Matahari sudah naik bahkan sudah menembus tirai. Kulit Meira merasakan sinar itu menerpa dirinya. Hiasan yang begitu buruk menyemat wajah Meira. Mata panda dan keringat karena tak bisa tidur.
Ikan ikan itu terus tertawa. Seakan akan menertawakan sang pemilik mata panda itu."Dasar bedebah tak tahu diuntung!!!" Bukannya diam, Ikan itu terus saja tertawa. Hal itu membuat darah meira mendidih."Apa yang kalian tertawakan, huh?" Tanya Meira. Ia semakin mendekat ke arah akuarium tersebut, kemudian memasukan tangannya ke dalam akurium itu.
"Diobok obok air nya diobok obok ada ikannya kecil kecil pada mabok!!" Meira pun membuat gerakan memutar pada tangannya sehingga air dalam akurium itu bergerak tak karuan.
"Tolong!!! Ampun Ratu Meira...Ampun!!" Salah satu ikan berteriak kemudian diikuti teman temannya.
"Rasakan ini!! aku sudah menghentikannya sedari tadi! tapi...airnya masih saja bergerak," Meira tersenyum manis dengan menumpukan kedua telapak
"Saya akan mengumumkan bahwa saya akan bertunangan minggu depan" ucap Vartan di depan para pendengarnya.Meira terkejut. Bukankah pertunangannya dengan Vartan sudah dibatalkan? apakah dia bertunangan dengan orang lain?"Kali ini saya akan memperkenalkan wanitabyang membuat kalian sedari tadi penasaran" Degub jantung Meira semakin kencang dikarenakan ucapan Vartan tersebut.semoga bukan dirinya, gumam Meira.Namun Vartan selalu menatap kearahnya sehingga orang orang juga ikut menatap kearahnya."Wanitaku kau dipersilahkan masuk!" wanita berambut merah itu masuk setelah mendengar instruksi dari Vartan. Meira menghela nafas lega. Tapi tunggu, ia seperti mengenal wanita itu. Tapi dimana?.***Setelah pemberitaan yang dilakukan Vartan tadi. Meira kembali ke kamarnya guna mengingat ingat siapa wanita tadi.Setelah lama melamun, akhirnya Meira dapat mengingatnya."Dia adalah wanita sombong yang pernah merendahkanku sewaktu lomba
"Aku sudah membawa kalian! jadi setelah ke gunung merah, kemana lagi?" Meira sudah kelelahan karena ia sudah memutari gunung Merah yang dikenal dengan keajaibannya."Oh, kesana. bulan sabit telah muncul di awan emas. Portal sungai biru akan dibuka!!!" sontak Rere berkoar koar di karenakan dirinya yang sudah tak sabar lagi."Itu portalnya!"Meira berlari dengan hati hati karena ia ingat ia masih membawa tiga makhluk berisik ini. Akhirnya, Meira di suguhi oleh rasa penasarannya yang tak bisa dibendung lagi. Ia masuk ke portal dan terhenyak."Woah...." Meira menikmati keindahan sungai biru sehingga ia melupakan tiga makhluk berisik yang ia bawa."Nona Meira!! bisakah anda melepaskan kami? letakan kami di sungai itu!" perintah Riri."Iya, kami sudah tidak sabar,""kenapa kau melamun?"Seolah tak mendengar, Meira duduk di pinggir sungai yang menghadao bulan sabit. Di pinggir sungai sebelah kiri terdapat bunga berwarna kuning dengan
Meira kembali ke istana dengan pikiran yang penuh. Bagaimana ini? ia sulit mencerna semuanya. Ia pulang dengan gontai. Ia masuk istana dengan semua tenaganya. Belum lagi pemeriksaan ketat dari penjaga istana. Untung saja Meira sudah di kenal oleh mereka."Tak disangka orang yang kita bicarakan datang juga. Kau mau kabur kemana, huh!??" Belum lagi Meira sempat beristirahat ia sudah disuguhkan pemandangan yang tak enak. Menghabiskan waktunya saja."Menungguku, huh?" Meira menatap Sarah remeh. Sengaja ia ingin melancarkan rencananya. Kesempatan yang bagus untuk mempermalukan Sarah. Ada Vartan, Tera, Risa dan para dayang."Kau lupa ingatan? apa kepalamu terbentur karang?" sindir Sarah.Dengan wajah menantang, Sarah maju. Ia percaya bahwa banyak yang akan mendukung argumen darinya. Hanya saja ia merasa harga dirinya ciut setelah melihat ekspresi Meira yang setenang mungkin."Ada apa? kenapa kau marah padaku? aku baru saja kembali dan kalian
Pagi yang sangat indah. Indah bagi Meira yang sedang mengalami kemenangan. Bagaimana rasanya? Yah, rasanya bagaikan memenangkan lotre!Meira bangun. Bukan karena terpaan sinar matahari ataupun kicauan burung. Ia terbangun karena ingin bangun. Hebat bukan?Suara pintu terbuka. Rodiah datang membawa nampan yang berisi roti dan susu. Rodiah pun meletakannya di Meja."Susu yang segar. Apa ini baru diperah?" Tanya Meira sekedar basa basi.Rodiah duduk setelah Meira duduk. Bukan sifat Rodiah yang tak sopan, hanya saja Meira tidak ingin diperlakukan dengan embel embel ratu. Ia juga sudah tau dia ratunya disini."Aku tidak tau Nona Meira. Nanti aku tanyakan," Jawab Rodiah."Ah, kau ini! aku hanya bercanda!" Meira menepuk pelan bahu Rodiah. Hal ini sangat canggung. Karena memang jarang terjadi diantara ratu dan dayang."Kalau begitu, bawa aku berkeliling kota. oh, ya...sepertinya aku mau ke pasar!" Meira membuka lemarinya. Walau dia masih di i
Bug...satu tinjuan berlabuh.pak...satu tamparan melayang.bug..pak..bug..pak..Tinjuan dan tamparan bersatu.Kini mereka menjadi pusat perhatian pasar. Awalnya rakyat sedang menonton Vartan dan sarah memanah. Namun, berakhir mempertontonkan Meira dan pria bangsawan."Berani sekali wanita itu," seorang anak muda berbisik pada temannya."kalau aku akan sadar diri untuk tidak melawan,"Bisik bisik terdengar. Mereka yang tidak mengenal Meira akan menganggap Meira rakyat kelas bawah dengan pakaiannya. Mereka yang mengenal Meira hanya diam ketakutan."Hey, wanita! kau terlalu berani, ya?!" Pria itu menjambak Meira kasar. Namun, Meira meraih tangan pria itu dan memelintirkannya ke belakang. Meira pun menyeret paksa pria itu kehadapan orang banyak dengan keadaan tangan pria itu yang masih terpelintir."Kalian mau di perbudak oleh bangsawan ini?!!" setelah menghempas kasar pria itu Meira tanpa segan menunjuk pria
Dengan menahan Marah, Meira kembali untuk pulang. Namun, ditengah jalan ia bertemu sosok yang tak disangka akan ditemuinya disaat seperti ini."Ola...Harry... Sumpah, aku merindukan kalian!!" Meira pun berhambur memeluk 2 orang itu. Mereka yang dipeluk akhirnya memberikan peluk juga."Ah, Meira. Kau kemana saja. Kau pergi tak meninggalkan jejak sedikit pun. Oh, Ya! siapa wanita yang ada bersamamu?" Harry sedari tadi penasaran dengan wanita yang mengikuti Meira. Daripada ia mengurung rasa penasarannya, lebih baik ia bertanya."Oh, iya. Ini sahabat baikku. Perkenalkan Namanya Rodiah. Ayo Rodiah perkenalkan dirimu,""Nama saya Rodiah,""Saya Ola dan ini Harry,"Setelah berkenalan, mereka mengobrol ringan di tempat yang sejuk. Mereka bercerita tentang hal yang menurut mereka lucu. Sekali lagi, Meira tak menceritakan identitasnya. Hmm, sebagai ratu."Yang Mulia, kami mencari Yang Mulia kesegala tempat. Namun, kami menemukan Yang Mulia disi
Afroja. Yah, tempat dimana Meira bertahta. Dengan mahkotanya, sebagai identitas bahwa ia adalah pemimpin. Mahkota yang penuh kilau itu dipakainya. Jangan lupakan rompi kebesarannya. Ia berjalan menuju singasana dan duduk disana."Deas! Apa ada masalah disini selama aku tak ada?" Tanya Meira.Dengan berkeringat dingin, Deas berdiri dihadapan Yang Mulia. Bibirnya tergigit olehnya. Ia ingin berkata, tapi takut. Begitulah."sejauh ini tidak ada, Yang Mulia." Deas masih dengan posisi berjongkoknya. Ia masih was was dengan pertanyaan selanjutnya yang akan dilontarkan Meira."Aku tak yakin dengan itu. Sudah berapa kepala yang kau sikat?"Akhirnya pertanyaan itu keluar. Deas jelas sedang menahan tangis. Jika ia mati sekarang, siapa yang akan memberi makan anaknya?"T-tidak ada Yang Mulia. Negeri aman." Jawab Deas dengan gugup."Kalau begitu pergilah! Kau pikir aku bodoh! Lain kali jangan ulangi. Kau tau kan apa yang kau dapat jika melanggar p
Setelah mereka lama berkuda mencari penginapan, Akhirnya mereka menemukannya juga. Penginapan yang sangat mewah. Tapi, tunggu! Mengapa ada penginapan mewah di tengah hutan yang membara?Tanpa berpikir lagi, Meira memutuskan untuk masuk saja. Karena, sudah 5 jam mereka mengembara. Rodiah dan para pengikut lainnya ikut masuk setelah perintah Meira."Disana ada kamar yang Mewah, Yang Mulia. Apa kau mau beristirahat disana?" Tanya Rodiah"Aku dikamar biasa saja. Kita disini bukan untuk berlibur. Kamar kalian harus ada disebelahku. Aku hanya ingin menghindari bahaya buruk yang akan mengenaiku,""Rodiah, kau satu kamar denganku! bukankah kita sahabat?"Dengan tak enak hati, Rodiah akhirnya menuruti saja kemauan Meira. Daripada kepalanya yang menjadi sasaran?"Oh, ya. Rombongan Naomi dan dayang lainnya bagaimana?" Tanya Meira sebelum ia melanjutkan perjalanannya memesan kamar."Mereka menyusul, Yang Mulia. Merrka akan membawa tambahan barang