk menentukan pertanyaan tambahan yang akan aku ajukan pada mereka.Sebelum itu, aku lebih dulu menghubungi Kale yang belum datang demi menitipkan amunisi untuk semangatku pagi ini."Kal, sebelum naik, tolong beliin kopi di kedai kopi yang biasa ya," pintaku padanya.Meskipun anak itu menggerutu dan berkata tidak akan membelikan pesanan ku, tapi aku sangat yakin jika nantinya dia akan datang dengan membawakan pesanan ku itu.
"Kayaknya hubungan lo sama Lili emang enggak baik ya? Kenapa sih, Len?"Aku yang baru saja menyeruput es campur ku, langsung mendongak ke arah Mas Adit yang bertanya padaku. Aku sempat melirik pada Lalisa dan Kale, keduanya diam meskipun Lalisa sempat tersenyum miring ke arah ku."Ya enggak bisa dibilang begitu juga sih, Mas. Faktanya kami cuma saling enggak perduli aja. Istilah lainnya, kami enggak cocok.""Karena Kale?"Kening ku berkerut. Ucapan Mas Adit seakan-akan aku dan Lili berhubungan kurang baik karena berebut Kale. "Dia yang nyangka nya kalau saya ini ada hubungan sama Kale, makanya dia jadi sentimen sama saya."Mas Adit tertawa. "Ya wajar sih kalau kata gue. Gue aja pas belum tahu lo punya cowok, nyangka nya lo sama Kale emang punya hubungan. Habisnya Kale jinak nya cuma sama lo doang, Len."Aku mendapati Kale yang memutar bola matanya malas."Enggak begitu, Mas. Saya cuma menghargai orang yang lebi