Grace tergopoh-gopoh masuk ke dalam aula dari pintu belakang. Tangannya menenteng paper bag milik sebuah franchise makanan. Kepalanya mendongak, matanya beredar ke segala penjuru aula, mengecek ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari seseorang.
“Ke mana Chloe?” tanyanya pada diri sendiri usai tidak menemukan yang dia cari.
Oleh karena masih ada hal lain yang perlu dia kerjakan untuk acara penerimaan anggota himpunan, alhasil Grace berbalik untuk kembali pada tugasnya. Namun, seseorang tahu-tahu mencegat pergerakannya.
Grace berdengap. Matanya memelotot memandang Juan.
Terdapat jeda lumayan panjang sebelum akhirnya Juan menjawab pertanyaan Sam dengan berujar, "Untuk kali ini saya ngga ada ide."Sam merapatkan bibir seraya mengangguk paham."Oke," balasnya. "Maaf, Pak. Kalau pertanyaan saya agak aneh," lanjutnya setengah tertawa lalu segera pergi untuk mencari Chloe, barangkali, karena Sam terlihat khawatir ketika Thea mengatakan Chloe belum kembali.Tidak seperti pertanyaan Sam sebelumnya, di saat dia bertanya perihal apa Juan tahu di mana tempat yang menjual buku-buku kuliah versi lama, kala itu Juan memang berbohong, karena sebenarnya Juan tahu di mana tempatnya. Namun, untuk pertanyaan Sam kali ini, jujur Juan memang tidak tahu. Tidak terpikirkan olehnya di mana Chloe berada selain memang sedang berada di toilet dan mungkin, toilet di lantai lain. Hanya saja perihal sudah tiga
“Xander,” gumam Chloe lagi, sementara Juan masih mematung di tempat.Tanpa sadar—masih dalam keadaan mata terpejam—Chloe menggerakkan tangan kirinya menuju dada sebelah kanan dengan gerak lambat. Di situlah tangannya mencengkeram erat. Wajahnya meringis seperti tengah menahan rasa sakit. Ditambah dengan tangan kanannya yang melingkari perut dimana tak lama setelahnya terdengar rintihan pelan.Merasa ada yang salah, Juan akhirnya tersadar dari keadaan trans yang tiba-tiba menyerang. Mendekatkan lagi dirinya pada Chloe yang semakin merintih kesakitan. Apa mungkin ada masalah pada perutnya akibat belum makan sejak semalam?“Chloe,” panggilnya tanpa peduli akan membangunkan Chloe atau tidak. “Hei.” Bahkan Juan sudah menangkup pipi Chloe dan melepas kepalanya dari tembok.
“Maaf, Pak, mau tunggu sebentar? Saya ngga bawa dompet.” Chloe berujar pada supir taksi yang memandang ragu. “Saya pasti balik ke sini lagi kok.”“Oke,” sahut sang supir.Chloe pun turun dari taksi. Ide spontan berupa kabur begitu saja dari Juan membuatnya sadar kalau dirinya tidak membawa uang sepeser pun. Sadar-sadar sudah masuk ke dalam kawasan Seirios. Jangankan dompet, ponsel juga tas pun tidak dibawa. Chloe ingat tasnya masih ada di dalam aula dan ponselnya berada di dalam tas. Tergeletak di salah satu kursi yang ada di sebelah Thea dan Marie. Walau begitu, Chloe puas membuat Juan kelabakan. Tidak peduli dengan apa yang sekarang dilakukan lelaki itu, sekali-kali Chloe harus meyakinkan Juan bahwa dia sedang teramat sangat marah. Jangan terus-menerus kemarahannya dibayar lunas dengan perilaku Juan yang mendadak manis. Tid
Juan tidak mengerti. Tidak mengerti bagaimana Chloe akhirnya bisa menjauhkan diri darinya.Usai perempuan itu main kabur begitu saja sewaktu Juan mengajaknya ke sebuah restoran, Juan sadar kalau hari-hari setelahnya, Chloe terus menghindarinya. Setiap kali berpapasan di gedung jurusan, Chloe selalu mengabaikannya. Dan, itu berlangsung hingga pagi ini di dalam kelas. Biasanya Chloe selalu antusias ketika sudah tiba waktunya mengerjakan soal latihan yang diberikan Juan. Namun, untuk kali ini tidak begitu. Dia justru diam saja dengan wajah menunduk memandangi buku catatan ataupun menggerak-gerakkan pulpen di atas kertas hingga membentuk sekumpulan gambar abstrak. Duduk bertopang dagu seakan tidak ada semangat hidup. Bahkan sewaktu bertemu di antrean lift, Juan masih saja diabaikan. Memang Chloe sempat menangkap sorot mata Juan, tapi seketika dia melengos dan memutuskan pergi lewat tangga darurat.
Beberapa jam sebelumnya.“Hahahaha. Kocak banget sumpah! Coba liat yang lain.”“Emang bener-bener, ya. Sengantuk itukah dia bawain materi pelatihan? Sampai banyak yang pada tidur.”“Biasalah. Habis makan, diminta duduk buat dengerin materi, gimana ngga ngantuk?”“Itu sampai nganga gitu mulutnya,” cetus Grace tertawa geli. “Dicetak terus ditempel di mading depan oke pasti nih.”“Masuk departemen mana dia?”“Wirausaha kalau ngga salah.”“Wah kalau masuk humas, habis tuh orang gue bahas setiap kali rapat,” celetuk Radit sang Kepala Departemen H
Alex : Lagi di mana, Ju? Lagi mau jemput di mal, ngga sengaja lihat pemandangan ini.Sebuah foto dikirimkan oleh Alex bersamaan dengan satu kalimat chat yang awalnya sempat ingin Juan abaikan, karena telah berani mengganggu obrolannya dengan Raline. Orang yang mengirimkan chat, Alex pula. Biasanya dia suka mengirimkan pesan yang tidak penting.Fotonya tidak terlalu jelas, karena kelihatannya Alex memotretnya dari jarak yang cukup jauh. Mungkin sengaja agar objek yang tengah dipotret tidak tahu bahwa dirinya sedang difoto secara diam-diam. Meski begitu, samar-samar Juan tetap tahu kalau dua orang yang ada di dalam foto tersebut adalah Chloe dan Sam. Mereka berdua ta
“Makasih, ya, Kak,” ujar Chloe memberikan helmnya kembali pada Sam.“Iya, sama-sama. Gara-gara lo helm cadangan gue jadi kepake,” cetus Sam tersenyum menampakkan deretan giginya. “Dan mungkin suatu hari nanti helm ini bakal jadi punya lo.”Eh. Menanggapi pernyataan Sam yang memiliki arti tersirat, Chloe menunduk tersenyum memandangi kantong belanja yang tergantung di depan kedua kakinya.“Oke, kalau gitu sampai ketemu lusa di parade pekan olahraga.” Sam menyalakan lagi mesin motornya.Tanpa berkata apa-apa, Chloe hanya mengangguk pelan sambil menyampirkan rambutnya ke belakang telinga. Angin sore yang berembus begitu jail menghempas rambut panjangnya ke segal
Langkah kaki Juan yang beralaskan sepatu bot hitam berderap ringan di atas lantai marmer sebuah koridor rumah sakit. Sepanjang jalan dia telusuri sambil sesekali mengangguk singkat saat tidak sengaja berpapasan dengan para malaikat maut lainnya yang sama-sama sedang menjalankan tugas dari akhirat. Rata-rata, lokasi penjemputan yang paling sering didatangi oleh malaikat maut memanglah rumah sakit. Seakan tempat itu menjadi semacam tempat singgah atau markas atau pangkalan para malaikat maut. Tinggal duduk cantik di dalam rumah sakit, maka alarm penjemputan langsung membawamu ke ruangan yang berada tak jauh darimu.Jadi, jangan heran jika perawat atau dokter yang merawatmu dan berupaya sepenuh hati menyembuhkanmu, rupanya juga bertugas menjemput dan mengantarmu ke akhirat. Sebab kalian tidak pernah tahu siapa saja malaikat maut yang berinkarnasi menjadi manusia demi menyempurnakan hidupnya atau sekadar