“Ini tentang David kan?” tanya Elisa lagi. Pupil mata Erin membesar setelah mendengar ucapan sang nenek. Namun ia tidak mengiyakan secara langsung tebakan Elisa. “Kamu tidak perlu khawatir tentang itu, kali ini nenek tidak akan sembarangan berkomentar,” ucap Elisa meyakinkan. Tatapan mata tua itu tampak teduh, tapi tetap tidak berhasil meyakinkan Erin untuk bercerita lebih dulu. Erin sudah terlanjur menganggap sang nenek membenci David. Baginya menceritakan tentang pria tersebut hanya akan membawa hal yang lebih buruk. Elisa masih menunggu dengan tenang selama selama beberapa waktu. Namun Erin tetap diam dengan ekspresi ragu. “David beberapa kali menghubungi nenek untuk menanyakan keadaan mu...,” ucap Elisa setelah cukup lama terdiam di tempatnya. “Mas David menghubungi nenek?” “Ya.” “Kenapa? Mas David kan bisa bertanya langsung ke Erin…” “Kamu menghindarinya, jadi dia bertanya langsung ke nenek.” Pandangan mata Erin beralih ke arah lain dengan ekspreii gelisah. ‘Jadi mas D
Ekspresi Elisa masih tampak tetap teduh. Namun ada sedikit rasa cemas yang terpancar dari sorot matanya. “Lalu apa yang kamu inginkan?” “Aku hanya nggak mau membohongi semua orang lebih lama lagi, nek.” Wanita tua di sebelah Erin tersebut tersenyum. “Kali ini nenek tidak akan memaksakan satu hal, nenek akan mendukung apa pun keputusan mu.” “Aku akan coba berpikir lagi.” “Kamu bisa membicarakan itu dengannya, katakan secara jujur lalu ambil keputusan setelah kamu tidak lagi bimbang.” Elisa bangkit dari tempat duduknya lalu mengusap kepala Erin sebelum kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar tersebut. Erin menghempaskan tubuhnya di kasur. Matanya menatap langit-langit kamar dengan ekspresi sendu. Semua perasaan yang muncul membuat ia semakin bingung. ‘Walau mendengar semuanya, kenapa aku tetap terus teringat kalau mas David membantu ku karena merasa berhutang budi?’ Ia bukannya tidak bisa melihat ketulusan Dav
Semua asumsi dan pikiran buruk memenuhi kepalanya. David menghela nafas panjang lagi lalu memijat dahinya pelan. Ia berusaha tidak memikirkan semua itu lebih dulu. Setelah membereskan barang-barang milik Erin, pria tersebut langsung pergi berbelanja bahan masakan dan membeli buah-buahan kesukaan istrinya. Meski ia dalam keadaan tidak tenang, pria tersebut tetap memasak karena ingin menyambut kepulangan istrinya dengan hangat. Erin terbangun menjelang sore hari ketika Harsano sudah pulang ke rumah. Semua makanan yang dimasak David sudah tersedia lengkap di meja makan. “Sepertinya aku tidur sangat lama? Kenapa papa atau mas David nggak membangunkan ku?” “Perjalanan dari Italia kan sangat jauh, tentu saja kamu harus cukup istirahat,” balas Harsano dengan senyum yang dipaksakan. ‘Kenapa papa ekspresinya begitu?’ “Ayo makan,” ucap Harsano memperbaiki ekspresinya. Makan malam yang diselenggarakan lebih awal tersebut berlangsung cukup hangat. Namun Erin merasa ada yang lain dari eksp
Suasana menjadi hening usai David membenarkan apa yang ditanyakan Erin. Pria tersebut tidak mengatakan hal lain dan membiarkan istrinya memahami pengakuannya. Erin tampak terkejut dengan apa yang didengarnya meski sudah mendengar hal tersebut dari Niki terlebih dahulu. Ia memandang ke arah cincin di jari kanannya dengan ekspresi cemas sekaligus lega. ‘Jadi, sebenarnya aku dan mas David saling menyukai?’ “Itu hanya akan membuat mu semakin bingung saat mengambil keputusan kan?” tanya Davis setelah terdiam dalam waktu yang cukup lama. Pandangan mata Erin beralih ke arah David. “Nggak… bukan begitu, aku hanya sedang berpikir.” “Jangan mempertimbangkan tentang ini, jangan pikirkan aku, kita bisa lakukan sesuai rencana.” “Nggak, tunggu dulu,” balas Erin dengan ekspresi cemas. Perempuan tersebut sejak tadi berusaha menyusun kalimat yang ingin dikatakan. Namun otaknya kali ini terasa sulit berfungsi sebagaimana mestinya. “Erin, dengar, aku mengatakan itu bukan untuk membuat mu bingung,
“Saya ingin menawarkan pernikahan kontrak.” Duda tampan itu terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh perempuan yang sebenarnya akan menjadi adik iparnya itu. “Erina, jangan bercanda sampai seperti itu.” “Saya tidak bercanda. Adik anda telah berselingkuh dan saya ingin memberinya rasa sakit yang lebih besar dari apa yang saya rasakan.” Sebenarnya Erin sudah diberitahu sejak lama oleh temannya, bahwa Nathan berselingkuh darinya. Namun gadis bermata coklat itu tidak mempercayai hal tersebut. Ia lebih mempercayai penjelasan Nathan yang selalu terdengar masuk akal. Namun baru-baru ini ia beberapa kali memergoki kekasihnya berciuman dengan perempuan lain. Hati Erin hancur begitu mengetahui bahwa perasaan tulusnya dikhianati semudah itu oleh laki-laki yang sudah dipacarinya selama 4 tahun itu. David menghela nafas panjang. Ia mengepalkan tangannya saat baru mengetahui alasan Erin menawarkan pernikahan kontrak padanya. ‘Hahh, sebenarnya apa yang sedang dilakukan Nathan bodoh itu?’ “Ja
Erin sudah mendengar banyak rumor yang menyebut kekasihnya berselingkuh darinya, namun gadis bermata coklat itu lebih memilih mempercayai Nathan. Hubungan Erin dengan Nathan sudah terjalin sejak SMA hingga ia kini memasuki semester 3 perkuliahan. Ia sangat mempercayai Nathan dan tidak pernah mendengarkan siapapun meski sahabatnya sendiri yang memberi tahu tentang perselingkuhan yang dilakukan kekasihnya. Rasa kepercayaan Erin kepada Nathan akhirnya hancur begitu saja setelah gadis bermata coklat itu menyaksikan sendiri bagaimana orang yang sangat dicintainya itu mencium seseorang yang juga ia percayai sebagai sahabat Nathan yang ia hormati. Hari ini pun Erin melihat adegan yang beberapa hari lalu ia saksikan. “Hei jangan melakukannya secara berlebihan, kita sedang ada di kampus.” “Tidak akan ada yang melihat kita disini karena semua sedang sibuk mempersiapkan acara,” ucap gadis berambut pendek itu. Cup… “Aku harus tetap berhati-hati kan,” balas Nathan dengan wajah memerah. Ia men
Drrrttt… Sebuah panggilan masuk dengan nama kontak Nathan Sayang muncul di layar ponsel pintarnya. Erin terdiam selama beberapa waktu, ia menghela nafas berkali-kali sebelum mengangkat telfon itu. “Sayang, sekarang kamu dimana? Maaf aku baru lihat chat mu.” “Ini aku udah di booth BEM, kamu dimana? Semuanya nyariin,” “Ehmm tadi ada urusan, ini udah mau jalan kesana.” “Oh gitu, oke.” Tuttt… Erin langsung mematikan ponselnya karena enggan berbicara lebih lama dengan laki-laki itu. Nathan mengernyitkan keningnya. ‘Aneh, biasanya dia terdengar ceria dan bersemangat, tapi tadi suaranya kayak dingin banget… .’ “Kenapa Nathan?” tanya Mina penasaran. Natahan tersenyum. “Nggak kenapa-kenapa kok.” Tidak lama kemudian Gerry muncul. “Woi Jonathan, lu kemana aja sih? Sebentar lagi mau mulai lagi nih acaranya.” “Sorry tadi ada urusan mendadak,” jawab Nathan dengan ekspresi tanpa dosa. Gerry melirik sekilas ke Mina yang ada di samping Nathan, ia hanya geleng-geleng kepala saat menebak uru
Erin menghentikan langkahnya saat ia sampai di bagian samping gedung Fakultas yang sepi. Ia menyenderkan punggungnya di tembok sambil menatap kosong ke arah langit yang cerah. Dulu gadis bermata coklat itu terlalu mabuk dengan perasaan cintanya hingga tidak pernah mau mendengarkan apa yang orang lain katakan tentang kekasihnya itu. Ia sangat mempercayai Nathan lebih dari siapapun. Ia selalu mengutamakan Nathan lebih dari siapapun. Sebesar itu rasa cintanya, sebesar itu pula rasa sakit yang dirasakan hatinya saat ini. Erin menginginkan pembalasan yang lebih menyakitkan. Ia ingin laki-laki itu merasakan rasa sakit dan rasa malu yang lebih besar dari apa yang ia rasakan saat ini. “Hahhh… kenapa dulu aku bisa jatuh cinta pada b*jingan seperti mu?” gumam Erin pelan. Seorang laki-laki yang ada di samping tembok hanya terdiam mendengar gumaman Erin. Ia tidak mendekat atau menunjukkan keberadaannya kepada gadis itu. ‘Ku kira kamu bahagia sama dia, tapi ternyata kamu malah jatuh cinta sam