Halo pembaca terima kasih sudah setia menunggu kelanjutan kisah Nara. Jangan lupa vote dan reviewnya ya. Terima kasih 😄😄
“Kalau begini mah enggak heran kenapa mama niat banget. Semuanya diurus sendiri.”gumam Nathan saat dirinya yang juga baru memasuki lobi hotel dan menemukan pemandangan ibunya sedang berpelukkan dengan gadis yang mungkin adalah calon kakak iparnya, paling tidak sampai saat ini.Sedangkan pak Alex hanya menggelengkan kepala melihat tingkah istrinya,”Papa enggak ikutan ya. Papa mau naik duluan.”ujarnya pada Nathan lalu terus berjalan menuju lift, bahkan ia masih sempat melambai pada Nara yang sedang tercekik dalam pelukan istrinyaAra menghela napas pelan,”Mama punya bakat jadi mata-mata apa bagaimana sih? Kenapa bisa tahu itu anak ada di Yogya juga.”gumamnya sambil mengacak rambutnya lalu berjalan bergegas menyelamatkan Nara dari pelukan ibunya.#“Tannntteee..”ucap Nara terbata-bata karena tangan ibu Ratih melingkar terlalu kuat di lehernya.“Mama, mama. Lepa
“Mukamu itu kenapa serius amat sih?”tanya Mayang sambil sibuk melipat pakaian lalu memasukkannya ke dalam koper,”Lagi ngecek tiket kok tapi mukanya malah kayak baru dapat pesan ancaman dari depkolektor.”tambahnya lagi memberikan komentar.Nadira menurunkan ponsel yang menutupi wajahnya,”Aku enggak bisa cek in tiketnya mbak Nara.”jawabnya panik,”Apa yang salah ya?”tanyanya pada Mayang dengan wajah cemas.Mayang memiringkan kepalanya,”Kamu yakin enggak ada yang salah?”tanyanya memastikan,”Tiket yang lain bisa?”tanyanya lagi.“Tiket yang lain tidak ada masalah mbak. Hanya punya mbak Nara yang enggak bisa, aku sudah coba hampir sepuluh kali tapi tetap enggak bisa. Bagaimana dong ini? Bisa-bisa aku kena marah nih.”ujar Nadira mulai panik.“Coba telepon maskapai penerbangannya saja kalau enggak.”saran Mayang akhirnya.#&nb
Sudah hampir jam empat sore begitu Nara dan Ara tiba kembali di hotel, mereka berpapasan dengan pak Jamil yang seharusnya akan mengantar Nara juga rombongan tim foto yang akan berangkat menuju bandara sore ini,”Sore pak!”sapa Nara pada pak Jamil yang baru tiba di lobi.“Sore mbak.”balas pak Jamil ramah.Nara lalu berjalan masuk,“Kalian sudah mau berangkat sekarang?”tanyanya begitu melihat Mayang juga Nadira sedang berjalan keluar lift sambil menarik koper mereka,”Tunggu sebentar ya! Barang-barangku sudah siap kok.”pintanya hendak menahan pintu lift sebelum Nadira menghentikannya.“Mbak, aku enggak tahu kenapa tiket mbak bisa dipindah jadi hari selasa.”jelas Nadira dengan wajah pasrah jika bosnya itu memarahinya.Nara segera memutar tubuh dan memiringkan kepalanya lalu menatap pegawainya dengan heran,”Maksudnya?”tanyanya meminta Nadira untuk mengulang penj
“Mama mau kita ke mana?”tanya Ara begitu mendengar ibu Ratih menyelesaikan kata-katanya.“Mama mau kita ke mana?”ulang Nathan yang juga sama terkejutnya dengan Ara,”Inikan bukan urusanku kenapa aku harus ikut juga?”gumamnya lagi tidak terima harus ikut bangun sepagi ini di saat liburan.Ara langsung bangun dari tempat tidur lalu mendekati ibunya,”Ma, mau ngapain sih kita pakai cari orang pintar segala? Jangan aneh-aneh ma.”ujarnya pelan masih dengan wajah yang menahan kantuk.“Mama hanya mau minta dicariin tanggal bagus. Itu saja kok. Enggak aneh-aneh kan?”sahut ibu Ratih polos,”Kata jeng Winda itu penting.”jelasnya lagi.Ara menghela napas pelan lalu mengusap wajahnya,”Mama itu saja sudah cukup aneh. Mana ada tanggal yang jelek? Semua tanggal itu sama baiknya.”jelasnya berusaha untuk menghentikan niat ibunya itu.#“Mas bi
“Kamu tahu enggak hotel tempat kami menginap itu bagus banget, terus kamar tempat kami tidur itu juga gede. Belum lagi ditambah sarapannya yang enak banget.”cerita Nadira penuh semangat sampai membuat Galang merana mendengarnya.“Wah kamu benaran sukses, kerja sambil menginap di hotel mewah.”ujar Galang takjub bercampur iri dengan rekan kerjanya itu.“Yang paling asyik lagi karena kita enggak keluar uang sama sekali. Gratis!”seru Nadira mengingatkan.“Punya calon mertua kayak begitu sih asyik juga ya.”komentar Galang seakan membayangkan.“Asyik? Bukannya kemarin kamu bilang serem? Tiba-tiba bisa telepon terus minta ganti ini itu.”ujar Embun yang mendengar pembicaraan kedua pegawainya itu.Galang tiba-tiba menggeleng sambil memeluk dirinya sendiri,”Iya deh serem. Kayak ibu suri.”ujarnya,”Kamu bayangin ya mbak Embun disuruh ini, disuruh itu.”jelasnya pada Nadira.“Tapi kan ayam goreng yang dibeliin tante Ratih kamu habi
Kini hampir jam sepuluh malam dan akhirnya perjuangan mereka membantu Indah melahirkan bayinya yang ternyata kembar pun berakhir sudah. Beruntung meski lahir lebih awal dari seharusnya, ibu juga kedua bayinya semua sehat dan untuk memastikan besok mereka akan pergi ke rumah sakit di kota.“Wah ternyata mas benaran dokter ya.”ujar Nara begitu dirinya ikut duduk bersama Ara di teras depan rumah pak Asep.“Jadi maksudmu kalau enggak bantu orang lahiran itu aku enggak kelihatan kayak dokter?”protes Ara tidak terima.Nara mengangguk,”Enggak kelihatan mas.”sahutnya sambil menunjuk wajah Ara.Namun waktu Ara hendak membalas kata-kata Nara“Aku pamit ya! Mas! Mbak!”pamit Ayu yang baru keluar dari kamar Indah.“Terima kasih ya.”sahut Nara ramah,”Kamu hati-hati ya sudah malam.”pesannya.Ayu mengangguk sambil tersenyum.&ldq
Tiba-tiba dengan wajah tenang ibu Ratih mengambil keputusan dengan sepihak,“Kalau begitu biar kita semua antar Nara ke kantornya setelah itu baru ke rumah.”sahutnya ringan.Lagi-lagi Nara memejamkan matanya, kenapa kok jadi malah semakin kacau jadinya. Namun di luar dugaan Nathan dan pak Alex ternyata jauh lebih mengerti situasi dibanding Ara.“Mama jangan aneh-aneh ya.”ujar Nathan melarang ibunya,“Sudah nanti biar mas saja yang mengantar calon istrinya.”katanya sambil mengapit lengan ibu Ratih dan mengajaknya masuk ke mobil.“Iya ma. Urusan anak-anak biar mereka yang mengatur.”tambah pak Alex yang mengikuti mereka dari belakang.Kini ekspresi lega pun akhirnya menghiasi wajah Nara.#Setelah tiba di rumah keluarga Baskara Nara segera berpamitan dengan ibu Ratih dan om Alex dengan cepat ia menyeret Ara untuk segera mengantarnya pulang, sebelum semakin larut dan Ark
“Wah, tumben jeng masuk-masuk bawa martabak. Dua kotak pula.”tanya Zia dengan mata membesar begitu melihat Nara masuk ke dalam ruang kerja dengan tangan menenteng kantong yang berisi dua kotak martabak.Nara menghela napas sambil menarik kursi kerjanya,”Di rumah ada banyak, setelah tadi malam makan martabak, pagi ini aku juga sarapan martabak. Bahkan mamaku sampai mengancam kalau aku enggak mau bawa ini martabak ke kantor hari ini aku enggak boleh berangkat kerja. Baru kali ini aku merasa menyesal nitip martabak.”jawabnya panjang lebar.“Kok bisa?”tanya Zia sambil membuka salah satu kotak lalu memakannya,”Eh satu kotak ini kasih anak-anak saja ya.”sarannya sambil berteriak memanggil nama salah satu pegawainya.#“Mbak Nara ulang tahun?”tanya Nadira bingung waktu dirinya yang muncul di balik pintu dan menerima sekotak martabak yang disodorkan oleh Zia.Nara menggeleng,&r