Tak pernah ada yang bisa menebak bagaimana hubungan manusia di masa depan, bahkan satu hari keesokannya pun masih sebuah misteri. Gadis itu tak menyangka pada akhirnya dia tak mampu bertahan untuk tetap berada di jalur yang salah menurut pandangan manusia lainnya.
Dia hanya menghela napasnya. Melihat iba si Mbok yang ikut tak rela melepasnya. Padahal hanya lima hari mereka bertatap muka, tapi sekarang dia merasa tak bisa melihat wajah murung si Mbok.
Kejora tersenyum, dia meletakkan koper yang digeretnya. Berbalik menghampiri si Mbok yang berdiri di dekat pintu.
“Mbok?” panggilnya.
Wanita paruh baya itu bahkan menatapnya dengan pandangan paling tak rela saat ini. Semakin nelangsa dibuatnya. Kejora merangkul si Mbok dan mengucapkan terima kasihnya.
“Sampaikan nanti dengan Andromeda dan Heru ya Mbok? Jangan cari-cari saya, memang ini yang harus saya lakukan agar dia tak menderita lagi.” Gadis itu benar-bena
Suara berdecit dari roda mobil yang bergesekan dengan jalanan yang dilaluinya akibat injakan rem begitu kuat dan mendadak menghiasi suara sekelilingnya. Andromeda sudah berada di depan rumah Ayahnya.Dia segera turun, menutup pintu mobilnya dengan sekuat tenaga.BRAK!Bahkan dia sudah tak memikirkan kerusakan yang akan disebabkan oleh ulahnya itu. Yang dia pikirkan adalah apa penyebab dari kepergian Kejora.Hatinya bahkan tak bisa melepasnya sama sekali. Bukan orang lain yang harus melepaskannya, melainkan dia sendiri yang mendorongnya kalaupun itu adalah keinginannya. Bukan orang lain yang berperan pada kehidupannya.Matanya menatap nyalang pagar yang berdiri kokoh.“Buka pintunya!” sentaknya pada salah satu petugas keamanan yang selalu berjaga selama 24 jam di kediaman keluarga Wijaya.Mereka tahu siapa yang datang, tentu saja membukakan pintu demi pewaris utama yang katanya sudah menghapuskan nama Wijaya d
“Halo Sayang, are you ok?” Sosok pria paruh baya namun masih nampak bugar menghampiri Kejora yang baru saja menginjakkan kaki di dalam gedung bandara Amsterdam. Dia memeluk pria itu dengan erat, merindukan sosok yang bisa diajak bicara dengan tenang.Pria itu tersenyum lantas ikut memeluk Kejora tak kalah eratnya. Memberikan sebuah dukungan tak terlihat untuk menguatkan wanita itu saat ini.“Ik mis je, Marje,” ucap Kejora lirih.(Aku merindukanmu, Marje.)Bahkan dia tak kuat untuk menahan air matanya sendiri. Dia sudah lelah menangis namun saat merasakan pelukan hangat dari Ayahnya mampu membuat dia mengeluarkan seluruh rasa sakitnya. Dia mulai terisak di dalam dekapan hangat milik Marje.
Tok! Tok! Tok!“Jora, ayo makan,” bujuk Rina yang sudah merasa semakin khawatir akan keadaan putrinya yang memilih berdiam di dalam kamar setelah kemarin sampai di rumah.Marje menghela napasnya pelan, lantas kembali ikut mengetuk pintu kamar Kejora. “Jora, boleh aku masuk?” izinnya.Kejora masih saja terduduk dengan berselimut bedcover tebal di tubuhnya. Musim panas sudah berganti dengan musim gugur yang sebentar lagi membawa suhu lebih dingin dan hujan akan terus turun bahkan bisa berganti dengan butiran salju.Dia menghela napasnya, merasa bersalah sudah mengabaikan orang tuanya yang merasa khawatir dari kemarin. Memang dia mengabaikan perutnya yang meronta kelaparan dan minta diisi. Dengan segenap perasaannya, akhirnya dia mau bergerak.Menuju pintu dan membukakan pintu untuk kedua orang tuanya.Cklek!“Hm?”Melihat penampilan Kejora yang begitu tak baik membuat Rina terenyu
Siapa yang akan terima jika orang yang dicintainya menghilang tiba-tiba? Tidak ada. Yang ada hanyalah rasa marah dan ingin tahu kenapa dia ditinggalkan? Seperti Andromeda yang merasa dikhianati oleh orang-orang di sekelilingnya, termasuk tangan kanan yang sudah sangat dia percaya.Pria itu mengerang, dengan pengar yang begitu melanda kepalanya akibat dia meneguk minuman beralkohol dengan dosis tinggi dan meminumnya sampai sekarat. Dia tak pernah berpikir akan menjadi segila ini usai di usianya yang muda di London segila ini juga.Pria itu melihat sekelilingnya. Dia bahkan tak tahu tempat pulangnya berubah menjadi apartemen studio. Dan tubuhnya hanya berada di sofa, siapa yangMendadak ingatannya melayang pada kejadian semalam. Dia yang tanpa sadar hampir membuat nyawa pria itu melayang akibat emosinya yang tak terkontrol.Dia mengerang, merasakan sakit di kepalanya dan terasa begitu berat akibat hangover.Tapi kena
Dua tahun kemudian ….“Kamu yakin akan pulang?” Untuk kesekian kalinya, Rina terus bertanya soal Kejora yang akan kembali ke Indonesia, tempat yang memiliki kenangan pahit tentangnya itu.“Ma, please. You asked that yesterday, now you don’t need to ask it again, okey?” Kejora meraih tangan Ibunya, dia dapat melihat bagaimana wanita itu nampak mengkhawatirkannya.“You know what I mean Jora,” desah Rina lantas berbalik.Matanya jelas melihat lembar undangan yang ada di atas meja yang ditujukan kepadanya dan juga Kejora tentu saja. Dia kembali meresahkan keputusan Kejora yang ingin datang ke pesta pertunangan.Kejora kembali men
Kejora sudah turun dari pesawat, di balik kacamata hitam Rayban miliknya yang tergantung di hidungnya, matanya menatap sekelilingnya. Mencari seseorang yang katanya berjanji akan menunggunya dan menjemputnya.“Jora what are you waiting for?” tegur Rina yang melihat Kejora tak kunjung berjalan kembali.“She said will pick me up, I think she is lie now,” dengus wanita itu lantas menarik kembali koper miliknya.Banyak orang yang tengah menunggu penumpang pesawat sampai, mereka juga ikut menjemput dan menunggu. Sedangkan dia? Yang katanya berjanji akan menunggu tak kelihatan sama sekali.“Mungkin dia sibuk, dia memiliki pekerjaan bukan?” sela Marje yang menarik Kejora dan memeluknya erat.
“Kamu mau membeli gaun yang mana?” Suara sang Tante menyela kegiatan Kejora yang tengah kebingungan memilih.Kejora menoleh pada Inara, Tantenya. Dia menggeleng lesu. Dia tak terlalu memusingkan soal baju, tapi keluarga dari pihak ibunya yang terus mengajaknya pergi setelah pertemuan keluarga dan menyambut kedatangan mereka.“Tidak usah Tan, sepertinya gaunku masih baik-baik saja kok,” tolak Kejora dengan halus.Namun Ina menggeleng tegas. “Kamu harus memilihnya Jora, Wijaya adalah kesombonga. Tante enggak yakin mereka akan tersenyum melihat kedatanganmu dan Mamamu.”Kejora terdiam, dia tak paham kenapa semua itu begitu sensitif soal derajat keluarga, dia kembali pusing memikirkan gaun yang mana. Bukan soal harga, dia juga terbiasa dengan harga ribuan euro saat Marje memberikannya hadiah. Hanya saja, bukan tentang harga.Marje datang bersama Rina yang menyusul masuk ke dalam butik. Rina dan Ina suda
“Sudah siap?” Tangan Mike terulur pada Kejora yang keluar dari kamarnya.Wanita itu semakin cantik saat ini, berjalan dengan gaun indah yang dikenakannya. Tak lupa rambutnya tersanggul dengan anak-anak rambut yang dibiarkan menjuntai menghiasi sisi wajahnya.Wanita itu menatap Mike malu-malu, pria yang menjadi kekasihnya ini selalu tampan, apa lagi dengan jas yang dikenakannya. Menjadi warna yang serasi dengan gaun yang dikenakannya.“Dia cantik bukan Mike?” Rina memancing jawaban Mike.Tentu saja Mike tertawa dan mengangguk setuju pada Ibu dari kekasihnya. “Tentu saja, hanya orang buta yang tak bisa melihat kecantikannya, Tante.”“Kau sedang mengejekku ya?” Kejora merasa malu, dia selalu saja dipuji oleh Mike jika mereka bertemu seperti saat ini.Bersyukur wajahnya dipakaikan make up yang tak bisa melihat rona pipinya selain rona pipi buatan dari perkakas make up miliknya.