Hari telah berganti. Dengan wajah yang kaku, Nindy berjalan menuju pintu utama perusahaan Adhitama Design. Tangannya menggenggam erat ponsel yang menampilkan pesan singkat yang Raka kirim semalam ketika ia sudah tidur. Pesan singkat itu sangat membuat Nindy marah. Tidak, dia tidak marah jika Raka memecatnya. Dia justru marah karena pria itu memecatnya secara sepihak tanpa mau mendengarkan penjelasannya sedikit pun.
"Mbak Nindy!" Satpam berusaha mengejar Nindy yang berjalan dengan cepat.
"Jangan tahan saya, Pak. Saya cuma mau ketemu Pak Raka sebentar."
Satpam itu berhenti dan mengangguk pelan. Dia sudah mendengar masalah internal yang terjadi di perusahaan. Entah dari mana semua karyawan mendengar berita-berita aneh mengenai Nindy. Namun dapat Nindy pastikan jika semua itu adalah fitnah.
"Nindy?" panggil Daffa yang baru saja keluar dari ruangan Ilham. "Kamu di sini? Gimana keadaan kamu? Aku baru denge
Ekspresi datar dari wajah Raka tidak bisa disembunyikan. Tidak ada lagi senyum ramah untuk para pekerja yang menyapanya. Hanya senyum tipis tak sampai mata yang ia berikan. Sepertinya Raka sudah lupa bagaimana caranya untuk tersenyum.Raka menghela napas kasar saat melihat kendaraan berat yang melintas di hadapannya. Kendaraan yang mengangkut besi-besi itu membuatnya teringat pada seseorang. Seorang gadis ceroboh yang anehnya ia percayai menjadi asistennya. Raka tidak habis pikir kenapa dia bisa mempercayai Nindy sampai sebegitunya mengingat masa lalu mereka yang tidak baik. Namun tidak bisa dipungkiri jika kerja Nindy selama ini memang bagus sebelum kejadian kelam itu terjadi."Ka, jangan ngelamun." Maya menepuk pelan bahu Raka.Raka mengerjabkan matanya dan bergerak mundur, mencoba memberi jarak pada kendaraan berat yang lewat. Dia tidak ingin kembali masuk rumah sakit."Udah ketemu Pak Anton belum
Penyesalan memang selalu datang terakhir. Tidak ada hal lain yang Raka pikirkan saat ini selain Nindy. Semua kesalahpahaman ini membuatnya tampak seperti orang bodoh. Dia malu karena telah mengambil keputusan secara sepihak, tapi dia tidak malu untuk mengakui kesalahannya.Sampai saat ini Raka masih tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Maya. Wanita itu sudah berubah. Dia berbeda dengan Maya yang dulu. Raka menyesal pernah berpikir jika wanita itu masih sama seperti dulu. Kekuasaan dan keserakahan telah menggelapkan hatinya. Raka tidak mengangka jika Maya bisa melakukan hal selicik itu.Mata Raka tidak beralih sedikitpun dari ponselnya. Dia masih berusaha untuk menghubungi Nindy. Sudah 30 menit dia menunggu di depan kost tapi gadis itu tak kunjung mengangkat panggilannya. Raka tahu jika Nindy marah, tapi apa yang bisa dia lakukan selain meminta maaf? Jika bisa, Raka ingin memutar waktu agar lebih mempercayai Nindy.
Bunyi ponsel yang berdering membuat Raka mengalihkan pandangannya. Dia kembali fokus menghabiskan air putihnya saat melihat nama Maya di sana. Tidak ada niatan sedikitpun di dalam hatinya untuk mengangkat panggilan itu. Hanya dalam waktu yang singkat, semua keadaan langsung berbalik. Yang awalnya ia mengabaikan panggilan Nindy, sekarang dia berubah mengabaikan panggilan Maya. Raka tidak suka dikhianati. Dia benci jika kepercayaan yang sudah ia berikan akan disalahgunakan. Dalam kasus ini, Maya adalah contohnya. Entah kenapa Raka baru sadar jika dia terlalu mengistimewakan wanita itu. Ucapan Ilham yang menohok membuatnya membuka mata lebar. Ponsel Raka berhenti berdering, tapi tak lama dia mendengar suara bel rumah yang berbunyi. Raka meletakkan gelasnya dan bergegas untuk
Rasa putus asa membuat Raka berbuat nekat. Sejak berada di dalam taksi hingga sampai di rumahnya, pria itu tidak mengalihkan sedikitpun pandangannya dari Nindy. Bahkan saat mengambil air minum pun, dia memaksa Nindy untuk ikut agar tidak kabur darinya. Raka benar-benar serius dengan ucapannya. Jika dengan menculik Nindy bisa membuatnya berbicara dengan leluasa maka dia akan melakukannya.Nindy menghela napas kasar dan berdiri dari duduknya. Dia ikut masuk ke dapur dan melihat isi kulkas. Dahinya berkerut saat tidak menemukan apapun di dalam sana."Seenggaknya kalau mau culik orang siapin makanan dong, Pak." Nindy menutup pintu kulkas dan bersandar di sana dengan lemas."Kamu laper?" tanya Raka geli.&
Telinga Nindy dengan aktif mendengarkan ucapan Raka. Dia langsung duduk tegap saat mendengar berita yang mengejutkan. Meskipun tidak bisa mendengar dengan jelas, tapiekspresi yang Raka tunjukkan saat ini seolah mewakili jika memang ada sesuatu yang terjadi.Raka menghela napas kasar dan memijat keningnya yang berdenyut, "Oke, Kakek jangan panik ya, tenang dulu. Aku bantu cari Nenek." Ucapnya mematikan panggilan."Kenapa, Pak?" tanya Nindy khawatir. Dia ingin memastikan apa yang ia dengar tadi."Nenek hilang."Benar dugaannya!"Kok bisa?" Nindy semakin khawat
Sudah lima hari hubungan Raka dan Nindy tak kunjung membaik. Raka masih berusaha untuk mencuri perhatian Nindy yang masih teguh pada pendiriannya, yaitu tidak mau memaafkannya. Raka harus banyak-banyak bersabar karena itu.Bukan bermaksud ingin menjadi orang jahat, tapi Nindy benar-benar tidak bisa lupa dengan apa yang pria itu lakukan dulu. Dia ingin membuat Raka mengerti tentang perasaannya yang sudah kehilangan semuanya.Seperti biasa, di jam makan siang Raka sudah berada di depan kost Nindy. Keadaan tangannya sudah membaik dan dia juga sudah mengendarai mobilnya sendiri. Meskipun begitu, Raka belum bisa melakukan pekerjaan berat dengan tangan kirinya.Raka keluar dari m
Raka mengetukkan jarinya di atas meja dengan tangan yang menopang dagu. Dia menatap kertas di depannya sambil sesekali melirik jam. Istirahat makan siang sudah hampir tiba dan Raka sudah tidak sabar untuk segera menyelesaikan rapat ini."Oke, kita akhiri rapat hari ini. Untuk kesimpulan dan list apa saja yang harus diperbaiki akan saya kirim ke Tomi. Kita istirahat sekarang."Raka merapikan kertas-kertasnya dan pergi menuju ruangannya. Lagi-lagi dia melirik jam yang melingkar di tangannya. Dia harus cepat atau seseorang akan kembali menghindarinya. Raka mendengkus memikirkan hal itu. Sudah berhari-hari berlalu tapi tidak ada hasil yang signifikan.Suara ketukan pintu terdengar, Raka menoleh dan melihat Ilham yang mema
Jam istirahat kantor telah tiba. Berbeda dengan hari kemarin, kali ini Raka masih sibuk di ruangannya. Dia tidak lagi panik seperti hari-hari sebelumnya. Ini semua karena saran Daffa. Setelah berpikir semalaman akhirnya Raka berniat untuk mencoba saran itu.Jujur saja, keberadaan Nindy banyak mengubah hidupnya. Yang awalnya biasa saja berubah menjadi luar biasa. Keberadaan gadis itu memang membantu, tapi kecerobohannya juga membuatnya terganggu. Salah satu bukti dari kecerobohan Nindy adalah tangan Raka yang patah.Pintu ruangan terbuka dan muncul Ilham yang menatapnya bingung, "Tumben itu pantat masih nempel di kursi?"Raka menatap Ilham sekilas dan kembali fokus pada pekerjaannya, "Lo mau pesen makan, Ham? Gue nitip