"Len, ada kabar baik buat seminar kali ini."
Pagi-pagi ketika baru datang, Mas Adit langsung meminta ku untuk menghadap ke ruangan nya. Aku berpikir mungkin ini masih ada hubungannya dengan masalah kemarin saat aku bertengkar dengan Lili. Tapi ternyata tebakan ku salah."Kabar baik apa, Mas? Seminar nya dipindah ke Paris? Wah! Saya mau banget."Mas Adit langsung berdecak saat mendengar kelakar ku."Peserta seminar kan dijatah satu orang setiap divisi, tapi karena dari Pemasaran sama Keuangan enggak mengikutsertakan karyawannya, jadi dari tim kita yang diminta untuk mengisi kekosongan nya itu. Jadi kita butuh dua orang lagi dari Personalia. Dan berhubung lo adalah orang pertama yang dipilih sebagai perwakilan nya, maka dari itu gue ngasih wewenang buat lo, buat milih dua orang lainnya."Aku mengerjap. Sebenarnya ini bukan kabar yang sangat baik yang bisa membuat aku merasa senang, hanya saja dengan dipilihnya dua orang lain dari divisi PerAku bukan tipe wanita yang judes atau sejenisnya. Aku justru terkenal ramah dan juga pandai bersosialisasi. Hanya saja aku paling tidak senang dengan orang yang sok kenal, atau orang yang dari pandangan matanya seakan mengatakan bahwa dia tahu semuanya.Contohnya adalah seperti pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Adnan, sepupunya Lili. Sejak awal dia mengajakku bicara, senyuman yang dia tunjukkan membuatku merasa tidak nyaman. Terlebih setelah dia mengatakan bahwa dia tahu semua cerita tentang ku dan juga Lili, bahkan sampai meminta maaf mewakili sepupunya itu. Aku semakin merasa tidak senang dengan dirinya."Anda enggak perlu minta maaf karena bukan anda yang punya kesalahan. Dan entah apa yang anda tahu, tapi saya rasa tetap ada beberapa hal yang enggak anda tahu. Karena gimana pun juga, masalah ini hanya saya dan Lili yang tahu kebenaran seluruhnya."Walaupun mendengar ucapan ku yang seperti itu, senyumnya yang menyebalkan itu tidak luntur juga. Hal yang malah membuat aku me
Seperti vila kebanyakan, aku menemukan sebuah kursi kayu di belakang bangunan vila dalam pelarian ku. Di atas rumput yang basah karena hujan rintik yang sempat turun.Aku duduk di sana dengan ponsel yang tergenggam erat. Kata demi kata yang dikirimkan oleh Fattah kembali muncul di kepala ku. Tanganku lagi-lagi meremas pakaian di bagian dada, berharap tindakan bodoh itu akan bisa mengurangi rasa sakitnya. Namun itu sia-sia saja.Siapa yang tidak akan patah hati sepatah-patahnya saat mendengar pria yang beberapa hari yang lalu masih menjadi calon suami, kini justru akan menikahi wanita lain. Terlebih, kebaya itu..Aku menunduk dengan senyum pahit. Kebaya itu sudah membuat aku jatuh cinta saat pertama kali aku melihatnya. Aku langsung membayangkan diriku yang mengenakan kebaya itu di hari pernikahan. Pasti akan sangat cantik bukan?Tapi lagi-lagi bukan aku yang jadi pemeran utamanya.Dan walaupun aku sudah menduga bahkan aku sendiri sudah merasa bahwa seharusnya Fattah menikahi Imelda, b
"AH!"Aku tengah melamun saat kemudian aku terkejut mendengar suara Kale yang mengaduh. Aku reflek bangkit melihat Kale yang melepaskan jagung bakar yang dia pegang, berganti meniupi tangannya.Sepertinya dia terkena bara api tanpa sengaja sehingga jemarinya menjadi terbakar. Tanpa pikir panjang, aku langsung berjalan mendekat padanya, menarik tangannya yang terluka."Ayo, aku bantu obati!"Tidak perduli walaupun Kale kebingungan, aku langsung menariknya ke arah wastafel cuci tangan yang ada tidak jauh dari sana. Aku mengaliri tangannya yang memerah dengan air mengalir selama beberapa saat. Setelahnya aku meniup tangannya itu secara perlahan, berulang kali."Mbak, ini bukan luka besar kok. Saya tadi teriak karena saya kaget. Mbak bisa balik ke taman aja bareng yang lain, biar saya aja yang obatin sendiri."Aku menggeleng. Terus meniup tangannya."Enggak. Aku mau obatin tangan kamu dulu, baru setelah itu balik ke sana."
"Saya jago loh bakar jagung."Aku sama sekali tidak berniat untuk menjawab ucapannya itu. Lagipula siapa yang perduli kalau dia jago membakar jagung?"Wah! Saya enggak nyangka loh kalau Mas Adnan bisa bakar jagung? Kebetulan saya lapar dan enggak cukup cuma satu jagung aja. Boleh dong kalau Mas Adnan bakarin saya jagung? Pasti enak deh!"Aku langsung menoleh pada Kale yang menanggapi ucapan Adnan. Dengan senyum bodohnya, anak itu menyerahkan nampan jagung yang isinya masih banyak ke arah Adnan. "Yang lain juga kayaknya belum kenyang cuma makan satu jagung doang. Gimana kalau Mas Adnan tunjukan kehebatan Mas Adnan dalam membakar jagung di hadapan semua orang? Bisa-bisa Mas Adnan bakalan jadi karyawan terbaik tahun depan nih!"Aku memalingkan wajah, berusaha menahan tawa mendengar ucapan Kale yang berlebihan. Ikut dengan permainan yang dimainkan oleh Kale, Anak-anak lain ikut menimpali ucapannya."Wah! Benar banget. saya
Apa kalian pernah bertemu dengan seseorang yang sudah jelas salah namun berputar-putar mencari pembenaran? Apa yang kalian lakukan jika berhadapan dengan orang seperti itu?Jika pertanyaannya dikembalikan padaku, maka aku akan langsung menjawab bahwa aku akan langsung memukul orang itu agar otaknya sedikit bergeser dan dia menjadi sadar. Sayangnya, saat ini aku tidak bisa melakukan itu karena yang ada di hadapanku adalah wanita yang sedang hamil. sayang sekali."Lo pikir gue akan berterimakasih sama lo ketika lo bilang kalau lo enggak minta dia nikahin lo? Begitu?Sejak tadi aku masih mencecarnya dengan segala macam ucapan yang merupakan bentuk kemarahan ku. Aku sebenarnya tidak marah, hanya merasa kesal."Sekalipun lo enggak berniat buat nikah sama dia, gue enggak perduli. Karena dengan dia tidur sama lo aja udah berarti putus hubungan sama gue."Dia menatapku dengan cemas. "Tapi kami enggak sengaja tidur bareng.""Gue enggak pe
Aku pikir aku tidak akan pernah melihat wajah itu lagi setelah hubungan kami berakhir, namun tanpa aku duga Fattah justru sudah ada di depan rumahku pagi ini. Jadi untuk alasan ini kah dia menghubungiku sejak tadi? Untuk memberitahu kan bahwa dia sudah ada di depan rumahku?Pura-pura tidak melihat, aku justru berjalan keluar begitu saja sambil memesan ojek online lewat aplikasi. Namun tentu saja dia tidak membiarkan aku begitu saja."Aku dari tadi nelponin kamu tapi enggak kamu angkat."Aku diam, mengabaikan ucapannya dan menganggap bahwa dia tidak ada."Aku udah nunggu kamu dari tadi pagi karena takut enggak ketemu sama kamu. ada yang mau aku omongin."Masih sama, aku justru menunduk sambil membolak-balik aplikasi ojek yang sebenarnya tinggal menunggu sampai abangnya datang."Aku dengar kalau kemarin Imelda nemuin kamu. Makanya pagi ini aku langsung kesini buat ketemu kamu, aku pengen kamu enggak salah paham dengan apapun yang d
Hal yang paling membahagiakan bagi karyawan seperti kami adalah dapat pulang tepat waktu tanpa harus buru-buru menyelesaikan pekerjaan. Hari ini kami diberi keistimewaan itu untuk pulang di jam lima teng, tidak masalah kalaupun pekerjaan kami belum selesai.Kata Mas Adit, ini karena hari ini akan diadakan kunjungan oleh atasan dari kantor pusat sehingga para petinggi dimulai dari Kepala Divisi harus menyabut dan menjelaskan kinerja tim mereka dalam waktu sebulan ini. Dan para kroco seperti kami diminta pulang agar tidak menganggu."Lo beneran mau langsung pulang? Mampir dulu yuk!"Aku menoleh pada Lalisa yang sudah berdiri di depan mejaku. Wajahnya tampak tidak bersemangat, padahal aku sendiri merasa gembira riang tak terkira karena dapat pulang lebih cepat."Enggak mau ah. Palingan juga lo ngajakinnya ke mall."Dia menyengir menanggapi tebakan ku itu."Mall adalah tempat yang paling nyaman dan aman untuk dikunjungi. Buat cewek,
Lambat laun, Tuhan seperti menyentak kesadaran dan kesombongan ku tentang perasaan. Itu semua terjadi di hari paling menyakitkan dalam hidup ku. Itu adalah saat hari pernikahan Fattah dengan Imelda, dimana luka yang aku pikir akan berdarah-darah, justru baik-baik saja berkat seseorang.Saat itu aku sudah bertekad untuk tidak datang sekalipun Fattah mengirimkan undangan nya padaku tiga hari sebelum hari pernikahan. Tiga hari sebelum hari pernikahan itu, aku menangis dan mengurung diri di dalam kamar saat mendapati nama Fattah yang harusnya bersanding dengan namaku di undangan, justru kini dengan wanita lain.Keluargaku mencemaskan aku, bahkan Aleya sampai menginap di rumah dan membujuk aku untuk keluar dari kamar. Tapi seharian itu aku benar-benar tidak keluar kamar, bahkan aku beralasan sakit untuk tidak masuk kantor. Aku hanya ketakutan menghadapi tiga hari lagi dimana aku akan mendapatkan kabar terburuk sepanjang hidupku. Bahwa mantan calon suamiku meni