Erlinda, Belle, dan Cintya melihat kedatangan Hagen dari arah pintu gerbang menuju parkiran, membuat ketiga pelayan muda itu saling menatap dengan cemas. Sedangkan Milo telah dibawa oleh salah satu penjaga ke sebuah ruangan, sehingga hanya tertinggal ketiga wanita itu saja.
“Apa yang harus kita lakukan?” bisik Belle, gugup.
Erlinda melirik padanya, dan dengan tenang memberi senyuman.
“Kembalilah ke dapur, biar aku atau Cintya yang mengurus.”
Seketika saja pelayan muda itu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Kakinya berlari cepat ke arah ruangan yang dapat dijadikan sebuah tempat persembunyian.
Kini, yang tersisa hanya Erlinda dan Cintya yang saling menatap cemas. Jelas sekali bahwa keduanya menyadari akan segera mendapat pertanyaan dan mungkin kemurkaan karena kelalaian.
“Kau kembalilah ke dalam, biar aku yang berbicara pada Tuan,” ucap Cintya, mencoba membujuk Erlinda yang memiliki sifat keras kepala.
“Blake!” pekik Camellia ketika Hagen mengendongnya dari atas ranjang pagi itu.Suara kekehan maskulin pria itu terdengar sampai keluar kamar, membuat Erlinda dan Belle yang sedang sibuk membersihkan lantai hanya bisa saling pandang sembari tertawa pelan. Keduanya cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan dan memberikan privasi bagi dua insan yang mungkin saja tengah bergumul di atas ranjang berderit.Frank yang baru saja tiba dengan segelas cangkir kopi dalam genggaman hanya bisa terdiam dan menghentikan langkah di anak tangga teratas. Telinganya menajam dan dahinya mengernyit begitu mendengar suara-suara dari master bedroom yang pintunya tertutup.Mata pria itu seketika tertuju pada Belle yang tengah menjinjing peralatan bersih-bersih. Sembari menarik napas lelah, Frank pun mengisyaratkan pada dua wanita di hadapan agar segera turun ke lantai bawah.“Dasar sial,” umpatnya, ketika lagi-lagi terdengar tawa cekikikan Camellia yang bercampu
Kehadiran Jaxon Bradwood membuat mood Hagen terganggu. Pria itu bahkan tidak henti-hentinya menatap tajam pada tamu yang tidak diundang. Dengan tangan berada di dalam masing-masing saku celana, Hagen menatap lurus ke arah pria yang duduk di sofa layaknya seorang tuan rumah.“Jangan memasang wajah cemberut seperti itu.” Jaxon tersenyum miring sembari mempersilahkan Hagen duduk di hadapan. “Duduklah, berdiri terlalu lama akan mengakibatkan kau anemia.”Ingin rasanya Hagen mendengus, tetapi dia menahan diri sembari menghenyakkan tubuh ke atas sofa. Tanpa sekali pun melepas tatapan yang melekat pada pria di hadapan, Hagen dengan terus terang menunjukkan rasa tidak senang.“Keperluan apa lagi yang membawamu terus menerus menemuiku?” tanyanya dengan kedua tangan berada di atas lutut. “Jika ini menyangkut Camellia, sebaiknya kau kembali saja ke Denver. Aku sudah bilang akan membicarakannya padamu ketika keadaan sudah lebih baik
Setelah seluruh tamu yang tidak diundang keluar dari Kastil Petunia, Blake Hagen pun memilih untuk kembali ke kamarnya dengan Camellia. Namun, langkahnya yang sudah mendekati koridor terhenti tiba-tiba ketika dia mengingat perkataan Rey Fredrick sebelum meninggalkan ruangan. Saat itu, Rey berkata tepat di telinganya.“Aku tahu kau merasa sangat sesak melihat Jaxon terlalu ikut campur, tetapi satu hal yang harus kau ketahui Hagen,” mulai Rey, sembari melirik ke arah Jaxon Bradwood yang baru saja keluar dari ruangan.Setelah merasa aman, dia kembali melanjutkan; “Selama ini Jaxon hidup tanpa keluarga, kecuali nenek yang membesarkannya, sehingga kehadiran Camellia sangat mengejutkan baginya. Dan tentu saja hal itu membuat dia sangat bahagia. Semua hal yang Jaxon lakukan lebih karena dia peduli pada Camellia, meskipun kau tidak akan pernah mengungkapkan identitas sebenarnya pada gadis itu, Jaxon mungkin merasa tidak masalah. Tetapi, setidaknya berikan dia
Perkataan Hagen seketika membuat tangan Camellia membeku di udara. Gadis itu bahkan tampak gamang dan kesulitan untuk mengalihkan pandangan dari wajah Hagen yang mengeras.Dari balik manik obsidiannya yang kelabu, tampak jelas semburat emosi melintas sambil lalu, dan semakin mempertegas perasaan yang telah pria itu simpan selama ini. Namun, senyuman samar yang dia berikan ketika menyadari perubahan wajah gadis itu seketika saja melunakkan parasnya.Dengan satu sentuhan di ujung bibir Camellia, Hagen hanya menatapnya lembut sembari membelai wajah porselin gadis itu yang enggan mengalihkan pandangan.“Aku sudah bilang sebelumnya, itu bukanlah apa-apa,” bisik pria itu, mendaratkan kecupan di dahi Camellia yang berkerut dikarenakan kerasnya memikirkan berbagai pertanyaan di kepala.Baru saja Hagen hendak beranjak dari ranjang, saat tiba-tiba gadis itu menahan tubuhnya agar tetap di tempat.Melihat kemana arah jemari lentik itu menyentuh, se
“Sampai kapan kau akan merahasiakan kehamilannya, Bos?” Frank yang baru saja keluar dari Kastil mempercepat langkah mendekati Hagen yang sejak tadi menunggu di dekat mobil metallic-nya.Mendengar pertanyaan yang bawahannya itu lontarkan, tentu saja dia menatap Frank dengan dahi berkerut heran.“Mengapa kau tiba-tiba memberiku pertanyaan demikian?”Wajah Frank pun berubah datar, dia hanya menatap Hagen dengan raut tidak setuju akan keputusannya untuk merahasiakan kehamilan Camellia.Sesekali dia menarik napas, sebelum akhirnya mengutarakan apa yang selama ini berada di dalam pikiran.“Kita tidak mungkin menutupi perutnya yang akan terus membesar ... Bos.”
Erlinda yang baru saja menyesap minuman akhirnya terbatuk-batuk keras sembari menepuk dada dikarenakan sesak. Bahkan Belle yang berada di sampingnya mencoba membantu dengan menepuk bagian punggung pelayan muda yang wajahnya mulai memerah dikarenakan kehabisan udara.Sementara itu, Cintya yang hendak melintasi ruangan nyaris saja terjerembab akibat perkataan mengejutkan Mae barusan. Entah mengapa sepatunya ikut terkejut hingga membuat kaki wanita itu tertekuk, mengakibatkan dirinya sulit untuk berjalan.Lalu, Camellia yang tadinya memegang rajutan tampak membeku dengan napas tertahan hingga pipinya memutih pucat.Tentu saja hal itu membuat pelayan yang tersisa menatap Camellia cemas.“Ow,” ringis Mae, tanpa sadar menepuk bibirnya yang telah lancang.
Tiga Hari Sebelum BadaiHagen membantu Camellia turun dari mobil. Keduanya disambut oleh anggota Red Cage yang tadinya sedang berkumpul di ruangan bar. Kedatangan mereka tentu saja mendapatkan sambutan ramah. Bahkan, Jaxon yang mendengar kabar bahwa Hagen datang ke Denver, terlihat jauh lebih antusias dari yang lainnya.Ayah dua anak itu menunggu di depan pintu dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Dengan senyum simpul, dia pun menanti keduanya hingga keluar dari mobil hitam metallic milik Hagen yang familiar.Dikarenakan, ini adalah kali pertama Camellia mendatangi tempat mereka. Sehingga, dia dan Red Cage berusaha memberikan gadis itu kesan pertama.Di dekat pintu, tampak beberapa wanita-wanita dari Red Cage berkumpul di sana.
Camellia yang sedang mengambil minuman dari kulkas dikejutkan dengan sentuhan hangat dari sepasang tangan kekar yang memeluk dari belakang. Lehernya terasa hangat dan tergelitik akibat hembusan napas beraroma mint.Tidak hanya itu, Camellia juga merasakan kecupan demi kecupan di sepanjang leher dan bahunya yang sedikit terbuka.Namun, menyadari bahwa mereka berada di sebuah gedung yang ramai akan orang-orang di ruangan sebelah, akhirnya Camellia pun mencoba melepaskan diri dengan memaksa sepasang lengan kokoh itu mengurai pelukan.“Jangan, Blake, nanti ada yang melihat,” bisiknya, sembari melirik ke arah pintu saat merasakan tangan Hagen yang terus turun hingga ke dekat payudara.Dengan cepat Camellia pun menepis, dan pelan-pelan dia menjauhkan tubuh mereka yan