Arga dan Pak Wira terus asyik ngobrol sambil menunggu Anggi dan Bu Lusi berbelanja. Berbagai macam topik obrolan mereka bahas. Sampai akhirnya Pak Wira menanyakan sesuatu yang membuat Arga agak terkejut.
"Ada sesuatu yang ingin papa tanyakan sama kamu," tanya Pak Wira dengan wajah serius. Hingga membuat Arga deg-degan. Dan Arga bisa menebak ke arah mana pembicaraan papanya.
"Tanya soal apa, pa?" tanya Arga dengan wajah polos. Otaknya berpikir keras untuk menyiapkan jawaban apa yang akan dia berikan untuk papanya.
"Maaf kalau papa tanyakan soal ini ke kamu. Papa harap kamu nggak tersinggung. lebih baik papa tanyakan ke kamu daripada nanti mama yang menanyakan kepada Anggi," lanjut Pak Wira hati-hati.
"Nggak apa-apa, pa. Tanyakan aja. Aku nggak akan tersinggung." Arga berusaha menahan gemuruh di dadanya.
"Kapan kamu dan istrimu merencanakan untuk punya momongan? Udah cukup waktu untuk kalian
Seperti biasa pagi-pagi sekali Anggi sudah sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk suaminya. Pagi itu Anggi membuatkan nasi goreng dan telor ceplok untuk Arga. Walaupun jarang sekali suaminya itu mau menyentuh masakannya tapi Anggi tetap rutin menyiapkannya setiap pagi.Seperti pagi itu, Anggi sedang mengaduk kopi, harum aroma kopi memenuhi seluruh ruangan dapur, tiba- tiba dia dikejutkan suara "praang."Tergopoh-gopoh Anggi ke ruang makan, ternyata Arga suaminya sudah duduk di sana dan piring nasi goreng sudah berantakan di lantai."Kenapa mas?" tanya Anggi kepada suaminya dengan wajah bingung."Masakan apa ini?" jawab Arga dengan nada suara tenang seperti tidak terjadi apa-apa. Belum sempat Anggi menjawab Arga sudah melanjutkan kata-katanya, "masak ngga becus, jaga kehormatan diri sendiri juga ngga bisa, lalu apa yang kamu bisa?" Arga berkata pelan, tapi sangat menusuk hati Anggi. Anggi yang sudah membuka mulut hendak menjawab tidak jadi berkata-kata,
Setelah pemakaman Bimo, Anggi terus mengurung diri di kamarnya. Dia terus menangis. Dunianya seakan sudah hancur. Gadis itu terus meratapi kepergian orang yang sangat dia cintai. Sudah tidak ada lagi orang yang akan menjemputnya setiap pagi ke kampus. Sudah tidak ada lagi orang yang akan menemaninya makan di kantin. Dan sudah tidak ada lagi orang yang selalu setia mendengarkan ceritanya tentang kesedihannya setiap kali dia sedang ada masalah.'Bimo...,' desah Anggi menyebut nama kekasihnya. 'Aku kangen kamu, kak. Aku mau kamu ada disini, selamanya. Aku mau kamu menemani sedih dan bahagiaku.'Dalam tangisnya Anggi juga meratapi nasibnya. Dia takut kejadian kemarin akan berakibat fatal. Bagaimana jika dia hamil? Bagaimana jika dia menikah nanti dan suaminya menuntut kesuciannya yang telah direnggut Bimo?Gadis itu terus menangis sampai akhirnya tertidur.***Akhirnya Anggi memutuskan untuk menutup hatin
Sinar matahari pagi masuk lewat jendela kamar dan menyentuh mata Anggi. Pagi itu Anggi merasakan badannya pegal-pegal, mungkin kecapean karena kemarin dia habis membersihkan rumah. Biasanya Mba Jum setiap pagi datang untuk membantunya mencuci dan menyetrika pakaian, juga untuk menyapu dan mengepel lantai. Tapi kemarin dia ijin karena anaknya sakit, terpaksa Anggi yang mengerjakan semuanya sendiri. Sekarang baru terasa capeknya. Badannya pegal-pegal semua. Rasanya malas untuk turun dan tempat tidurnya. Anggi membuka matanya, lalu dia terpejam lagi sambil menarik selimutnya."Bangun, sudah siang," terdengar suara berat suaminya."Badan aku sakit semua mas, biarkan aku tiduran sebentar lagi. Hari ini kan hari libur, kamu nggak ke restoran kan?""Aku mau ke stasiun jemput papa dan mama, hari ini kan mereka datang dari Bandung. Emang kamu lupa? Atau kamu sengaja nggak mau menyambut kedatangan orangtuaku?""Ya ampun, mas, aku bener-bener lupa. Kenapa sih kamu s
Wira Adi Winata, seorang pengusaha kaya yang tinggal di Bandung. Badan tegapnya masih terlihat di usianya yang sudah lebih dari setengah abad. Senyumnya ramah. Tapi sorot matanya terlihat tajam mencerminkan kalau dia seorang yang tegas dan berwibawa. Sosok dan pembawaannya sangat mirip dengan Arga. Sedangkan istrinya Lusiana Andita, seorang wanita keibuan. Tutur katanya lemah lembut. Senyumnya semakin manis dengan lesung pipi di kedua pipinya. Anggi sangat mengagumi mama mertuanya itu. Dia ingin jadi istri dan seorang ibu seperti mama Lusi.Anggi bergegas keluar menyambut kedua mertuanya. Dia langsung mencium tangan papa dan mamanya. Dan Bu Lusi pun langsung memeluk menantu kesayangannya itu."Mama kangen sama kamu, sayang," bisik mama di telinga Anggi."Aku juga kangen banget sama mama, maaf ya ma, aku udah lama nggak nengokin mama sama papa," balas Anggi masih dalam pelukan mama mertuanya."Tidak apa-apa
Siang itu matahari sangat terik. Udara terasa sangat panas. Hari itu rencananya Anggi mau belanja bulanan ke supermarket. Tapi rasanya malas untuk keluar rumah di panas yang terik seperti ini. Akhirnya Anggi hanya duduk-duduk di kamar sambil membolak-balik halaman majalah yang daritadi ada di pangkuannya, tanpa sedikitpun dia baca. Pikirannya melayang kemana-mana. Dia teringat bapak dan ibu, tiba-tiba rasa kangen menyerang batinnya. Dia juga kangen Bimo. Laki-laki yang sangat lembut dan yang bisa membuat Anggi merasa sangat nyaman setiap ada di dekatnya. Ah, tanpa terasa dia mendesah untuk membuat hatinya sedikit lega. Bimo sangat berbeda dengan Arga. Arga dingin dan selalu berusaha membuat dia sakit hati. Apa karena dia merasa aku telah membohonginya sehingga dia bersikap seperti itu? Apa sebenarnya dia juga bisa bersikap hangat seperti Bimo? Ah sudahlah, jalani saja apa yang sudah jadi suratan takdirku. Mudah-mudahan saja nanti mas Arga bisa berubah. Batin Anggi pe
Beberapa menit melalui jalanan komplek perumahan tempat tinggalnya, mobil Arga mulai memasuki jalan raya. Saat itu jalanan masih agak padat. Mungkin banyak orang-orang yang baru pulang kerja, dan hampir semua dari kendaraan bermesin itu saling berebut celah sehingga menambah kemacetan lalulintas. Ada beberapa orang yang tidak sabar kemudian membunyikan klakson terus menerus. Belum lagi kendaraan umum yang mengambil dan menurunkan penumpang seenaknya, semua menambah kekacauan. Ada juga yang agak emosi dan selalu berdecak kesal. Mungkin karena mereka sudah lelah dengan pekerjaan kantor, ditambah lagi masalah-masalah di kantor yang bikin stres. Sungguh pemandangan yang tidak menyenangkan.Tapi berbanding terbalik dengan yang terjadi di hati Niki. Dia tidak mengerti dengan perasaannya. Kenapa dia merasa tenang dan nyaman berada di dalam mobil Arga. Apa mungkin karena mobilnya nyaman dan ber-AC sehingga membuat dia tidak terganggu dengan keadaan di jalan
Hari masih pagi ketika Niki sampai di restoran. Seperti biasa dia sampai lebih dahulu dari teman-temannya. Sengaja dia selalu datang lebih awal, 'biar bisa istirahat dulu' alasannya setiap ada yang bertanya kenapa dia selalu datang lebih awal. Dan juga dia bisa sarapan bubur ayam favoritnya yang setiap pagi mangkal di dekat restoran. Padahal setiap pagi mamanya selalu menyiapkan sarapan untuknya. Tapi dia tidak pernah menyantapnya."Kalau kenyang, nanti nggak enak saat di angkot, ma. Nanti aja sarapan di dekat restoran." Itu alasannya kepada mamanya setiap kali di suruh sarapan.Awalnya mama selalu memaksa sarapan di rumah, dengan alasan lebih higienis dan lebih hemat. Tapi karena alasan Niki cukup masuk akal, akhirnya mama mengalah dan membiarkan Niki sarapan di luar.Seperti pagi ini, Niki sedang duduk menunggu pesanan bubur ayamnya ketika dia melihat mobil Arga masuk ke parkiran restoran. Hatinya seketika itu juga
Anggi sampai dirumah orangtuanya masih agak pagi, karena memang dia berangkat pagi-pagi sekali tadi, biar tidak macet alasannya. Dan yang paling penting dia punya banyak waktu untuk bermanja-manja kepada kedua orangtuanya. Sudah kangen sekali dia dengan kedua orangtuanya, dan juga dengan masakan mamanya."Assalamualaikum." Anggi mengucap salam sesampainya di teras rumah orangtuanya. 'Sepi, pasti ibu sedang masak di dapur. Sedangkan bapak pasti sedang bermain dengan burung-burung peliharaannya,' pikir Anggi dalam hati. Ya, bapak memang memelihara beberapa jenis burung sejak bapak pensiun dan setiap pagi bapak rajin mengurus burung-burung peliharaannya, memandikan dan memberinya makan. Harum masakan dari dapur tercium sampai ke teras rumah, membuat Anggi makin kangen dengan masakan ibunya.Tidak ada yang menjawab salam Anggi. Tetapi Anggi tidak mengulanginya. Dia malah asik menikmati suasana halaman rumah. Ah, masih seperti