Malam itu Hagen memutuskan untuk turun beranjak dari ranjang. Dia menyelimuti Camellia hingga menutupi bahu telanjangnya. Cukup lama pria itu mengamati wajah terlelapnya yang nyaris tenggelam di atas bantal. Namun, sesuatu pun membawa pria itu untuk turun ke lantai bawah.
Dia mendatangi Frank yang kebetulan duduk di dalam ruang pertemuan. Dengan secangkir kopi dan cerutu, keduanya menikmati keheningan malam.
Jam dinding masih menunjukkan pukul delapan, tetapi Kastil Petunia seakan telah mati suri tanpa suara-suara pelayan yang mengisi. Mungkin saja karena Hagen sudah membebas tugaskan mereka sejak tadi, sehingga sebagian memilih ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
Dalam suasana tenang, dia menyeruput kopinya sembari menopang kaki pada sandaran di bawah meja.
Dan setelah keheningan itu berlalu, Hagen pun mulai bersuara.
“Amanda akan segera menikah.”
Sengaja Hagen tidak mengatakan hal itu dalam perjalan menuju ke Petunia, ka
Mata Camellia membuka ketika dia merasakan sesuatu yang hangat menyentuh punggung telanjangnya, dan saat itulah dia menyadari bahwa Hagen sedang berada di atas tubuhnya sembari terus mengecup-ngecup pelan di sepanjang tulang punggung hingga ke bawah.Rasa geli dan panas akibat kecupan itu membuat tubuh Camellia bergetar. Hingga dia tidak bisa menahan jempol kaki yang menekuk ke arah ranjang, serta jari-jemari tangan yang meremas seprei yang sedang dia tiduri.“Morning,” bisik pria itu dengan nada suara yang parau, membuat kelopak mata Camellia yang tadi bergetar pun membuka perlahan-lahan.“Mo-morning,” jawabnya terbata ketika merasakan sesuatu mendesak masuk di antara kedua paha. “Uhhh.”Dan saat itulah terdengar suara lenguhan panjang tertah
Hagen tersenyum pada Camellia begitu dia mendapatkan telepon yang mengabarkan berita kematian tersebut. Dia menarik belakang kepala gadis itu, lalu mendaratkan ciuman yang panjang di dahinya. Hal itu tentu saja membuat Camellia tersenyum dengan mata sedikit berkaca-kaca.Gadis itu berpikir bahwa Hagen sangatlah emosional setelah keluar dari rumah sakit. Mungkin, ada baiknya mereka sering melakukan kunjungan.Tetapi, senyum Camellia berubah menjadi ekspresi bingung ketika melihat ekspresi wajah Hagen yang seakan menahan marah.“Ada apa?” tanyanya pelan, sembari terus memegangi dada bidang pria itu.Sadar bahwa dia baru saja memperlihatkan ekspresi terbukanya, Hagen pun memperbaiki itu dengan senyuman yang baru, dan lebih meyakinkan.“Oh, tidak ada, aku hanya memikirkan pekerjaan. Kurasa aku akan menghubungi Athena nanti,” ucapnya, kembali mendaratkan kecupan di kepala gadis itu.Camellia yang mempercayai alasan Hagen p
Camellia sedang membereskan beberapa kotak-kotak paket yang datang beberapa waktu lalu. Dia tampak membuka bungkus dari kotak-kotak itu penuh dengan kehati-hatian, terutama pada benda-benda berupa perhiasan dan berlian.Sementara itu, Erlinda yang ikut menemani hanya bisa mengawasi dan membantu bila diperlukan.“Anda bisa mengatakan padaku jika membutuhkan bantuan,” ucap pelayan muda itu saat hendak pamit ke dapur.“Pergilah, aku bisa mengerjakan ini sendiri,” ucapnya, yang seketika meyakinkan Erlinda.Dan setelah kepergian pelayannya itu, Camellia pun melanjutkan pekerjaannya kembali. Tetapi, dia dikejutkan dengan panggilan dari Bella yang tiba-tiba membuat ponselnya bergetar.Melihat nama sahabatnya ada di layar, gadis itu pun tersenyum saat menyapa pada dering ke dua.“Bagaimana sekolahmu?” tanya Camellia tanpa sapaan pembuka, hal itu tentu saja mengundang tawa Bella.“Menyenangkan, tetapi
Camellia memetik sekuntum bunga Petunia yang baru saja mekar di taman. Cukup lama dia menatap bunga dengan kelopak warna merah muda yang berada dalam genggaman.Dengan pikiran berkelana, gadis itu seolah tidak menikmati keindahan bunga yang berada di hadapan. Matanya terlihat kosong dan hal itu tidak luput dari perhatian Blake Hagen yang sejak tadi mengawasi Camellia dari balkon ruang kerja.Pria itu berdiri dengan posisi kedua tangan berada di dalam saku celana, sedangkan tatapannya tidak sekali pun beralih dari sosok Camellia yang mematung di tengah-tengah hamparan Bunga Petunia.“Apa kau tidak menemaninya, Boss?”Suara Frank yang berasal dari dekat pintu membuat Hagen menghela napas sembari memejamkan mata sejenak. Ketika kedua kelopak matanya kembali terbuka, dia pun menggeleng pelan.“Kehadiranku hanya akan semakin memperburuk suasana,” ucap pria itu.Manik obsidiannya pun beralih pada cakrawala yang membentang d
“Princess.”Suara maskulin itu membuat Camellia berpaling. Langkah kaki gadis itu seketika terhenti, dan dia pun menghadap ke atas balkon, di mana Blake Hagen tampak bersandar pada railing dengan segelas minuman dalam genggaman tangan kekarnya.Awalnya Camellia memutuskan untuk kembali ke Kastil Petunia, dikarenakan angin kencang yang mulai berhembus, menandakan tidak lama lagi badai akan turun. Dan pada akhirnya, di sinilah dia. Tepat di bawah balkon yang sejak tadi menjadi tempat bersantai pria itu.“Apa kau sudah puas jalan-jalannya?”Pertanyaan bernada sederhana itu membuat dahi Camellia berkerut heran. Dan dari cara pria itu berbicara, Camellia pun tahu bahwa Hagen memiliki niat tersembunyi.“Apa kau ingin mengatakan sesuatu?” balas gadis itu, yang Hagen tanggapi dengan kekehan pelan. “Melihatmu yang setengah mabuk, aku yakin kau menginginkan sesuatu!”Delikan tajam yang Camellia lemparkan
Camellia mengelus pelan lengan Hagen yang melingkar di tengah-tengah tubuhnya. Kini, mereka berbaring di atas sofa dengan posisi pria itu memeluk Camellia dari belakang, sedangkan satu tangannya berada di bawah kepala gadis itu. Dan dengan sentuhan ringan, Camellia melarikan jari-jemarinya di sepanjang tangan kekar Hagen, sedangkan mata jernihnya menatap lurus ke depan, pada rangkaian bingkai foto yang terpajang di sepanjang dinding.Di antara mereka, hanya gadis itu yang terjaga. Bahkan, ruangan tersebut hanya diisi oleh suara napas pria itu, yang menghembus hangat ke balik leher Camellia hingga membuatnya terus terjaga.Melihat Hagen yang tidak akan bangun dalam waktu dekat, gadis itu pun segera bangkit dari sofa. Tanpa ada sehelai benang pun menutupi diri.Dia duduk sejenak, lalu menoleh ke wajah rupawan yang terlelap di samping.Dengan satu sentuhan pelan, Camellia mengelus permukaan dahi pria itu.Jari-jemarinya yang lentik mengikuti garis-gar
“Katakan padanya, aku masih sibuk,” ucap pria itu yang kembali melarikan bibir panasnya di sepanjang leher Camellia. Dia bahkan mengabaikan suara protes yang keluar dari mulut gadis itu.Dan, ketika Hagen hendak membalik tubuh gadis itu agar dapat menghadap padanya, tiba-tiba saja ketukan di depan pintu terdengar sangat urgent.“Tu-tuan, Mr. Bradwood tidak ingin pergi sebelum bertemu.”Mendengar dari nada bicara pelayannya itu, Hagen pun menyadari bahwa Jaxon Bradwood pasti telah berdiri di depan pintu. Seketika saja dia menarik diri dari tubuh Camellia, dan tanpa sadar tangannya memeluk erat tubuh feminim yang masih dibalut oleh selimut.“Damn,” gumam Hagen sembari mendengus kesal.Menyadari respon pria itu, Camellia pun mengelus pelan kedua lengan Blake Hagen yang melingkar di sekitar tubuhnya.“Temuilah dia, mungkin saja ada sesuatu yang penting.”Kepala Hagen pun kembali menoleh ke a
Jaxon hendak bangkit dari sofa, namun satu tangan Rey yang sejak tadi siaga menahan bahunya untuk kembali duduk di tempat semula. Reinforce Red Cage itu bahkan memberikan tatapan tajam yang meminta kepala organisasi itu untuk sabar menunggu. Tetapi, melihat gesture tubuh Jaxon yang gelisah dan bersiap untuk melintasi pintu, Rey pun menahan diri serta emosi.Dia merasa sudah cukup bersabar menghadapi pria-pria ini, namun tampaknya mereka terlalu hanyut dengan situasi yang terjadi.“Oh, ayolah, aku hanya ingin memeriksa ke sana sebentar,” ucap Jaxon, yang kesulitan melepaskan diri dari dua pria di setiap sisi sofa. Seolah-olah, dia tidak memiliki ruang untuk bergerak.“Apa kau pikir kami percaya?” dengus Danny, sembari menatap Jaxon dengan mata menyipit tajam.Gavin yang sejak tadi lebih menikmati minuman di meja bar pun ikut menyahuti.“Danny benar, memangnya kami percaya begitu saja setelah kau mengancam akan membunuh