Flashback on
“Aku tak membuang waktu untuk berpacaran seperti ini, jadi mari kita putus,” tegas gadis dengan sweeter tebal yang membalut tubuhnya.
Musim sudah berganti menjadi dingin, badai salju sering turun dan matahari sering lewat begitu saja, enggan untuk tinggal lebih lama.
“Maksudmu berpacaran seperti ini? Karena aku meminta kita melakukan seks?” Pria dengan rambut blonde itu memandang tak percaya kepada Kejora yang tengah mengangguk, memberikan jawaban untuknya.
“Kau gila! Siapa yang tahan tak melakukan seks huh?”
Ya, Kejora tengah meminta putus hubungan dengan pria berdarah Italia itu. Jelas-jelas dia menolak untuk tak melakukan seks, dan pria itu memaksa.
“Tinggal di Eropa memang seks itu bukan hal tabu, tapi tidakkah kau menghormati keputusanku tentang prinsipku? Aku jengah denganmu.”
Kejora bahkan berani menatap bosan sang pacar tanpa rasa takut sedikit pun. Pas
Saat itu Kejora menangis hebat semalaman. Usai sampel penelitian guna kelulusan sarjana yang dia kejar pun tersisa serpihan-serpihan di lantai saja. Dia menangis hebat begitu mengingat sampelnya terlempar ke lantai karena ulah seseorang.Bagaimana dengan kecerobohannya membuat pria itu emosi. Dan berujung mengenai sampel berharganya yang tak bisa ditebus uang dan menghabiskan banyak waktu baginya. Dia tak bisa dihibur meski Marje, ayah tirinya membujuknya dengan cincin mahal pun tak akan bisa menghentikan tangisnya.Dia hanya menangis di dalam flatnya. Berkat membujuk ibunya, dia berhasil menempati flat bersama teman-temannya.“Kau kenapa Sayang?” tanya Giovanne, pria gemulai yang tinggal bersamanya. Duduk di sampingnya yang menangis ditutupi bantal.Ciara menatapnya meringis. Giovanne bahkan tak tahu penyebabnya.“Apakah kau ingin makan sesuatu? Biarkan aku memasak untukmu?” bujuk Giovanne kembali. Pria itu ba
Mengingat masa lalu bersama orang yang pernah menjadi salah satu tokoh di dalam kehidupan kita bukanlah hal yang terlalu mudah dilupakan. Termasuk tentang siapa yang memiliki label ‘mantan’. Kejora menatap foto-foto lawasnya sembari menunggu Andromeda yang tengah mandi, menetralkan hawa tubuhnya yang panas bukan main usai memporak porandakan Kejora. Jelas saja, tak mudah menghentikan sesi yang membakar jiwa itu. Bahkan Kejora masih mengingat jelas rasa dan sensasinya. Lidahnya menjilati bibirnya sendiri yang dirasa kebas akibat hisapan yang dilakukan Andromeda. Pikirannya mengambang diiringi tangannya yang menyentuh dadanya, merasakan degup jantung yang kian berdebar tak ada hentinya. Bahkan dapat dirasakannya wajahnya memanas dan merona. Semakin banyak darahnya mengumpul di pipinya ketika otaknya berkelana terus menerus pada kejadian satu jam yang lalu. Benar-benar semuanya bukan ekspektasinya hari ini. Andromeda
Kejora mengumpat pada Andromeda. Dia benar-benar tak habis pikir kalau pria itu akan membeberkan semuanya kepada Kania dan Adam. Dia mengumpat dalam hatinya saat Kania dan Adam duduk di hadapan mereka berdua.Sebelumnya, dia dan Andromeda bersiap pergi dan … lupa dengan janji Kania dan Adam yang akan mengajaknya pergi, jalan-jalan.***“Mau dipesankan sarapan tidak?” tanya Andromeda sedikit berteriak saat melihat Kejora yang berlari menaiki tangga.“Pesan saja, malas masak!” balas Kejora dengan tak kalah kencangnya.Gadis itu terburu-buru untuk mandi karena rencana dadakan yang tercetus dari mulut Andromeda. Ya, Andromeda adalah gambaran kehidupan yang spontan, tak terencana bahkan tak diinginkan sekali pun pasti akan datang.Kejora hanya bisa senyum-senyum sendiri begitu mengingat malam mereka yang indah. Bahkan dengan memikirkannya saja, dia sudah merasakan degupan jantungnya yang menggila.
Berbeda dengan Andromeda dan Adam yang masih bersitegang saat ini. Melihat keberadaan keduanya yang kini hanya berdua di rumah Kejora. Sedangkan pemiliknya sudah diajak pergi oleh Kania, sahabatnya.“Bisa kau lepaskan tanganmu Bung?” desis Andromeda yang masih berusaha mencegah tangan Adam mencekiknya.Adam sendiri semakin merasakan emosinya naik karena tatapan meremehkan di netra milik Andromeda. Dia semakin menarik bibirnya lurus, rahangnya mengetat seiring dengan rasa geramnya.“Aku tak pernah mempermasalahkan siapa yang dekat dengan Kejora. Tapi, tidak denganmu,” tuduhnya.Andromeda mulai meningkatkan tenaganya, mendorong tubuh Adam untuk menjauh.“Memang kenapa? Salah jika aku menyukainya huh? Kau siapa? Hanya pacar dari sahabatnya saja, tak bisa ikut andil dengan apa yang dilakukan oleh Kejora!”BUG!Satu pukulan kembali melayang, mengenai sudut bibir Andromeda sampai kepalanya t
Andromeda yang baru saja memarkirkan mobilnya di pelataran Lounge hotel sudah dihadang oleh Adam. Dia tak menyangka akan bertemu dengan pria dari sahabat pacarnya sendiri. Pria itu bahkan mengikutinya?“Tak kusangka kita bertemu di sini,” ujar Andromeda masih dengan nada arogannya.“Aku tentu tak bisa melanjutkan untuk menghajarmu jika kedua wanita itu ada,” balas Adam dengan nada dinginnya kembali.“Jadi, kamu masih mau beradu tinju denganku? Aku tak masalah dengan itu. Tapi, biarkan aku menyelesaikan pekerjaanku dulu.”Sebetulnya Adam tak akan mengajak Andromeda kembali bertengkar. Karena, dia juga sudah tahu jawaban yang dimiliki Kejora. Dia hanya ingin meminta komitmen Andromeda pada Kejora saja, ingin tahu seberapa seriusnya Andromeda pada Kejora.Adam memperhatikan bagaimana cara Andromeda berinteraksi dengan orang lain soal pekerjaannya. Tidak ada sikap yang terlihat sara saat dia memperhatik
Berkencan menjadi satu hal yang baru bagi Kejora. Dia yang tak tahu menahu soal bagaimana kencan ala Asia tentu banyak bertanya pada Kania. Ya, seharusnya bertanya. Namun, yang ada di malah mengangguki ajakan Andromeda untuk makan di luar.“Kamu memang mau makan apa?” tanya Kejora.Kejora paham, piihan Andromeda pasti jatuh ke tempat terbilang bukan di pinggir jalan. Pria itu dan juga dirinya sama-sama berada. Bedanya hanya tempat tinggalnya saja yang berbeda, dia Belanda dan pria itu London.“Kalau dipikir-pikir, kamu lebih banyak menghabiskan waktu di mana?” Kejora masih memandangi Andromeda yang tengah mengendarai mobilnya.Matanya menelaah dari samping. Bagaimana postur Andromeda menggoda pandangan matanya. Sungguh, dia benar-benar terpesona dengan pose keren pria yang tengah menyetir. Dimulai dari tangannya, berotot dan nampak kuat. Lantas beralih pada mata yang fokus melihat ke depan. Tidak lupa bagian hair mess
Kejora menjadi senyum-senyum sendiri. Dia bahkan pulang dengan rasa senang yang tak bisa dia deskripsikan dengan baik. Sayangnya, dia ingin berbagi cerita dengan Kania. Namun, wanita itu tengah menangis tersedu-sedu di depan rumahnya.“Dah … hati-hati di jalan,” ucap Kejora yang bersiap keluar dari mobil Andromeda.“Sebentar Sayang,” sela pria itu sambil menyentuh punggung tangan Kejora.Kejora menatap bingung Andromeda. Namun, dia dibuat terdiam begitu merasakan benda asing di jari manisnya. Sebuah logam mulia dengan kilauannya yang indah, melingkar di jarinya dengan satu permata di tengah. Permata berwarna burgundy.“I--ini apa?” tanyanya dengan bingung.“Cincin. Masa kamu tidak tahu cincin?” Andromeda masih bisa membercandai Kejora.Namun, gadis itu diam dengan bibir rapat. “Andro ….” Cup!Andromeda memajukan wajahnya, mengecup kilat bibir manis
Kejora melihat Kania yang kini menguasai tempat tidurnya. Dia sudah bertelponan satu jam lamanya dan kini … dia bahkan tak memiliki tempat untuk dirinya tidur. Benar-benar sungguh mengenaskan ketika menghadapi orang yang tengah bersedih.Bahkan tubuh Kania sudah malang melintang, benar-benar si pembajak.Mau tak mau akhirnya Kejora memilih untuk menuju kamar lain. Kamar yang tak pernah dia tempati dan kini ditempati olehnya. Kejora seolah-olah tengah menyaksikan kilas balik, mengingat dia yang membawa Andromeda.Lama-lama ujung bibirnya pun mengulas senyuman. Merasa lucu mengingat saat itu.”Bisa-bisanya aku membawanya ke rumahku hanya karena Kania,” gumamnya seorang diri.Tangannya menyentuh sprei kasur yang belum sempat diganti olehnya, seolah-olah masih ada jejak Andromeda yang tidur di sana. Memikirkannya saja membuat Kejora merasakan hangatnya tubuh sang pacar.“Apa aku pernah berpelukan dengannya?”