"Aku terima pertukaran itu. Aku bersedia memberikan kesempatan hidupku dengan Juan."
"Permintaanmu diterima."
Juan ingat ada cahaya terang saat itu dan seketika sosok Helena tak bisa lagi dia lihat. Menghilang di dalam dekapannya. Yang tersisa di sekitar hanyalah sekumpulan kabut tebal yang semakin lama semakin pekat dan mengubah situasi menjadi berwarna putih.
"Setelah ini kau akan kembali hidup, Juan. Pergunakanlah kesempatan hidupmu ini dengan sebaik-baiknya, sebab apa yang baru saja kau alami, merupakan sebuah anugerah."
"Aku tidak merasa bangga dengan itu."
"Bersyukurlah."
"Tidak. Kau pikir aku bisa menjalani hidup dengan
Ethan meletakkan kedua siku tangannya pada masing-masing sandaran tangan kursi. Jemarinya terangkat dan saling berkaitan. Penampakan Juan dan Ethan kali ini, terlihat seperti seorang karyawan di sebuah perusahaan yang tengah menghadap sang pimpinan. Terlebih cara berpakaian Ethan yang mendukung untuk dikatakan demikian, seperti mengenakan kemeja putih dengan bagian lengan tergulung hingga siku, lalu ditambah dengan vest berwarna abu-abu, celana kain berwarna senada, dan terakhir adalah sepatu pantofel mengilap."Kau benar," jawab Ethan cukup memancing luapan emosi Juan."Kau memang sama saja dengan para petinggi," sahut Juan menyindir."Dengarkan aku dulu." Ethan memohon dengan sangat. "Aku memang tahu siapa tepatnya wanita
Hari Sabtu yang dimaksud tiba. Sejak sang iblis muncul kembali di sekitar asrama, perasaan Chloe menjadi tidak pernah tenang. Pembawaannya selalu serba curiga. Terutama setiap kali ada orang—baik itu secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan—yang menatapnya dengan begitu serius, Chloe pasti merasa tidak nyaman. Dan yang paling parah adalah ketika ada seseorang yang berjalan di belakangnya. Rasa takut serta berbagai macam pikiran negatif mendadak menyelimuti dirinya di sepanjang jalan. Jujur hal seperti itu sungguh membuatnya tidak bebas dan terlihat aneh. Bertanya-tanya kapan semua ini akan berakhir?"Ngga. Gue ngga bolehin lo pergi sendirian." Grace memperingatkan. Tangannya dengan tegas menyilang di depan dada. "Kalau misalnya lo ngga mau ikut acara penutupan pekan olahraga, ya udah, lo bisa di dalam kamar aja. Seenggaknya gue tau lo ada di dalam kamar. Lebih baik dari pada tau lo pergi
Sebetulnya Chloe sudah menyadari hal tersebut—bahwa dia adalah reinkarnasi dari Helena—tapi mendengar pembenaran dari makhluk yang tak seharusnya, entah kenapa cukup membuat rasa ketidakpercayaannya kembali memuncak. Memang akan lebih baik jika Alex atau bahkan mungkin Juan yang memberi pernyataan."Jadi aku benar …." Pergerakan Chloe tertahan oleh tembok. Rasa-rasanya tidak ada lagi jalan untuk pergi, kecuali kembali ke atas.Mike berhenti di samping Dokter Andrew yang masih berada di antara pikiran terkait perlu atau tidaknya mengikuti hasutan sang iblis."Ya!" seru Mike. "Kau adalah reinkarnasi dari Helena. Kau adalah wanita yang selama ini Juan tunggu dan dia tidak sadar itu. Bodoh. Sungguh malaikat maut yang bodoh. Kau dibiarkan olehnya datang seorang diri ke sini. Memberi arti bahwa di
"Selama ini lo cuma melihat bukti kesamaan yang tampak lewat mata lo, padahal udah gue bilang, ngga selamanya reinkarnasi akan punya fisik yang sama, Ju. Para petinggi juga pernah bilang kan, kalau yang mengalami reinkarnasi tersebut pasti akan sadar—Chloe pun akhirnya sadar—tapi dia lebih pilih buat bungkam, karena dia ngga mau ngerepotin lo lagi. Dia ngga mau jadi benalu di hidup lo. Dia memilih buat hadapin iblis itu sendirian."Juan membungkuk dalam diam. Kedua sikunya bertopang pada masing-masing paha. Kedua telapak tangannya memegangi kepala yang nyaris meledak akibat terlalu panas sewaktu menerima kenyataan yang sangat tidak dia duga. Bagaimana bisa dirinya tidak menyadari sama sekali? Di saat Chloe sudah ada bersamanya, di sampingnya sejauh ini, tapi Juan justru sibuk mempercayai ketidakpercayaannya hingga akhirnya memercayai orang yang salah.
"Oke, thanks, Grace," seru Juan segera berbalik pergi. Alex pun mengikuti."Tapi, Pak Juan—""Akan saya kabari kamu." Juan berujar selagi dirinya dengan cekatan melangkah menuju mobil Alex. Meninggalkan Grace yang masih dirundung dilema."Apa yang ada di pikiran lo, Lex?" tanya Juan memastikan. Biasanya jalan pikir Alex selalu bisa berjalan dengan baik ketika dihadapi dengan situasi sulit."Chloe bohong," cetus Alex mengutarakan apa yang dia pikirkan. "Gue nawarin diri buat ketemu jam 7, kalau misalnya dia memang berniat pergi ke rumah sakit itu untuk ketemu dokter, pasti dia bilang ke gue dan ngga perlu bohong dengan bilang mau pergi dulu sama Grace atau apalah. Dia pasti
Tidak peduli letak mobil yang asal di dalam basement, Juan segera turun dari mobilnya, dan pergi menuju area lift. Menekan tombol dengan angka lima belas dan menunggu sekian detik selagi lift berjalan naik. Berharap tidak ada penumpang lain yang menghambat pergerakan lift menuju lantai yang dimaksud.Lift berdenting. Pintu terbuka. Juan dengan cepat berlari menyusuri koridor apartemen yang sepi, kemudian berhenti tepat di depan pintu apartemennya. Tanpa perlu memasukkan pin yang menurut Alex konyol, Juan langsung memindai telapak tangannya di sebuah pemindai yang disediakan. Pintu pun terbuka."Chloe?" panggil Juan seraya mengedarkan pandangan. Namun, tidak ada tanda-tanda hadirnya seseorang di apartemennya.Hingga akhirnya
Remuk.Itu satu kata yang tepat untuk mewakili apa yang tengah Chloe rasakan di sekujur tubuhnya. Padahal baru membuka mata. Bahkan kelopak matanya saja terasa berat untuk terangkat. Terlebih ketika hendak menggeliat sedikit untuk menormalkan kembali kelenturan tubuhnya yang terasa kaku. Di situlah rasa ngilu langsung menerjang hingga ke ubun-ubun.Namun, terlepas dari semua rasa sakit itu … ada rasa nyaman. Chloe merasa hangat dan aroma di sekitar yang melesak ke rongga hidungnya berhasil menghadirkan ketenangan. Awalnya Chloe menikmati itu, tapi tak lama kemudian tersadar bahwa tidak seharusnya dia terhipnotis dan kembali memejamkan mata. Chloe harus bangun, sebab yang terakhir kali Chloe ingat, dirinya sedang tidak dalam situasi yang tepat untuk tidur.Chloe memantapkan matanya untuk terbuka. Sebuah
Setelahnya, yang bisa Chloe lakukan hanyalah tersenyum sepanjang waktu berlalu. Memperhatikan Juan yang tengah sibuk membuatkan sarapan untuknya. Seorang lelaki justru menyiapkan sarapan untuk perempuannya? Rasa-rasanya tidak ada yang salah. Dan, entah kenapa menyebut dirinya sendiri sebagai perempuan Juan … masih terasa janggal. Tidak bisa membuat Chloe berhenti tersenyum."Oke," cetus Juan selagi mencuci tangannya di wastafel. Setelah itu mengambil dua buah piring yang ada di dekatnya, lalu berjalan mengarah ke meja bar. Tempat Chloe menunggu. "Silakan dicoba."Chloe memandangi setumpuk pancake di atas piring. Setumpuk pancake yang dilumuri selai stroberi dan satu scoop es krim rasa vanila."Bukan sandwich lagi?" ta