Tiba-tiba dikunjungi sama calon mertua, masih ada bonus Alya dan Davina lagi 🤣🤣 Kalau ditambah lagi sama Arka dan Rio bakal jadi bagaimana ya nasib Nara? Ditunggu ya kelanjutannya. Jangan lupa vote dan reviewnya ya 😁😁
Nara akhirnya ikut menoleh dengan panik, ”Mau apa sih mas Arka kemari?” tanyanya dengan suara berbisik.“Ya mana aku tahu.” jawab Ara pelan, menunduk dengan wajah yang hampir menyentuh kaca etalase.“Kalian berdua sedang apa?” tanya ibu Ratih begitu menemukan Ara dan Nara dengan muka yang menempel dengan etalase.Ara dengan cepat memutar badan, ”Mama sudah selesai?” tanyanya cepat.“Iya. Ini sudah.” jawab ibu Ratih sambil tersenyum senang, ”Mana sini jari kamu.” pintanya pada Nara.Dengan cepat Ara mengangkat lengan gadis yang duduk di sebelahnya itu lalu menyodorkannya kepada ibu Ratih, Nara dengan mata membesar terus memperhatikan cincin dengan harga lebih dari tiga puluh juta itu yang bergerak dengan perlahan dan akhirnya mendarat di jari manisnya.“Cantik ya.” puji ibu Ratih gembira, ”Ini hadiah dari tante.” ujarnya lagi.Nara tersenyum canggung, sebaiknya ibu dan anak ini segera keluar dari sini. Masalah u
“Mas Ara? Kok kemari? Kabur lagi mas dari rumah? Apa kena omel tante Ratih?” sapa Galang yang langsung bertanya panjang lebar begitu melihat Ara muncul di kantor saat dirinya sedang bersiap-siap akan pulang.Ara tertawa geli begitu mendengar pertanyaan Galang yang begitu mengetahui tentang kacaunya masalah ia dengan Nara, ”Bagusnya sih enggak. Mbak bosmu yang galak itu yang suruh aku kemari.” jelasnya sambil menarik kursi lalu menguap lebar. Untuk kesekian kalinya ia harus menerima telepon ancaman dari Nara, gadis satu itu sepertinya punya bakat terselubung untuk menjadi teroris. Selain kejam dalam mengancam juga sangat pintar dalam mengingat kelemahan dan kesalahan orang.Galang langsung mengangguk pelan, ”Tapi mereka kayaknya masih beresin kerjaan tuh mas, Nadira saja dari tadi masuk sampai sekarang belum keluar-keluar.” jelasnya menunjuk ke ruang kerja para mbak bos.“Sudah biarin saja kalau begitu.” ujar Ara akhirnya, ”Mendingan kita ma
“Mas mu pulang telat lagi?” tanya pak Alex pada putra bungsunya yang baru keluar dari kamar.Nathan mengerutkan alis, ”Tadi malam sih enggak ada bilang apa-apa pa.” jawabnya bingung, ”Mendadak ada pasien kali.” tebaknya kemudian.Ibu Ratih tiba-tiba tersenyum, ”Mas mu itu lagi pergi ke tempat calon istrinya.” jelasnya cepat, ”Tadi sore waktu mama telepon, mas mu bilang mereka ada acara.” tambahnya lagi.Pak Alex dan Nathan pun saling beradu pandang dengan kedua alis yang sama-sama terangkat begitu mendengar jawaban ibu Ratih.#Suasana ramai dan meriah yang tiba-tiba terjadi di rumah Nara baru saja dimulai. Pak Yono dan ibu Linda mendadak jadi sibuk mondar mandir di dapur. Nara hanya bisa menghela napas panjang begitu melihat seisi kantornya kini duduk mengelilingi meja makan.“Mas silahkan duduk.” ujar Zia mempersilahkan Rio sambil tersenyum ramah.Ara memandang Zia saat melihat Rio yang berdiri sebelahnya menolak m
“Eh kamu besok jangan lupa pinjam mobil ya.” kata Embun, ”Sabtu ini kita ada meeting sama dua klien. Alya dan Devan kan tanggal resepsinya maju. ”tambahnya lagi mengingatkan Nara.“Jadi besok aku sama Zia yang ke tempat Alya dan Devan ya? Mbak sama Nadira yang ketemu Lusi dan Bima?” tanya Nara memastikan, ”Kamu besok jangan pakai acara kesiangan ya. Sabtu sore itu daerah utara macet.” kata Nara sambil menunjuk Zia yang duduk di sebelahnya.Dengan sigap Zia mengacungkan kedua ibu jarinya ke hadapan Nara, ”Siap kanjeng ratu.” sahutnya geli.#“Besok dirimu juga enggak ada jadwal kunjungan pasien?” tanya Ara begitu melihat Arka keluar dari ruang prakteknya sore itu dengan wajah lelah.Arka mengangguk sambil menutup mulutnya yang menguap dengan lebar, ”Akhirnya bisa bangun siang.” sahutnya lalu menyeka kedua sudut matanya.“Dirimu kan tiap hari minggu tidur sampai siang.” ujar Ara sambil menyipitkan mata.“Enak saja. Aku suk
“Kamu yakin enggak salah tempat?” tanya Rio dengan dahi berkerut saat menelepon Arka, ia sudah menunggu sekitar tiga puluh menit dan tidak menemukan sosok yag dicarinya.Arka memutar matanya, ”Ya enggak dong! Tadi pagi kan aku ke sana.” ujarnya heran, ”Apa kamu coba telepon saja?” tanyanya menawarkan.#“Siapa nih?” ujar Nara begitu melihat ada panggilan masuk diponselnya.“Nomor enggak dikenal?” tanya Zia, ”Klien baru mungkin.” tebaknya.Dengan tenang Nara mengangkatnya, ”Halo, selamat siang.” sapanya ramah. Namun dalam hitungan detik ekspresi wajahnya langsung berubah jadi panik.#“Kok dimatiin?” tanya Rio sambil menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut bingung.#“Mukamu kenapa? Siapa yang telepon? Kok langsung diputus?” tanya Ara begitu mereka berhenti di lampu merah.Mata Nara membesar, ”Kayaknya mas Rio yang telepon.” sahutnya dengan nada meninggi.“Rio yang telepon?” ulang Ara ikut pan
“Dokter jadi ini semua jadwal pasien memang sengaja dimajukan?” tanya perawat yang sedang membantu Ara di ruang prakteknya.Ara mengangguk dengan pelan, ”Iya sus. Mumpung aku lagi banyak waktu.” jawabnya asal.Perawat itu pun hanya memutar matanya, ”Dok kalau lagi banyak waktu mendingan dokter istirahat.” sarannya tiba-tiba, ”Itu muka dokter sih sama tembok putihnya beda tipis.” ujarnya lagi sambil menunjuk wajah Ara yang pucat karena kelelahan.#Nara menjatuhkan diri dengan malas ke atas kursi kerjanya, karena lagi-lagi ia harus sampai terlalu awal di kantor.“Ih sudah datang saja ini jeng satu.” goda Zia yang tiba-tiba muncul tidak lama kemudian dengan membawa kantong berisi sarapannya.“Itu cuma ada satu?” tanya Nara sambil menunjuk bungkusan yang dibawa oleh sahabatnya itu.Zia mengangguk sambil tersenyum, ”Tentu saja!” sahutnya.“Dasar pelit! Punya uang banyak tapi beli sarapan selalu hanya satu bungku
Arka setengah berlari menuju kamar rawat pak Yono dengan wajah khawatir. Namun dengan cepat lengan Ara menahannya, “Buru-buru amat dok? Sampai enggak sempat ganti baju dulu?” canda Ara sambil menunjuk sahabatnya itu dari atas sampai ke bawah karena Arka datang masih dengan mengenakan pakaian medis ruang operasi.“Ya jelas buru-buru lah. Bagaimana keadaan papaku?” tanya Arka dengan napas terengah-engah.Ara dengan santai mengacungkan kedua ibu jarinya, “Dokter Lukas langsung melesat kemari begitu aku telepon.” jelasnya bangga.“Makasih ya. Untung ada kamu.” sahut Arka lagi sambil menarik napas lega.“Jadi aku harus terharu apa enggak nih?” canda Ara sambil menumpuk kedua telapak tangannya di depan dada.Sudah jelas kalau kata-kata Ara barusan akan dibalas dengan tatapan jijik dari sahabatnya itu.“Kalau begitu mendingan sekarang dirimu makan terus pulang, mandi ambil baju untuk besok dan besoknya lagi baru habis it
Akhirnya hari ini pak Yono diijinkan untuk pulang. Arka sengaja meminta ijin agar bisa mengantar ayahnya pulang ke rumah siang ini.“Semua sudah beres.” ujar Arka sambil menunjukkan beberapa lembar kertas di tangannya.“Obatnya papa mas?” tanya Nara memastikan sambil sibuk melipat pakaian pak Yono, ”Habis ini aku kembali ke kantor ya.” ujarnya lagi.Arka langsung mengerutkan dahi, ”Kamu mau masuk kerja hari ini?” tanyanya heran, ”Masa iya kamu lebih sibuk dari aku? Kalian kan usaha sendiri masa kaku banget? Bukannya sekantor sudah pada tahu kalau papa hari ini keluar dari rumah sakit?” tanyanya lagi berturut-turut.Nara menghela napas panjang begitu mendengar ocehan kakaknya, ”Sudah ada mas, mama ditambah lagi.” ujarnya sambil menunjuk Ara yang tiba-tiba muncul membawa sekantong obat milik pak Yono yang ia rebut paksa dari tangan perawat sesaat sebelum masuk ke dalam kamar rawat.“Aku? Kenapa? Ganteng ya?” tanya Ara sambil menunjuk