Oktober. Balai pertemuan milik provinsi Jawa Barat di kawasan Distrik sepuluh, Laila masih ingat, pertama kalinya ia bertemu dengan Abizar, bahkan dirinya belum genap satu bulan, berada di Cairo.
Kala itu ... Laila berkenalan dengan Zahra, seorang ibu beranak satu yang melanjutkan kuliah magister-nya di Cairo university. Sedangkan dirinya di Al-Azhar university. Mereka bertemu dalam forum kajian ilmiah yang pembicaranya membuat Laila terkejut setengah mati, rasanya seperti terkena ratusan sengatan lebah yang menyakitkan hatinya. Dia Abizar Al-Ghifari.
Satu lagi kejutan, yang sukses membuatnya mematung kaku, ternyata Zahra adalah istrinya.
Bukan. bukan karena ... ia masih menyimpan cinta di hatinya, ia lebih tak menyangka saja, takdir mempertemukan mereka berada di negeri yang sama. Laila pikir Abizar sudah kembali ke Indonesia, karena gelar dokter sudah disandangnya, tapi ternyata ... ia memilih lebih lama lagi tinggal d
Jum'at adalah 'Sayyidul Ayyam' atau penghulunya hari-hari, pada hari ini banyak terjadi peristiwa besar, diantaranya seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Jum'at adalah sebaik-baik hari kala mentari terbit. Nabi Adam diciptakan pada hari Jum'at. Demikian pula ketika dimasukkan dan dikeluarkan dari surga. Dan tidak akan terjadi hari kiamat, kecuali pada hari Jum'at.Waktu mustajab dikabulkannya do'a, apabila seorang muslim berdo'a pada hari Jum'at, maka atas kehendak Allah, akan dikabulkan.Amal ibadah akan dilipatgandakan pahalanya pada hari Jum'at. Betapa istimewanya hari ini, hingga Arsen dan Laila sepakat menikah pada hari Jum'at.Masjid Al-Hidayah, masjid yang menjadi saksi menyatunya dua hati dalam ikatan yang agung. Sebuah ikatan yang di sebut 'Mistaqon Ghalidza' perjanjian agung.Mengapa Allah menamakan pernikahan dengan sebutan perjanjian agung? Karena mengandung konsekuensi yang
Kaki milik gadis cantik itu melangkah menapaki setapak demi setapak lantai bandara internasional Soekarno Hatta, setahun yang lalu dirinya berada di sini. Kini ia kembali lagi, dengan membawa seseorang yang istimewa yang kelak akan menghiasi hari-hari indahnya.Udara pengap Jakarta kembali menguar menusuk penciuman, mengucurkan keringat yang membuat tubuhnya tak nyaman. Jakarta penuh sesak dengan para urban, mereka berbondong-bondong mencoba mancari peruntungan di kota Metropolitan ini, mulai dari penjual jalanan hingga buruh, musisi jalanan atau pengamen, tak sedikit yang menjadi pengemis. Beruntung bagi yang memiliki keahlian, ada yang menjadi montir, pekerja kantoran bahkan tak sedikit yang menjadi pesohor.Jalanan Jakarta seperti biasa, sangat macet. Apalagi di jam-jam pulang kantor seperti sore ini, klakson dari kendaraan angkot memekakkan telinga, kesabaran para pengendara dan pengemudi sangat diuji dalam situasi seperti ini.&n
BAB 67"Mas, kenapa harus ada resepsi lagi, sih?" tanya Laila, karena malam nanti akan ada acara resepsi pernikahan mereka."Ini acara khusus untuk rekan bisnis kita sayang ... karyawan juga, kan harus tahu kalau aku udah nikah, udah punya istri, ntar kalau pada ngira aku masih singel gimana?” goda Arsen."Ih ... Mas, jangan buat aku takut napa?""Takut ya, kalau suamimu yang ganteng ini di godain cewek-cewek yang ...""Maaaass ..." Laila mengejar Arsen dan mencubit pinggangnya.Arsen manarik tubuh Laila ke dalam pelukannya."Hidup yang akan kita hadapi nanti tak akan mudah, sayang ... kamu harus kuat dan tangguh. Aku hanya minta satu hal sama kamu, apapun yang terjadi kamu harus percaya sama aku, tetaplah di sisiku, jangan hiraukan apa kata orang ..." ucap Arsen, ia memeluk Laila begitu erat, seperti tak ingin melepasnya.&n
"Bakar aja, bakar aja!" teriak seorang pria bersarung dan berkaos oblong, di tangannya terdapat sebuah balok kayu sebesar kepalan tangan, seakan tak puas setelah menghajar tubuh ringkih lelaki yang dianggap maling itu."Biar mampus sekalian! Sampah masyarakat memang pantas mati." Seorang lelaki bertubuh tambun menyahuti perkataan lelaki bersarung. Ia juga berhasil menjejakkan kakinya di kepala lelaki yang sudah berlumuran darah, karena dipukuli bertubi-tubi tiada henti."Woi, jangan main hakim sendiri! Kita serahkan saja pada yang berwajib," teriak seorang pria berpakaian petugas keamanan menyeruak kerumunan, ia membawa pentungan untuk menyingkirkan orang-orang yang menghalangi jalannya.Tapi suaranya tenggelam dalam teriakan kemarahan, tak ada yang menghiraukannya, ia kalah jumlah, ia hanya sendirian sedangkan massa yang ngamuk berjumlah puluhan orang.Beberapa orang berharap-harap cemas, menunggu polisi yang tak kunjung tiba, sedangkan suasana semakin genting, lelaki itu hampir mat
Hujan yang sama, turun di sebuah perkampungan kumuh di pinggiran kota, di sebuah rumah berdinding triplek dan beralas semen yang terletak di ujung gang. Tiga orang gadis remaja, sibuk menadahi air yang mengalir dari celah-celah seng yang bolong di mana-mana.Sang ibu yang terbaring lemah, mengerang menahan sakit karena tumor di rahimnya. Disamping menahan sakit, perutnya pun keroncongan menahan lapar, suami yang pergi mencari nafkah tak kunjung kembali. Padahal suaminya berjanji akan membawakannya obat."Bu, bapak kok, belum pulang? Anisa lapar," keluh gadis berusia dua belas tahun itu, sambil memegangi perutnya."Sabar Nisa, biar Kakak lihat ke dapur dulu, semoga ada makanan." Laila sulung di rumah itu mencoba menenangkan, usianya delapan belas tahun, tapi cara berpikirnya melampaui usianya, ia dipaksa untuk berpikir dewasa, kesulitan menempanya menjadi pribadi yang tangguh.Laila segera beranjak me
Paginya kampung Cibodas geger, berita pembakaran Rusmin menyebar begitu cepat, bagai kapas yang berhamburan, diterbangkan angin ke seluruh penjuru kampung. Kasak-kusuk diantara warga terjadi di setiap tempat, di warung kopi, pangkalan ojek, tukang sayur, dimana-mana membicarakan Rusmin. "Gak nyangka, orang yang kukira paling baik di kampung ini, ternyata seorang maling." Bi Warsih yang sedang memilah-milah sayuran mengawali gosip pagi ini. "Gak heran, Bi, orang yang rajin shalat, rajin ibadah ke masjid, bisa saja berbuat nekad, kalau sudah terpepet ekonomi, malaikat pun bisa berubah menjadi setan," timpal Astri. "Gak usah ngadi-ngadi lah, kalian ini gak tahu pasti kebenarannya, bisa saja itu fitnah." Mak Yati, yang terkanal galak di kampung Cibodas berusaha membungkam biang gosip itu. "Faktanya gitu ko, Mak! pokoknya ya, aku gak sudi, mayat maling itu di makamkan di kam
"Pengumuman, pengumuman, teman-teman! Jaga barang-barang kalian! Anak maling sudah berkeliaran," teriak Soraya anak Dirman.Laila beserta kedua adiknya sedang berjalan menuju masjid, untuk mengikuti sekolah diniyah, langkahnya terhenti, mendengar teriakan Soraya yang menyindirnya. Tangannya mengepal, tubuhnya gemetar diiringi gemeletuk gigi yang beradu, karena menahan amarah.Soraya sepupunya, masih ada pertalian darah dengannya, tega-teganya mengatai mereka dengan perkataan yang menyakitkan."Jangan begitu Soraya, mereka 'kan saudara kamu. Ini masjid, lho! Laila dan adik-adiknya datang ke sini mau mengaji." Puput, teman ngaji Laila, mencoba menegur Soraya."Aku cuma mengingatkan, lho, Put. Siapa tahu barang-barang kalian hilang," jawab Soraya acuh, ia melenggang masuk ke dalam kelas.Laila tak menghiraukan Soraya, namun kedua adiknya tak bisa menyembunyikan kesedihan, kedua mata
Tengah malam, saat manusia sedang terlelap dalam buaian mimpi, samar-samar dalam keremangan, Laila melihat ibunya sedang terduduk.Ibu yang telah melahirkan dan merawatnya itu seperti tengah menangis. Suaranya lirih, dengan rintihan yang menyayat hatinya."Ya Allah, sakit sekali perut ini. Aku bukan nabi Ayyub, yang mampu bersabar menahan derita sakit selama puluhan tahun, aku hanya wanita lemah yang tak tahan akan cobaan ini, jika kematian lebih baik bagiku aku ikhlas ya Allah, aku ridha," isak Narti tertahan.Ia menangis menikmati sakitnya dalam kesendirian. Lima tahun, tak pernah sedikitpun terdengar keluhan dari lisannya, tapi malam ini, ia sepertinya tak tahan lagi. Seseorang yang selalu menguatkannya, yang selalu menghiburnya, pergi mendahuluinya. Meninggalkan ia sendirian dalam kesakitan dan keputusasaan."Bang, seharusnya aku yang mati, bukan kamu. Kenapa harus kamu, bang? Aku tak sanggup mel