Di dunia berbeda, Maysa juga merenung. Saat ini dia tidak bisa lagi memilih hati Fandi, dia tak akan memberi hidupnya pada pria arogan seperti Fandi. Maysa hanya memikirkan tentang Arlesa yang sudah kecewa tanpa belum mendengarkan jawabannya.
Gala juga sudah tak menyetujui bila kakaknya melanjutkan hubungan dengan Fandi. Remaja itu tak bisa membayangkan hari-hari kakaknya berumah tangga dengan pria itu.
"Kak Maysa, sudah pulanglah. Biar aku saja yang jaga malam ini." Ujar Gala.
"Tidak usah, kita tutup saja. Lagi pula kita sudah banyak omset." Maysa melepas celmeknya.
Gala ingin menanyakan sesuatu. Ini yang sedari tadi mengusik jiwa penasarannya.
"Kak Maysa memang ada hubungan dengan Arlesa?" tanya Gala pelan.
"Belum ..." Sahut Maysa lemas.
"Belum?! Berarti akan?"
"Entahlah," Maysa tak mampu menerawang itu.
Gala tersenyum. Dia menilai Arlesa pribadi yang baik dan sopan. Jiwa dan cara bicaranya lembut bersikap. Jika
Setiba di jalan trans Sulawesi, Gus Alam menghentikan mobilnya, sebelah kiri mereka ada hamparan kebun kopi. Di sebelah jalan itulah, ada anak tangga yang menuju gerbang dimensi Wandara."Benar, disini tempat terakhir aku bermain dulu. Aku ingat, sungai kecil ini, dan tangga ini." Gumam Maysa."Kamu ingat sebagian, tetapi kenapa ingatan kamu di hapus oleh Panglima itu? padahal ada banyak manusia yang keluar masuk dari sini. Tapi ingatan mereka tidak di hapus. Aneh.." Gus Alam berusaha menyelidik.Gala memutuskan hanya menunggu di mobil saja. Dia takut bila sudah berhubungan dengan alam gaib.Gus Alam menuntun Maysa menaiki anak tangga itu, semakin naik melewati aliran sungai kecil."Tunggu disini, Maysa. Saya akan menciba membuka pintu dimensi wandara." Kata Gus Alam.Dia melangkah ke depan. Menangkupka kedua tangan ke dada. Matanya ia pejamkan. Batinnya menembus ke pintu gerbang utama. G
Di Istana Raja Garsan mencari keberadaan Arlesa, anaknya bungsunya itu sudah tidak ada di kursi kebesarannya. Mata Raja Garsan menyorot Ratu Risani, dia meminta jawaban atas perginya Arlesa secara tiba-tiba. Rexa mengetahui adiknya sudah menyeberang dunia lagi. Ini jadi tugasnya untuk menenangkan keadaan tanpa Arlesa. "Ayah, Arlesa terkejut dengan silisilah ini. Dia hanya keluar menenangkan diri," ucap Rexa pada Raja Garsan. Raja Garsan memahami itu. Sementara Rexa kembali ke tempatnya. Dia berencana untuk menyelidiki di balik silsilah yang mengejutkan ini. Di dunia manusia .. Gus Alam membawa Arlesa kembali ke Kota P, bersama Maysa dan Gala. Maysa dan Arlesa duduk di jok belakang. Sepanjang perjalanan, Arlesa mengenggam tangan Maysa. Wajah keduanya tak henti menyungging rona bahagia. Tetapi ada yang menganggu pikiran Arlesa, silsilah itu. Dia tak menyangka di dalam catatan silsilah kakeknya tertulis
Acara silsilah telah usai, Ratu Risani mengikuti Raja Garsan ke kamarnya. Ibu Arlesa itu juga tak menerima silsilah itu. Dia sangat tahu sifat Arlesa, anaknya tidak mungkin mau menikahi wanita yang tidak ia cintai. "Ayah, aku tidak yakin silsilah itu di terima oleh Arlesa," kata Ratu Risani. Raja Garsan juga gelisah, semua yang ada di silsilah itu merubah aturan yang ada di Wandara. "Itu salah satunya Risani, di tambah lagi pintu dimensi harus di tutup selamanya, bagaimana nasib rakyat kita yang sudah menikah di dunia manusia," ujar Raja Garsan. Dia menilik semua yang ada di silsilah itu, tak ada satu pun sama dengan yang di sampaikan oleh ayahnya, Raja Al Chamy. "Padahal, ayah pernah bilang, Arlesa akan di nikahkan dengan anak manusia, itu karena balas budi pada ayah Salim Imran." Raja Garsan sempat di beri tahu oleh Raja Al Chamy tentang pernikahan Arlesa kelak dengan anak manusia, namun kenyataann
Maysa mengajak Arlesa masuk ke rumahnya. Jujur, dia merasa minder sebab rumahnya tak sebagus rumah para tetangganya. Maysa membawa semua belanjaanya ke dalam kamar. Bu Rohma yang sedang menonton tv terkesima melihat perubahan penampilan Maysa. "Anakku, andaikan dari dulu kau begini, " ketus ibunya. "Iya, karena Fandi yang melarangku, Bu," ketus Maysa. "Dia memang tidak baik untukmu, kata Gala dia kasar sama kamu?" Maysa mengangguk. "Bu, di luar ada pacarku, namanya Arlesa, ibu temui dulu." Pinta Maysa. "Kau sudah putus dengan Fandi?" "Sudah." "Maysa, bisakah kamu jangan pacaran lagi, ibu hanya ingin melihat kau menikah," keluh Bu Rohma. "Iya, Bu. Di luar itu lebih baik dari Fandi, ibu keluar temui dia." Ibu Rohma menuju ruang tamu, tertegun melihat pacar baru
Malam hari, Rexa berpindah dimensi, saat itu dunia masih pagi, bersama kedua pengawalnya mereka mengangganti baju menjadi kaos biasa, tak lagi memakai style eropa modern. Ketiga mahluk wandara itu menyambangi Desa Salatiga, dimana Fitri berasal. Desa itu sudah ramai, tak seperti sepuluh tahun yang lalu saat terakhir kali Rexa kesana. "Pangeran Rexa, kita harus mulai dari mana?" tanya salah satu pengawalnya. "Uhs, jangan pakai nama pangeran, panggil Rexa saja, orang-orang disini semua tahu wandara, mereka bisa curiga," protes Rexa. Karena tak terbiasa, pengawal itu sangat sulit memanggil anak rajanya dengan sebutan nama biasa. "Itu rumah Fitri, kita kesana." Rexa menuju rumah Fitri yang sudah berganti yang dulunya hanya rumah kayu menjadi tembok bata. Dengan pelan, pengawal itu mengucap salam seraya mengetuk pintu. Di balik pintu yang terbuka ada nampak wanita tua penuh garis keriput. Matanya mengamat
Rexa tergugu. Tak ada yang bisa di bantahkan bila bibir sudah berbicara tentang cinta. Dia pun merasakan hal demikian tergila-gila dengan Fitri sampai sekarang ini. Rexa yakin, ini keputusan Arlesa yang tak bisa lagi di ganggut gugat."Lanjutkan, kakak dukung kamu."Bel rumahnya berbunyi lagi, saat Gus Alam membuka pintu, nampak Maysa sedang menenteng rantang."Maysa, pagi-pagi sudah datang, hm .. kau rindu pada jin muslimku, ya?" Gus Alam menggodanya."Aku bawa sarapan, ini dari ibu," sahut Maysa.Maysa di tuntun Gus Alam ke ruang tamu. Di sana Maysa terkejut dengan kehadiran ketiga pria lain yang lebih kekar lagi dari Arlesa. Melihay kehadiran Maysa, Rexa memandangi pacar adiknya itu dari ujung kaki hingga kepala, pantas saja adiknya itu jatuh cinta pada manusia, perempuab itu begitu anggun dengan kerudungnya , Maysa memang berbeda dari gadis yang ada di Wandara. Pikir Rexa."Dia Kak Rexa, ka
Malam pun tiba. Rexa dan Gus Alam masih meninjau rumah pak Hendra dari kejauhan. Rumah itu hanya terlihat Fandi yang sejak tadi keluar bersama mobilnya. Tak ada sosok bu Rosa dan pak Hendra. Karena lelah menunggu, Rexa memutuskan untuk turun dari mobil, di ikuti pula oleh Gus Alam. Mereka masuk ke rumah itu lagi. Sepertu biasa Bi Nasih mengendap-ngendap membukakan pintu. "Kebetulan, bu Rosa dan pak Hendra tak ada di rumah, mereka keluar kota. Tuan Fandi juga sedang keluar rumah," kata Bi Nasih. Gus Alam dan Rexa memakai mata batinbya menyelidik rumah itu. Ada satu ruangan dari rumah itu yang begitu panas menyambut mereka. "Pangeran juga bisa merasakannya?" tanya Gus Alam. "Iya, tidak di lantai ini, tapi ada di bagian bawah," sahut Rexa. "Kalau boleh tahu kalian siapa? kenapa mencari Bu Fitri?" tanya Bi Nasih. "Ka
Arlesa sudah tiba di rumah, dia melihat ada Rexa, Gus Alam, dan kedua pengawalnya sedang berunding di ruang santai. "Sudah kencannya?" tanya Rexa. Arlesa hanya tersenyum. Dia begitu bahagia hari ini bisa menghabiskan waktu bersama Maysa. "Kak, bagaimana dengan pencarian Fitri?" Arlesa balik bertanya. Kakaknya hanya bisa menghela nafas. Tak tahu harus menjawab apa, dia masih belum bisa memastikan apa Fitri baik-baik saja atau memang dia sudah meninggal. "Saya curiga, Ayah dan Ibu Fandi menyembunyikan Fitri, kami penasaran dengan ruang bawah tanah di rumah itu," ujar Gus Alam. "Benarkah, Pak Gus? kalau begitu kita memang harus cari cara agar bisa turun ke bawah," timpal Arlesa. "Caranya? sulit bila kita orang asing harus masuk ke rumah itu sesuka hati, tidak mungkin," tukas Gus Alam. Arlesa memikirkan sesuatu, Maysa lama berpacara dengan Fandi, tentu dia sering