Nara berusaha mengatur napasnya begitu masuk ke dalam kamar,”Aduh gawat. Ternyata selama ini papa sama mama tahu.”gumamnya sambil menggaruk dahi,”Kenapa juga mereka harus lihat setiap kali aku lagi diantar pulang?”keluhnya lagi. Sepertinya sebelum berangkat ke Yogyakarta ia harus membuat mas Ara segera membereskan masalah ini.
# “Nara?”jawab Ara begitu mengangkat panggilan masuk di ponselnya saat ia dan keluarganya baru saja selesai makan malam bersama. Ibu Ratih yang sedang sibuk di dapur langsung menoleh dan memandang putra sulungnya, ia langsung bersemangat begitu tahu siapa yang menghubungi Ara. “Mas ada yang mau aku bahas. Besok mas sempat jam berapa?”tanya Nara cepat. Ara mengangkat sebelah alis karena melihat wajah ibu Ratih yang berseri-seri terus menatapnya,”Belum tahu. Aku ada jadwal operasi sampai sore.”jawabnya singkat. “Ya sudah kalau begitu.”ujar Nara sambil menghela napas. Begitu Ara meletakkan ponselnyaDitunggu ya kelanjutannya pembaca. Yang pasti kisah Nara akan makin seru dan konyol. Terima kasih 😘😘
“Kalian berdua kenapa kelihatannya capek sekali? Semalam kalian bergadang ya?”tanya pak Yono heran begitu menemukan kedua anaknya yang pagi ini saling duduk berhadapan dengan wajah lelah dan hampir tidak ada yang mengeluarkan suara.Arka langsung dengan cepat mengacungkan sendok di tangan kanannya menunjuk ke arah Nara,”Kamu awas ya! Kalau sekali lagi mas sampai tahu kamu itu mau menginap seminggu saja harus sampai bawa-bawa bantal dari rumah.”ocehnya kesal begitu mengingat kejadian konyol semalam. Bagaimana tidak? Arka menemukan sebuah bantal besar yang mengisi hampir setengah bagian koper adiknya.“Bantal?”tanya ibu Linda bingung,”Kamu masih tetap bawa-bawa bantalmu?”tanyanya tidak percaya.“Anak bungsu mama ini. Sudah tua, masih juga kalau mau menginap ke mana-mana harus bawa-bawa bantalnya!”ujar Arka mengadu pada ibunya tentang kelakuan adiknya,”Gara-gara itu kopernya sampai enggak bisa ditutup!”omelnya lagi.Nara hanya mengoceh tanpa s
“Kamu yakin ambil penerbangan pagi? Bukan biasanya suka telat ya? Belakangan penerbangan pagi ke sana sering ada delay.”komentar Ara santai, saat mendengar Nara menjawab pertanyaan kakaknya tentang keberangkatnya besok ke Yogyakarta.“Selama ini aku sih enggak pernah bermasalah dengan penerbangan pagi.”sahut Nara tidak terima dengan pendapat sahabat kakaknya itu.#Hampir jam sebelas malam setelah memastikan lagi pemesanan vila, mobil juga tiket untuk besok sudah beres akhirnya Nara bisa beristirahat. Rencana hari ini untuk pulang awal kandas sudah tapi paling tidak masalah soal gaun kliennya sudah selesai. Besok dirinya harus bangun sekitar jam tiga pagi, karena jam lima tiga puluh sudah harus ada di bandara.“Semoga besok Nadira tidak kesiangan.”gumam Nara sambil menarik selimut lalu memejamkan mata.#Ara memutar mata menatap langit-langit kamarnya, ia mengambil ponsel lalu
Setelah cemas sepanjang malam menanti kedatangan kliennya, kini Nara bisa bernapas lega waktu akhirnya melihat Tasya dan Miko tiba di vila sekitar jam setengah satu pagi,“Halo! Bagaimana penerbangan kalian?”tanya Nara begitu menyambut kedua kliennya.“Halo! Lumayan capek juga.”jawab Tasya sambil tersenyum ramah meski wajahnya tampak lelah.Miko juga ikut tersenyum pada Nara,”Halo!”katanya balas menyapa lalu langsung menatap calon istrinya,“Kamu sih aku suruh tidur malah nonton.”tegur Miko dengan suara berbisik.“Habis penasaran terus mumpung filmnya ada.”sahut Tasya membela diri.Miko menghela napas,”Ya tapikan seharusnya kamu istirahat.”ujarnya lagi sambil membelai kepala Tasya.“Aku enggak secapek itu kok.”sahut Tasya sambil tersenyum manis.Kenapa tiba-tiba aku jadi nyamuk? Ujar Nara dalam hati melihat kedua kliennya y
“Nadira! Ayo bangun.”panggil Nara sambil menepuk pelan punggung pegawainya yang masih tertidur pulas di salah satu sisi tempat tidur.“Mbak kok sudah rapi saja?”tanya Nadira dengan posisi duduk dan mata yang masih terpejam.Nara tertawa geli,”Kamu buka mata saja enggak. Tahu dari mana kalau aku sudah rapi?”tanyanya heran.“Wangi sabun.”sahut Nadira sambil tersenyum polos.“Sudah sana cepat mandi.”perintah Nara,”Nanti Tasya dan Mayang keburu selesai.”jelasnya lagi.#“Nanti sore kalian akan langsung kembali ke Jakarta?”tanya Nara memastikan begitu Tasya selesai berdandan.Tasya tersenyum ceria sambil memegang mi instan dalam kemasan yang baru saja diseduhnya,”Iya soalnya besok aku sudah harus masuk kantor.”jelasnya singkat.“Itulah kenapa ibu kota lebih kejam dari ibu
Mata Nara membesar, terkejut dan panik bercampur jadi satu dalam sekian detik. Ia menahan napas sesaat berusaha mencerna apa yang sedang terjadi dan apa tindakan yang harus ia lakukan.Namun suara jeritan pegawainya segera menarik Nara ke alam nyata,“Mbak Ririn!”seru Nadira panik berlari mendekati kliennya itu.“Sepertinya perutnya sakit.”ujar Nara begitu mendekat.Ririn masih sadarkan diri namun terlihat menahan sakit dengan tubuh meringkuk memeluk perutnya.“Bagaimana ini? Apa kamu bisa bangun?”tanya Nara lagi, ia sendiri kebingungan untuk membantu Ririn.#Ringgo masih terlihat acuh, seakan tidak peduli dengan keadaan calon istrinya hanya memandang sekilas sambil mendesah kesal,”Sudah kamu kalau sakit tidur saja!”ocehnya tiba-tiba membuat seluruh orang dalam ruangan terkejut. Akhirnya Baro dan Cecep mengajak Ringgo untuk pergi keluar sebelum keadaan menja
Pagi ini karena etiket baik Nara, Nadira beserta Mayang, Baro dan Cecep mengantar Ririn juga Ringgo ke bandara. Ririn memang sudah diijinkan untuk pulang namun masih harus banyak beristirahat.“Jadi ini kita enggak jadi ke Taman Sari lagi?”tanya pak Jamil begitu dalam perjalanan mengantar semua anggota tim foto kembali ke vila.“Kira-kira begitu pak karena yang mau kami foto malah masuk rumah sakit.”jawab Nara yang duduk di sebelah kursi kemudi dengan cepat.Pak Jamil mengangguk mengerti,”Kalau begitu jadwal hari ini akan diganti apa?”tanyanya sopan.“Yang pasti nanti sore bapak harus jemput Alya dan Devan. Mereka tiba dengan penerbangan terakhir.”kata Nara mengingatkan,”Setelah itu tidak ada jadwal penting. Apa kalian ada yang mau pergi?”tanya Nara menawarkan.Namun tidak ada jawaban karena yang lain sudah terlebih dahulu berangkat menuju alam mimpi karena terlalu lelah dengan kejadian dua hari ini.“Ya ampun p
“Aku kira kita akan liburan ke mana?”gumam Ara sambil menghela napas pelan saat ia dan keluarganya sedang dalam perjalanan menuju hotel yang sudah pasti dipesan sendiri oleh ibu Ratih.Nathan dengan wajah datar menatap kakaknya,”Yang kecewa bukan hanya mas kok.”ujarnya pelan.“Malam ini kita makan di luar ya?”ajak ibu Ratih bersemangat.“Makan di hotel saja ma. Papa capek kemarin kan papa harus ketemu orang sampai malam.”pinta pak Alex pada istrinya.“Setuju!”seru Ara dan Nathan kompak.Dan jadilah ibu Ratih memandang suami juga kedua anaknya dengan mulut mengerucut.#“Jalanan sempit kayak begini saja bisa jadi bagus ya kalau di kamera.”gumam Alya kagum dengan hasil foto yang sedang Baro perlihatkan padanya juga Devan.“Wah seni fotografi itu memang menarik ya.”ujar Devan tanpa mengalihkan pandangannya dari
“Kalau begini mah enggak heran kenapa mama niat banget. Semuanya diurus sendiri.”gumam Nathan saat dirinya yang juga baru memasuki lobi hotel dan menemukan pemandangan ibunya sedang berpelukkan dengan gadis yang mungkin adalah calon kakak iparnya, paling tidak sampai saat ini.Sedangkan pak Alex hanya menggelengkan kepala melihat tingkah istrinya,”Papa enggak ikutan ya. Papa mau naik duluan.”ujarnya pada Nathan lalu terus berjalan menuju lift, bahkan ia masih sempat melambai pada Nara yang sedang tercekik dalam pelukan istrinyaAra menghela napas pelan,”Mama punya bakat jadi mata-mata apa bagaimana sih? Kenapa bisa tahu itu anak ada di Yogya juga.”gumamnya sambil mengacak rambutnya lalu berjalan bergegas menyelamatkan Nara dari pelukan ibunya.#“Tannntteee..”ucap Nara terbata-bata karena tangan ibu Ratih melingkar terlalu kuat di lehernya.“Mama, mama. Lepa