Suara benturan keras tiba-tiba hadir di tengah-tengah kesunyian di dalam mobil. Sontak Chloe menoleh ke samping kirinya. Hampir saja terlonjak kalau saja dirinya tidak dengan cekatan sadar bahwa seseorang yang tengah menggedor-gedor kaca jendelanya adalah Grace. Juan yang tahu mobil kesayangannya diserang oleh seorang perempuan yang dipenuhi rasa khawatir akan nasib sahabatnya, hanya bisa mengedikkan bahu saat Chloe melempar tatapan padanya.
Chloe membuka pintu mobil. Perlahan berdiri dan seketika Grace langsung menyambar dirinya.
“Grace, hei.” Chloe berupaya melepas pelukan Grace. Beruntung masih ada mobil yang menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.
“Ngga mau! Sumpah gue khawatir banget sama lo, Chloe!” pekik Grace yang lebih tampak seperti ingin meremukkan tubuh mungil sahabatnya.
Terlebih dulu Chloe menyiapkan hati serta jantungnya sebelum benar-benar membuka chat dari Juan. Ditariknya napas panjang, diembuskannya perlahan, lalu dengan yakin dibukanya chat tersebut.Pak Grim: Chloe, besok pagi saya minta tolong kamu untuk ambil laptop saya di ruangan dan kamu siapkan presentasi materi perkuliahan yang udah saya sediakan di desktop. Materi pertemuan ke-6.Pikiran Chloe melayang. Isi kepalanya mendadak kosong. Ingin merasa kesal, tapi kepada siapa? Juan? Setiap kata yang dia tulis di dalam chat itu adalah haknya dia. Dia bebas mengetik apa pun di sana dan p
“Dasar jorok!” pekik Grace menggetarkan seisi kamar.“Hmmph.” Chloe mengelap sekitaran mulutnya. “Sorry, sorry. Lagian pertanyaan lo ada-ada aja.”“Lagian juga Pak Juan sampai segitunya khawatirin lo.”“Wajar kali, Grace. Gue itu lagi ikut kegiatan himpunan dimana dia adalah pembinanya. Ya, kalau ada apa-apa sama gue, bukannya wajar kalau dia panik?” tutur Chloe berupaya menormalkan segala sesuatunya.Grace menopang dagu. Berpikir. “Iya juga, sih,” jawabnya dan Chloe menghela napas lega. “Tapi, kalaupun dia beneran suka sama lo, kalian berdua cocok kok.”
“Oy, Chloe. Hari ini lo ada kuliah jam berapa?”Kedua telinga Chloe menangkap jelas pertanyaan Grace barusan, tapi apa daya kelopak matanya belum siap untuk terbuka. Rasa-rasanya masih ingin terpejam lebih lama lagi.“Chloe?” tanya Grace kembali. “Gue ada kuliah jam delapan nih. Udah mau jalan,” paparnya sambil memasukkan laptop ke dalam tas ranselnya. “Terus lanjut sampai siang.”“Hmm,” gumam Chloe semakin beringsut di dalam selimut. Memiringkan badannya menghadap jendela yang mana gordennya telah dibuka oleh Grace. “Gue kuliah jam sepuluh kok. Kelasnya Pak Juan,” ujarnya dengan volume suara yang seadanya.&
“Perbaiki analisis datanya sesuai dengan yang saja jelaskan tadi.”“Baik, Pak. Lalu, kira-kira saya bisa bimbingan lagi dengan Bapak kapan ya?”Juan menyandarkan punggungnya pada kursi. Tangannya menyilang di depan dada.“Ya, seselesainya kamu dan seyakinnya kamu ketemu saya.”Mahasiswa di depannya merapatkan bibir. Tatapannya lesu. “Baik kalau begitu, Pak Juan. Saya permisi dulu,” ujarnya membungkuk sopan, kemudian berbalik pergi keluar dari ruangan.Usai mahasiswa bimbingannya pergi, Juan menenggelamkan diri pada posisinya. Wajahnya mendongak dengan mata terpejam. Bimbingan skripsi adalah momen yang paling melelahkan juga paling menguras pikiran serta emosiny
Faktanya, Juan sekarang justru tengah berdiri di depan asrama Chloe.Bertanya-tanya untuk apa dia ke sini? Entah kenapa kedua kakinya justru melangkah tidak sesuai dengan apa yang sedang dipikirkannya. Padahal tadinya ingin segera pulang ke asramanya, tapi kakinya seolah menolak dan malah pergi ke arah sebaliknya.Juan menoleh saat seorang perempuan berjalan dari arah belakang lalu menembus dirinya. Melewatinya dengan begitu santai tanpa tahu bawa dia baru saja menubruk seorang dosen.“Ngga sopan,” celetuknya datar.Ingin berbalik pergi, tapi hatinya berkata mungkin memang ada baiknya dia menjenguk Chloe. Hanya sekadar untuk melihat bagaimana kabarnya. Toh masih sekitar jam setengah dua belas siang, Grace tentunya belum selesai mengiku
Pintu terbuka. Grace tergopoh-gopoh lari menuju Chloe. Melepas tas dan melemparnya asal. Juan yang tak sempat menghindar, lagi-lagi terhantam oleh seonggok tas ransel besar nan berat milik Grace. Matanya seketika memelotot ke arah Grace. Ingin mengeluarkan umpatan, tapi rasanya percuma. Grace tetap tidak akan mendengar.“Chloe? Hei.” Grace menepuk-nepuk pipi teman sekamarnya itu.Juan yang tadinya menepi, langsung kembali mendekat. Hanya bisa mengamati keadaan Chloe yang benar-benar tampak lemas seolah sekumpulan tulang yang menyokongnya melebur bagai logam yang terkena panas sekian derajat celcius.“Segera bawa ke klinik Grace,” perintah Juan selagi Grace masih sibuk membangunkan Chloe.“Aduh …, gimana nih?” guman Grace m
“Totalnya delapan puluh tujuh ribu, Pak.”Juan menyodorkan sebuah kartu debit ke seorang kasir yang tengah melayaninya. Biasa. Malam hari membuatnya lapar. Terlebih dia sedang ada banyak tugas koreksian kuis beberapa mata kuliah dalam rangka persiapan menjelang ujian tengah semester. Selain otaknya yang bekerja, perutnya juga bekerja. Jadi, Juan memilih untuk keluar dari kamar dan pergi menuju minimarket yang berada tak jauh dari asrama dosen.Saat tengah memencet tombol pin, ponselnya tahu-tahu berdenting. Dirogohnya ponsel di dalam saku celana panjangnya, lalu dilihatnya apa yang barusan membuat ponselnya berbunyi. Kalau ternyata hanya berupa pesan penawaran pinjaman, penawaran kartu kredit, dan lain-lainnya yang tidak jelas, otomatis akan langsung Juan ab
“Ini obatnya. Diminum setelah makan, ya,” ujar salah seorang perawat yang tampaknya sudah hafal dengan wajahnya.Jelas. Sudah dua kali Chloe datang ke klinik dengan kondisi yang tak wajar. Pertama adalah karena tenggelam dan yang kedua, sebenarnya demam itu bisa dikatakan penyakit yang wajar, kalau saja tidak ditambah dengan luka merah melepuh di sekeliling lehernya. Itulah yang menjadi tanda tanya bagi perawat juga dokter yang menangani Chloe. Jadi, selain obat demam, mereka juga memberikan Chloe semacam obat krim agar bekas pelepuhannya bisa benar-benar hilang.“Makasih banyak, suster,” jawab Chloe tersenyum.“Mudah-mudahan kita ngga ketemu lagi di klinik, ya. Lebih baik ketemunya di luar klinik,” ledek sang perawat dimana Chloe sontak tersenyum rikuh mendengarnya.