"Nyonya, mengapa kita ke rumah sakit?" tanya Chika penasaran.
"Suamiku sedang di rawat di rumah sakit ini. Tapi, sebelum itu bolehkah aku tahu golongan darahmu? Karena dia membutuhkan transfusi darah golongan O," terang Clara.
"Kalau begitu kebetulan sekali, saya juga golongan darahnya O tapi agar tidak terjadi kekeliruan bisa di cek dulu," kata Chika. Ia senang jika bisa membantu wanita sebaik Clara.
"Semoga saja ada kecocokan, ayo kita temui dokternya," kata Clara.
Setelah melakukan berbagai pemeriksaan di ketahui golongan darah Chika dan Mark memiliki kesamaan. Akhirnya transfusi darah di mulai. Chika merasa bangga setidaknya dirinya masih berguna untuk orang lain. Meskipun ia tidak bisa memberikan sumbangan materi namun ia berharap transfusi darah kali ini bisa bermanfaat bagi kehidupan orang.
"Sayang, hari ini kau akan bertemu malaikat kita," bisik Clara di telinga suaminya.
"Apa maksudmu, sayang?" tanya Mark tak mengerti.
"Tungg
Chika di kagetkan dengan berbagai kiriman paket yang silih berganti berdatangan ke apartemennya. Ia takut jika seseorang telah salah mengirimkan ke apartemennya. Namun jika di tanya memang benar adanya, paket itu buat dirinya.Frans bersorak riang menyambut berbagai hadiah yang datang ke apartemennya. Mulai dari mainan, pakaian, makanan dan perabotan kelengkapan rumah. Ia tidak sabar untuk membongkar bungkusan paketannya satu persatu."Tunggu Frans, bagaimana kalau bukan untuk kita?" Chika takut barang itu salah kirim. Karena sepengetahuannya ia tidak membeli apapun. Terlintas di benak Chika jika semua barang yang di kirim ke apartemennya berasal dari Saga."Tunggu sebentar, mama akan memastikannya dulu. Jangan di buka sebelum mama tahu siapa pengirim semua barang-barang ini," ucap Chika. Ia merogoh ponsel di sakunya lalu menekan tombol nomor ponselnya.Saga kaget mendengar ponselnya berdering, pasalnya tidak biasanya Chika meneleponnya.
Clara berniat membawa Chika dan Frans hidup bersama di Jakarta. Namun sebelum itu mereka menawarkannya terlebih dahulu pada Chika. Ia tidak ingin terlalu memaksakan kehendaknya pada putrinya. Clara tidak ingin Chika merasa tidak nyaman."Horee kita mau pindah," kata Frans melonjak kegirangan.Berbeda dengan Chika ia terlihat bingung jika harus kembali ke Jakarta. Pertama ia masih terlibat kontrak dengan restoran dengan tempatnya bekerja. Tentunya jika keluar secara tiba-tiba ia harus membayar dendanya. Alasan kedua, ia takut jika kembali ke Jakarta akan bertemu kembali dengan Saga.Susah payah dirinya pergi dari Saga, ia takut di sebut pelakor suami orang. Namun melihat wajah putranya yang senang sekali akan tinggal bersama neneknya. Apalagi di tambah Clara yang menunggu keputusannya penuh harap."Sayang, jika kau pindah ke Jakarta bagaimana sekolahmu? Mama juga masih kerja di restoran itu," kata Chika kemudian.Clara menggenggam tangan Chika
Chika tidak bisa menghindari kerja sama dengan Saga. Hari ini ia harus datang ke perusahaan itu lagi, andai saja Chika bisa menghindarinya mungkin akan segera ia lakukan. Tapi, ia membawa nama perusahaan orang tuanya. Jadi tidak mungkin ia bisa menghindarinya lagi."Apa Tuan Saga ada di tempat?" tanya Chika."Maaf, ada perlu apakah Anda mencari CEO?" tanya resepsionis."Saya Nona Axella dari perusahaan properti yang menjalin kerja sama dengan perusahaan ini," terang Chika."Oh, Nona Axella. CEO tadi juga berpesan jika Anda datang di suruh menunggu sebentar di ruangannya. Karena Tuan Saga sedang keluar sebentar," ucap resepsionis."Baiklah, terima kasih atas informasinya. Dengan anggunnya Chika meninggalkan resepsionis."Tunggu!" seru seorang wanita dari belakang. Chika merasa tidak asing mendengar suara wanita itu."Siapa kau?" tanya wanita itu mengitari Chika.Luna mengamati Chika dari atas hingga bawah, sialnya ia
Wajah penuh amarah menatap tajam pada Luna. Wanita itu sedikit takut menatap Saga."Apa keperluanmu ke kantor?" tanya Saga.Karena yang ia tahu setelah Luna menikah dengannya wanita itu tidak pernah tertarik dengan pekerjaan kantor. Yang ada ia selalu bersenang-senang dengan teman-temannya."Itu karena aku ingin tahu apa benar kau membatasi kartu kreditku?" tanya Luna."Iya, kau bisa menghabiskan seluruhnya jika aku tidak membatasimu!" kata Saga."Dasar pelit! Bukankah aku juga salah satu pemilik sah perusahaan ini!" keluh Luna."Sebenarnya bukan aku pelakunya, tapi papamu yang melakukannya," cibir Saga."Hah, tidak mungkin aku tidak percaya!" bantah Luna."Sudah ku duga kau tidak akan mempercayainya. Orang yang selama ini memanjakanmu saja mulai takut dengan kebiasaan belanjamu!"Luna tidak mau mendengarkan sindiran Saga, ia langsung mencari ponsel di tasnya dan menelepon papanya."Pa, apa benar papa
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem