Sepertinya Danil sudah diam, kali ini Emili yang ingin mengomelinya."Apa-apaan sih Kamu?" Emili bahkan sudah tidak sopan sekarang, ia sudah lupa tentang Danil adalah bosnya, sejak kemarin ia bingung memanggilnya apa antaara anda atau kamu, lagipula Danil juga tidak mempermasalahkannya"Kenapa?" Singkat. Padahal dalam hati ia juga tidak tau kenapa dia mau melakukan hal konyol seperti itu."Tau sendiri kan tadi pagi aku rela jalan kaki agar tidak terjadi seperti barusan lagi?" Emili masih mengomel."Ga senang? Nikmati sajalah di antar jemput sultan, cuma sampai Nenek kembali ke Aust ko. Cuma akting." Danil beralasan, tapi ko rasanya bukan itu ya, masa bagitu Nenek pergi menjadi orang asing lagi padahal baru merasakan sedikit keakraban."Akting kan cuma depan Nenek aja. Ga perlu sampai kampus segala, aku...." Masih mengomel, tapi dering ponsel Danil membuatnya diam, Danil tanpa pikir panjang langsung menyambut panggilan itu karena itu dari kekasihnya Alea."Hai Sayang." Suara dari speak
Emili yang paling bersemangat, ia prepare sambil berdendang menyanyikan lagu dari film animasi Upin dan ipin."Balek kampung hooo....Balek kampung hoo.." di ulang berkali-kali."Ga ada lirik lain apa?" Tegur Danil tapi tidak di gubris oleh Emili, ia tetap asyik berdendang ria.Danil pun menghampirinya "Kau punya kuping?" bisik Danil tepat di belakang telinganya membuat bulu kuduk Emili merinding dan terjengkang hingga menubruk hidung Danil cukup keras, Danil meringis kesakitan di buatnya dan tidak ketinggalan darah segar keluar dari hidungnya."Aduh, aku minta maaf. Kamu bikin aku kaget sih." Sesal Emili sambil berusaha menyentuh hidung Danil dan mengelap darah yang keluar tapi Danil mengelak. Ia mundur dan tidak sengaja menjatuhkan sebuah bingkai kecil yang posisinya terbalik di atas nakas, sebelumnya bingkai itu tidak ada, mungkin Danil membawanya dari ruang pribadinya. tampak kilat kemarahan di wajah Danil yang dingin."sori... sori aku ga lihat" Emili berjongkok hendak membersihk
"Akhirnya kalian menginap juga, sudah lama sekali ibu menantikan ini, bahkan ibu setiap hari membersihkan kamar ini barangkali kalian tiba-tiba datang" kata Bu Tiara sambil memperhatikan setiap sudut yang memang terlihat mengkilap, walaupun sederhana tapi kamar itu nyaman, ibu Tiara tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya."Iya Bu, Emili juga menantikan ini tapi suami Emili selalu sibuk" Emili beralasan sambil merangkul ibunya penuh suka cita."Ya sudah ibu keluar dulu, takut menantu ibu mau istirahat" ucap ibu seraya bergerak menuju pintu, di saat yang sama Danil memasuki kamar."Maaf ya Nak Danil kami hanya bisa menyiapkan seperti ini""tidak masalah Bu, jangan merasa bersalah""kalau begitu ibu keluar dulu, silahkan beristirahat." "iya Bu," Danil mengangguk sopan.Setelah ibu keluar, Emili bingung harus bagaimana sekarang di tambah berdua di kamar yang sempit membuatnya gugup secara bersamaan ia juga merasa bersalah pada Danil karena menyeretnya ikut menginap, ia melirik Danil ya
Emili sadar tentang tempat tidur."Aku tidur dimana?" Keluh Emili."Tidur di sini saja." Kata Danil menepuk bagian kasur yang masih tersisa."Ga, kamu tidur di bawah saja." "Masa tamu suruh tidur di bawah? Kamu saja" Protes Danil."Ga mau, kamu saja." Emili menghampiri Danil dan menariknya agar bangun. Entah mendapat keberanian dari mana ia bisa senekad itu dan kata "Kamu" masih saja menjadi panggilan untuk Danil entah kemana kesopanannya sebagai mantan bawahan."Apa sih?" Danil menepis tangan Emili hingga terpental."Maaf, tapi ini kamarku dan laki-laki harus mengalah sama perempuan." Emili melemah, hatinya agak sedih setelah tangannya di dorong oleh Danil. Danil menyadari itu dan merasa agak bersalah."Ga ada yang harus mengalah ko, begini juga bisa." Danil menarik Emili bermaksud membuatnya tidur di sampingnya, menurutnya tidur di sampingnya tidak terlalu bahaya, tapi Danil salah target dan membuat Emili berada di atasnya.Emili diam seribu bahasa takut bergerak, kalau bergerak p
Keesokan harinya, Danil bangun dan tidak mendapati Emili di sampingnya.Ia teringat kembali kejadian semalam dan merutuki dirinya lalu tiba-tiba pintu terbuka."Kamu sudah bangun? Ayo sarapan." Ajak Emili, ia lebih dingin dari biasanya."Ah iya." Jawab Danil sedikit canggung. Ia bangun mencuci muka kemudian menyusul Emili.Di meja makan sudah ada adik-adik Emili yang menunggu, mereka terlihat rapi dengan seragam sekolahnya. Ayah juga terlihat rapi dengan baju kerjanya ibu sedang di dapur sibuk menyiapkan sarapan yang tersisa dan Emili hanya fokus pada makanan di depannya."Oppa boleh foto ga?" Pinta Mila pada Danil. Harusnya Emili protes dengan panggilan Oppanya itu, tapi dia tampak tidak peduli."Boleh dong" sambut Danil dengan senyum."Yes, soalnya aku mau liatin teman-teman, mereka pasti bakalan iri karena aku punya Kakak ipar yang ganteng." Seru Mila sambil menyiapkan kamera ponselnya dan mengambil gambar dari segala arah. Emili masih Tampak tidak peduli."Aku juga, aku juga mau i
Beberapa hari berlalu, selama itu juga Emili dan Danil tidak berkomunikasi sama sekal, mereka konsisten dengan kesepakaran waktu itu, ketika bertemu pun mereka tidak saling sapa. Tapi kenapa Emili merasa kosong, kadang ia tampak tidak bersemangat melalui harinya, mungkin karena beberapa hari sebelumnya ia selalu bersama Danil dan menjadi terbiasa tapi dirinya dapat meredam perasaan itu sebelum muncul dan menguasai dirinya, hanya saja ketika rasa terbiasa itu perlahan menghilang, sekali lagi sebuah keadaan memaksanya untuk menghabiskan hari bersama Danil dan keadaan itu malah datang dari dirinya."Wajib bawa pasangan dari luar kampus ya terserah mau itu teman, keluarga, atau pacar kalian, karena camping kali ini berbeda, ada adu kompetisi yang membutuhkan pasangan tapi tidak boleh mengambil pasangan dari kampus, karena hasilnya cuma untuk perorangan, setiap orang akan mendapat point' untuk menambah nilai KHS, jadi yang suka bolos atau yang nilai ipknya kurang gunakan kesempatan ini unt
Akhirnya tiba hari keberangkatan untuk kegiatan kampus yang akan diadakan di puncak, hari itu Emili berangkat lebih dulu ke kampus untuk bergabung dengan mahasiswa yang lain sementara Danil pergi ke perusahaan karena tiba-tiba ada pekerjaan yang sangat penting yang harus ia selesaikan terlebih dahulu.Semua mahasiswa kelas X masuk ke dalam bus dengan pasangannya masing-masing, kebanyakan membawa pasangan belahan jiwanya, tapi ada juga yang bersama sanak saudaranya, seperti Hana yang menggandeng paman mudanya, Emili kenal dengan paman Hana yang anak rumahan itu, pasti dia ikut setelah dicekoki sesuatu oleh Hana atau mungkin mendapat suap dari Hana. Adapun Maya, ia menggandeng teman masa kecilnya, sebenarnya ia memiliki banyak teman masa kecil, tapi ia hanya mengajak satu yang paling playboy di antara semuanya, mengingat ada banyak mahasiswi bening yang akan ikut, ia pasti mau ikut karena alasan itu. Terakhir ada Evan, ia tampak memperhatikan setiap mahasiswa yang sedang sibuk untuk kebe
Di bus Emili melihat semua mata penumpang tertuju padanya, eh ternyata bukan, mata mereka tertuju ke arah pintu seperti menunggu seorang selebriti terkenal. Begitu yang di tunggu muncul, sebagian besar mahasiswa berdecak kagum seperti baru pertama kali melihat orang kaya naik bus, yang lainnya tampak tidak terlalu peduli, termasuk Evan yang berada di kelompok itu."Silahkan Pak Danil, semoga Anda nyaman." Kata Pak Asep menyambut Danil dengan sopan."Iya, santai saja Pak." Ucap Danil. "Aku mau di situ boleh?" Tanya Danil pada Emili, ia ingin duduk dekat jendela. Emili mengangguk kemudian berdiri untuk menyerahkan kursinya."Kenapa tidak bilang kalau partner kamu adalah Pak Danil?" Bisik pak Dosen pada Emili. Selagi Emili berdiri memberi kesempatan untuk Danil berpindah posisi."Maaf pak, saya juga tidak tau kalau dia orang penting di kampus kita, dan Anda juga tidak bertanya kan pak." Sesal Emili sambil nyengir. "Masa istri sendiri tidak tau tentang suaminya." "Kami masih penganten