Andromeda hanya bisa memandangi pemandangan Ibu Kota yang begitu dipenuhi udara bercampur polusi. Di dalam otaknya tidak ada sama sekali pemikiran lain, selain dengan penyesalannya saat ini.
Yang dia pikirkan adalah apa yang semalam dia lakukan terhadap Kejora. Kesalahan, tetapi dia merasakan tubuhnya semakin mendamba. Dia harus bagaimana sekarang?
Heru datang ke tempat Andromeda. Sang tangan kanan itu membawa pekerjaan kantor yang dimilikinya. Menjadi berpindah tempat karena dia masih tak sanggup jika harus tiba-tiba berjumpa dengan Kejora.
“Jadi, apa maksudmu?” Andromeda masih membicarakan soal pekerjaannya yang menumpuk.
“Surabaya memiliki satu lahan krusial untuk membuka salah satu cabang perusahaan. Bapak mau saya meninjaunya? Saya rasa melebarkan sayap dan memiliki perusahaan sendiri bisa memperkuat pelepasan Bapak terhadap warisan Pak Kelvin.”
Mendengar penuturan Heru, Andromeda termenung. Ya
Tanpa Kejora ketahui, kalau Andromeda memutuskan untuk menghilang. Bukan menghilang kembali, melainkan mencari kebenaran yang masih dia ragukan sampai saat ini. Pria itu bertolak, menuju Utrecht, Belanda. Tempat di mana ibu kandungnya berada. Sekali lagi, dia ingin memastikannya. Memastikan agar dia bisa memulangkan hatinya meskipun dengan rasa sakitnya. Musim dingin yang berakhir rupanya berganti musim semi. Matahari yang lama tak menyiangi negara kincir angin itu kini sudah tak malu-malu untuk hadir tepat di atas kepalanya. Setibanya dia di Bandara Amsterdam. Tak sampai empat bulan, dia akhirnya kembali ke negara dingin ini. Masih dengan jaket tebal yang melindunginya. Suhu udara yang bahkan terbilang masih di bawah kenormalan udara di Jakarta membuatnya semakin terasa kesepian. Kali ini dia tanpa tangan kanannya. Dia hanya pergi seorang diri. Benci, tapi tak bisa melupakan. Itulah yang kini dirasakan Andromeda.
Pertanyaan yang membuat Rina mendongakkan kepalanya sekaligus jantungnya berdegup kencang. Matanya ikut memandang Andromeda yang kini menatap intens padanya. Tangannya ikut membeku, begitu mata pekat milik Andromeda memandangnya. Tidak ada satu pun kata yang bisa menyusun deskripsi bagaimana perasaan keduanya. Bercampur aduk. Dengan susah payah Rina menghirup oksigen dan bersiap menjawab pertanyaan Andromeda. “Mama … tak dapat izin itu semua. Mungkin, kamu membenci Mama karena alasan yang dibuat oleh mereka termasuk Ayahmu.” Rina semakin tesenyum getir. Dia mengusap lengan atasnya dengan salah satu tangannya yang lainnya. Benci? Andromeda bahkan bingung, perasaan bencinya malah surut begitu berjumpa dengan sang ibu untuk kedua kalinya, saat ini. Saat ini dia bahkan merasa menjadi anak yang paling durhaka, menuduh Ibunya sendiri yang tak mau berusaha untuk menemuinya. “Setiap tahun, Mama berusaha menghubung
“Ma, apa aku salah jika ….” Suara Andromeda tercekat. Kepalanya tengah berbaring dan berbantalkan paha Ibunya. Saat ini dia malah menjadi tak bisa tidur, memikirkan masalah yang sebenarnya. Apa lagi kalau bukan hatinya yang malah tertaut dengan Adiknya. Dia benar-benar menjadi bimbang. Di satu sisi dia ingin jujur, tapi kenapa malah dia yang sekarang tak rela. Hatinya masih tak mau dijamah akan sebuah rasa tulus untuk melepas. Yang terjadi hanyalah Andromeda memilih untuk tidur, membiarkan kenyamanan dari Ibunya yang benar-benar membiusnya saat ini. Dia masih tak mau memikirkan keadaannya. Dia hanya ingin menikmati rasa rindu yang teramat itu. Menikmati harinya menjadi satu dari sekian yang diingatnya untuk menjadi paling indah. Menemukan alasan bagaimana dia harus melepas masa lalunya dengan senyuman. Sekarang rasa sakitnya mulai berkurang. Namun, itu tak berlangsung lama saat dia pulang malah menjadi bahan pembicaraan k
“Untuk apa kamu menemui wanita itu lagi? Sudah kubilang bahwa kamu adalah pewaris keluarga Wijaya. Kau tak ada waktu untuk mengurusi hal begini,” ketus Laura yang masih melihat Andromeda diam, tapi gestur wajahnya sudah mulai kelihatan menahan emosi. Mata Andromeda masih melihat satu per satu bagian dirinya yang berada di Belanda. Dan sosok dia yang diantar di Bandara oleh Marje dan Rina. Bagaimana bisa? Ah, dia lupa! Bahwa wanita tua yang sombong ini memiliki banyak kuasa untuk mengendalikannya. Kelvin masih diam. Dia tak bisa menimpali ucapan Ibunya sendiri saat ini yang memang sedang berusaha mengendalikan kehidupan putranya. “Kau juga? Apa kau tak pernah becus mengurusi putramu sendiri?!” sentak Laura yang kini menyalahkan Kelvin. “Kau adalah pewaris utama, jadi jangan pernah berpikir untuk mengunjungi orang-orang itu lagi. Aku serius dengan ucapanku. Dia hanya akan membawa dampak buruk bagi kehidupanmu, Andro.” Bahkan masih
Anggukan kepala Andromeda menjadi tanda keseriusannya. Pria itu masih memandangi Kejora yang nampak bimbang. Itu artinya, tak akan bertemu sesering ini dan … LDR? Kejora merasa belum siap untuk itu. “Proyek yang kamu kerjakan kemarin sudah selesai?” tanya Andromeda. Kejora mengangguk. “Kalau kamu bekerja denganku, mau?” Pertanyaan macam apa itu? “Kenapa?” Pertanyaan itu akhirnya lolos juga dari bibir Kejora. “Aku butuh pekerja berpotensi untuk bisa mengembangkan perusahaanku.” “Jadi, aku berpotensi untuk melakukannya? Bukan karena aku pacarmu dan kamu tak mau kita berjauhan?” tebak Kejora. “Alasan pertama dan kedua, ada padamu,” kekeh Andromeda sambil berdiri lantas mengecup pipi Kejora dan menaruh piring kotornya. Kejora masih bingung, dia saja baru tahu soal Andromeda yang memutuskan hubungan kekeluargaannya. Bagaimana dengan dia yang hanya sebagai kekasih baru tahu? Mengejutkan! “Aku pe
Kejora tersenyum, dia memandangi beberapa berkas kenangannya saat ini. Dia benar-benar akan berhenti. Dua minggu yang lalu dia menyerahkan surat resign dan beruntung mendapatkan penggantinya dengan cepat. Dia menaruh barang pribadinya di dalam kotak besar yang siap dia angkut. Karyawan penggantinya pun menghampirinya. “Bu, ini sudah semua?” tanyanya. Kejora menoleh dan tersenyum. “Selamat menempati meja saya,” ucapnya sambil mengulurkan tangan. Karyawan baru yang masih polos itu pun tersenyum dan menjabat tangannya sumringah. Namun, baru saja Kejora tersenyum ceria. Seorang CEO, Ayah dari Andromeda datang mencarinya. Mendatangi tempat karyawan dengan langkah kakinya membuat semua orang menengok pada Kejora. “Saya dengar kamu akan resign? Maukah kamu menemani saya dulu?” ujar Kelvin. Sementara Kejora bingung bukan main, dia merasa aneh dengan kedatangan Kelvin. “Ah, iya Pak terima kasih,” jawabnya denga ragu-ragu.
Tangisan Kejora masih berlanjut begitu dituntun ke mobil Rega dan duduk di dalamnya. Rega hanya bisa diam saja, membiarkan adik sepupunya itu menangis sampai puas. Sepertinya ada satu kejadian sampai membuat gadis introvert itu menangis hebat tanpa ada niat berhenti. Rega hanya menunggu, membiarkan tangisan gadis itu menjadi musik di dalam mobilnya sementara dirinya hanya bermain ponsel aja. Udara malam yang dingin dan menusuk tulang, dengan sepoi angin yang membawa pesan seolah menyelimuti malam ini, seorang gadis yang duduk dengan pakaian yang berantakan. Bulir keringat juga mulai membasahi kening dan lehernya. Napasnya terengah dan air mata mengalir di pipinya, dari mata indahnya yang berwarna coklatkaramel. Bahkan sudah tidak ada air mata yang bisa dikeluarkan, tapi Kejora masih saja menangis tersedu sedan. Hatinya masih merasa terkejut, terpukul dan terguncang hebat sampai rasanya dia sudah tak sanggup untuk bisa diam
Ting tong ….Ting tong ….Gadis itu berdiri cemas, berdirinya bahkan terasa goyah dan tenaganya sudah terkuras banyak. Dapat dibilang dia sudah meninggalkan separuh nyawanya semalam. Dan sekarang dia hanyalah seonggok daging dengan rasa sakit yang dideritanya.Cinta?Bahkan dia sudah tak bisa mendefinisikan apa cinta itu, terlalu buram dan kabur sampai-sampai rasa yang jelas dia tahu adalah sakit. Sakit merasakan kejutan luar biasa untuknya.Matanya memandang memohon, agar pintu itu terbuka cepat. Dia kalut dan takut. Semuanya masih buram baginya, tapi dia merasa kalau sekarang seseorang yang dia temui memiliki jawabannya.Cklek!Pintu yang terbuka menampilkan wajah Rega yang masih mengantuk. Dia mematung begitu melihat siapa yang datang.“Kejora?” ucapnya dengan suara serak khas setelah terbangun dari tidur.Kejora meringis. Dia mengganggu pria itu.