Dan betapa terkejutnya aku melihat nomor tidak dikenal mengirimkan foto Clara sedang memeluk mas Andi!!!Aku mendadak oleng sehingga Nur perlu memegangiku agar aku tidak terjatuh."Ada apa Mbak Adel?" Nur memapahku, wajahnya khawatir."Aku nggak apa-apa Nur, mungkin pusing sedikit karena kemarin kehujanan," sahutku sambil memasukkan ponsel di saku seragamku lagi.Nur memapahku sampai menuju tempat parkir motor."Mbak Adel yakin kuat pulang sendiri?" tanya Nur saat aku mulai menaiki motor."Iya Nur, aku kuat kok, sekarang sudah hilang pusingnya, " sahutku tersenyum.Aku tidak mau membuat Nur khawatir dan memilih tidak memperlihatkan foto tersebut. Biar saja nanti aku konfirmasi sendiri pada mas Andi.Aku tidak boleh terburu emosi. Bisa saja Clara atau siapapun yang mengirim foto ini menginginkan pertengkaran kami.Tapi tidak semudah itu Fergusso, aku adalah seorang bidan yang mempunyai kesabaran tingkat kabupaten. Percuma saja kamu memancing emosiku."Ya sudah kalau gitu mbak Adel, say
Saat aku melepeh benda tersebut dari mulutku, aku terkejut karena benda itu adalah.....Sebentuk cincin emas cantik dengan permata kecil putih di tengah-tengahnya.Mataku membulat tidak percaya."Cin-cin? buat apa ?" tanyaku memandangi wajahnya."Buat mancing ikan, yaaa buat ngelamar kamu lah Honey, " jawab mas Andi tersenyum.Aku speechless."Ngelamar aku?" aku mengulang kalimatnya."Yaps, buat melamar bidadariku," sahut mas Andi yakin.Mas Andi meletakkan gitarnya dan menggenggam tanganku."Okay Adelia Nareswari, will you marry me?" tanyanya.Mataku mengembun. Setetes air jatuh dari kelopaknya. Tangan kananku yang memegang cincin tetap dalam genggaman tangan mas Andi, sedangkan tangan kiri menghapus tetes demi tetes air mata yang terjatuh."Lo, kok nangis sayang? kamu gak suka cincinnya ya? " tanya mas Andi padaku."Aku suka sayang, suka banget, cuma nggak nyangka aja," jawabku."Jadi jawaban atas pertanyaanku apa?" tanya mas Andi lagi.Aku mengangguk. "Yes, I will," sahutku."Makas
Aku merasa sangat pusing saat mencoba membuka mata. Tercium bau obat dan terlihat ruangan serba putih yang berada di sekelilingku.Kulirik jam dinding masih jam 03.30."Uughhh..., uughh," hanya itu suara yang bisa keluar dari mulutku.Kulirik di shofa samping tempat tidurku ada mas Andi yang berbaring dengan mata terpejam. Hendak membangunkan mas Andi, tapi aku tidak tega.Aku mencoba bangun dan duduk tapi kepala dan tubuhku terasa tertusuk-tusuk paku.Karena sakit disekujur badan, aku menyerah untuk berusaha duduk. Akhirnya aku memandangi langit-langit kamar tempat aku dirawat. Sepertinya bukan kamar rawat inap di rumah sakitku bekerja.Aku berusaha mengingat hal yang telah terjadi. Semalam aku sudah menyeberang jalan saat kondisi sudah kupastikan lengang dan sepi dari kendaraan yang berlalu lalang.Kemudian dengan perlahan aku menyeberang, tapi entah kenapa tiba-tiba ada mobil yang melaju kencang dan melanggar motorku. Sehingga menyebabkan aku terpental dan kepalaku terbentur aspal.
"Berikan ponselmu! " Seru Clara mendekati Nur.Tapi Nur segera berkelit menjauh dari Clara."Mau minta ponselku ? enak aja, bikinin dulu 1000 candi, weeeekkkk," Nur memeletkan lidahnya.Clara semakin naik pitam.Dia mendekati Nur dan menarik lengannya keras."Ayo berikan padaku ponselmu!" perintah Nur.Nur menggeleng dan tersenyum mengejek. " Udah aku sembunyikan, nggak bakalan bisa kamu nyarinya, weeeekkkk," sahut Nur lagi.Tapi dari ekspresi wajah Nur, terlihat dia menahan rasa sakit karena dicengkeram tangannya.Melihat Nur disakiti, aku tidak tinggal diam. Aku menggenggam dan mengangkat ke atas tombol nurse call bell yang ada disamping tubuhku."Hei Clara, kalau kamu menyakiti Nur, aku akan menekan tombol nurse call bell agar mereka mengusirmu," ancamku padanya.Clara mendelik lalu melepaskan tangannya yang mencengkeram lengan Nur dengan kasar.Nur memegangi lengannya dan meringis kesakitan."Baiklah, kalau memang punya buktinya, aku tunggu kamu melaporkan ke polisi, kita lihat si
"Adelia, aku cuma mau minta maaf atas perilakuku kemarin yang mengancam dan menabrakmu. Ini aku memberikan ganti rugi biaya rumah sakit dan perbaikan motormu. Kalau kurang, bilang saja, aku tidak akan menganggumu lagi," katanya menunduk.Aku terkejut dan melongo melihat perubahan Clara yang tiba-tiba ini.Berbagai pertanyaan terlintas di kepala. "Apa yang telah mas Andi katakan pada Clara, sehingga Clara meminta maaf padaku?" "Ka-kamu kenapa tiba-tiba minta maaf?" tanyaku heran."Lo, kan emang selama ini aku salah, jadi sudah kewajibanku dong minta maaf," sahut Clara.Aku mencubit pipiku sendiri. "Aaaawwww," sakit ternyata, berarti ini bukan mimpi.Clara mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Aku mengernyit. Takut kalau yang dia ambil adalah pistol atau sebilah pisau. Tapi ternyata yang dia ambil dari tasnya adalah sebuah amplop warna coklat dan tebal. Clara meletakkan amplop tersebut di kasur dekatku."Sekali lagi aku minta maaf sudah mencelakaimu, untuk ke depannya aku akan berusah
Aku sangat terkejut melihat kedatangan bapak dan ibuku. Tidak menyangka ada yang menceritakan tentang kondisiku yang kecelakaan pada orang tuaku."Ya Allah Nduk, kamu nggak apa-apa?" tanya ibu mendekatiku di sisi kiri ranjang.Bapak yang ada di belakang ibu, menutup pintu kamar kemudian mengikuti langkah ibu berjalan ke sisi kanan ranjangku. Bapak tampak membawa satu tas besar dan kresek hitam yang berukuran besar juga."Oalah Nduk, mbok bilang jujur sama bapak dan ibu kalau kamu kecelakaan. Bapak ibu kan bisa nemenin kamu, daripada kamu sendirian di rumah sakit," kata bapak memandang iba padaku.Aku tersenyum."Adel tidak mau membuat bapak dan ibu khawatir, apalagi bapak habis sakit kemarin," sahutku."Oalah Nduk, bapak wes sehat, wes iso mlebu kerjo maneh. Kalau bu Ambar nggak bilang kamu kecelakaan, bapak mana tahu Nduk," seru bapak."Oh, jadi bu Ambar yang cerita sama bapak," batinku."Nduk, apa benar yang dibilang bu Ambar kalau kamu sengaja ditabrak orang?" tanya ibu.Aku mengan
Dengan mempercepat langkah, aku sampai di pintu depan kontrakanku. Aku menarik handlenya. Tidak dikunci !!Dengan segera aku membuka pintu depan tersebut. Dan ternyata...."Kejutannnnn... !!!" Nur, Anif, dan Putri berseru keras di ruang tamu. Sementara bu Ambar tampak tersenyum sambil duduk di shofa.Tampak di tengah meja ada nasi putih berbentuk segitiga alias tumpeng dan dikelilingi aneka lauk berbahan santan lengkap dengan sambal ijonya."Ya Allah..., teman- teman," aku berlari menubruk mereka.Nur, Putri, dan Anif memelukku secara bergantian. Aku terharu sampai tidak bisa berkata-kata."Sudah sembuh beneran mbak Adel? " tanya Nur."Wes ojo mewek, kami semua kangen kamu Del, salam dari teman-teman yang sedang dines," kata Anif sambil mengusap air mataku dengan jempol tangannya."Maaf ya Del, gak bisa membesuk waktu kamu opname," tukas Putri."Nggak apa-apa rek, ayo duduk semua, aku bikinin minuman dingin ya?" tawarku."Halah, nggak usah, kami tadi beli jus buah banyak, tuh di krese
"Emang kenapa kamu pingin ketemu aku? " tanyaku penasaran.Roma menjawab, "Karena aku ingin...,"Ucapan Roma kupotong, "Maaf, kamu sudah punya istri dan aku juga sudah punya calon suami, jadi kalau bertemu berdua saja tidak bisa, " Sahutku.Roma mendesah. Kemungkinan dia kecewa. Tapi aku tidak peduli lagi."Kamu jadi menikah dengan Andi? " tanyanya parau."Insyallah, semoga tahun ini bisa terwujudkan." Jawabku."Aku tidak bisa lagi mempertahankan rumah tanggaku. Aku selalu teringat padamu walaupun sedang bersama Rania," tukasnya parau.Aku terdiam."Aku sudah lama juga tidak bisa menyalurkan hasratku sebagai seorang suami padanya. Aku tidak bernafsu, bagaimana kalau kita menikah secara diam-diam?" lanjutnya."Heh, kamu gila? itu bukan urusanku! Dan asal kamu tahu, tentu saja Rania belum boleh melakukan hubungan suami istri karena dia sedang masa nifas," Jelasku sebal.Sekarang ganti Roma yang terdiam."Hubungan kita udah kelar dari dulu, jadi jangan coba-coba CLBK, mending kalau Rania