Share

Hilang Kendali Setiap Kali Menatapnya

Aku pulang pukul 5 sore. Setelah puas seharian menatap wajah Alin dan menelan semua guyonan kami. Aku melangkah seraya memikirkan apa yang Alin katakan tadi. Naufal, nama itu. Apakah benar nama itu benar akan menjadi cinta pertamaku? Aku berjalan seraya merogoh kantongku. Mencari handphone dan mengirim pesan pada bunda bahwa aku akan sampai sebentar lagi. Aku sudah berada di gerbang perumahan sekarang. Tinggal beberapa blok lagi dan aku akan sampai rumah. Ah benar juga, aku belum memberitahu kalian, bukan? Aku hanya tinggal berdua dengan bunda. Ayah sudah lebih dulu berangkat ke surga saat aku duduk di kelas 1 SMP. Ayah benar-benar orang baik, begitu juga bunda. Aku bahagia memiliki mereka bedua. Aku juga tidak punya kakak atau adik. Aku anak semata wayang yang benar-benar menjadi harapan bunda saat ini dan sampai selamanya. Jadi, jangan pernah lagi menanyakan dimana ayah dan saudaraku. Haha.

Hari ini benar-benar melelahkan. Hingga rasanya malam ini aku hanya ingin menutup mataku dan tidur. Berhadapan dengan mimpi yang mungkin lebih indah dari kenyataan. Aku tidur sangat puas malam ini. Esoknya, aku mengecek handphone-ku dan melihat ada satu pesan baru dari nomor yang juga baru. Sebelum melihat pesan itu, aku melirik nomor dengan nama Angin yang selalu berada paling atas. Aku melihat pesan yang baru masuk itu. 

[Halo Kayra, salam kenal. Aku Naufal.]

Deg! Apa ini yang dibicarakan Alin kemarin?

[Ah iya Naufal, salam kenal. Aku Azkayra.]

Aku chatting dengan Naufal cukup panjang. Dia anak yang seru jika dilihat dari gaya bicaranya di chat. Aku menikmati perkenalanku dengan Naufal. Aku asyik dengan handphone sampai lupa waktu.

"KAYRAAAA!! KENAPA BELUM MANDIII???!!!" teriak bunda.

Aku kaget tak karuan. Segera aku melempar handphone dan bergegas bersiap ke sekolah. Pagi ini cerah meskipun matahari tak terlihat. Eh, maksudku disembunyikan oleh awan. Aku bergegas lari menuju kelas. Kau pasti tahu apa alasannya. Yap! Aku ingin mengatakan pada Alin bahwa aku menyukai first impression-ku pada Naufal. Hanya first impression-ku saja.

Tinggal beberapa langkah lagi aku sampai kelas, sebuah tantangan menarik lenganku. Aku berbalik. Reyza. Dia pelakunya. Aku tak tahu harus marah atau diam saja. Badanku kembali terdiam. Selalu seperti itu. Aku seperti kehilangan kendali saat berhadapan dengan Reyza. Dan kini, aku hanya bisa menatap matanya.

"Pagi Kay," ucapnya lalu pergi mendahuluiku.

Aku masih terdiam. Di tempat, dengan wajah tanpa ekspresi. Apa itu tadi? Bahkan rasanya saat Reyza menarik tanganku masih terasa sampai sekarang. Dan dia menarikku hanya untuk mengatakan "Pagi Kayra". Apa-apaan?

"Kay?" sebuah suara membuyarkan lamunanku. Aku kembali berbalik. Alin disana. Wajahnya terlihat sedikit kebingungan melihat aku terpaku dengan pandangan kosong. "Kau gapapa?" ucapnya lagi.

Aku menggeleng. "Pagi Lin," ucapku kemudian.

Aku menggandeng tangan Alin dan mengajaknya masuk kelas.

"Kau udah nunggu dari tadi?" tanyaku.

Alin hanya mengangguk. "Maaf Kay. Aku kasih w******p-mu ke Naufal," ujarnya. Seketika aku tertawa. Ternyata Alin adalah orang yang mudah merasa bersalah.

"Hey Lin! Si Naufal itu asyik juga kok orangnya. Nggak usah ngerasa bersalah. Aku suka kok sama first impression-ku ke Naufal," ujarku. Alin yang mendengarnya ikut tertawa. Kami lalu membahas tentang Naufal.

"Namanya Naufal Rizky. Dia baik banget Kay," ujar Alin. Aku yang dari tadi mendengar Alin bercerita banyak tentang Naufal membuatku berpikir bahwa Alin cukup dekat dengan Naufal. Aku juga merasa sangat tertarik dengan berbagai cerita tentang Naufal yang dilontarkan Alin.

"Mau ketemu Naufal?" ucap Alin tiba-tiba.

Hah? Aku terkejut. Bagaimana mungkin. Aku nggak mungkin ketemu sama orang yang baru aku kenal sehari, dan itu juga lewat w******p.

"Bareng aku, kok!" ujar Alin seolah tahu isi hatiku. Aku hanya senyum karena belum bisa memutuskan jawabannya.

Di sudut kelas, sepasang mata mengamati kami. Mendengarkan alunan cerita tentang seorang yang bernama Naufal. Sesekali ia mengangkat alisnya. Tangannya terlipat rapi di dadanya. Matanya terus saja memperhatikan dengan seksama. 

"Kayra!" sentak Alin.

Aku terkejut. Terkejut sekali. Aku tak sadar bahwa dari tadi aku memperhatikan Reyza yang juga memperhatikan kami. Dia mendengarkan percakapanku dan Alin dengan sangat seksama seperti tak ingin ketinggalan satu kata pun. Alin yang menyadarinya langsung menatap Reyza dan berdiri.

"Za, nguping kau ya?" katanya dengan suara lantang dan berkacak pinggang. Reyza yang melihatnya hanya tersenyum dan mengalihkan pandangan dari Alin. Ia melangkah keluar seraya mengambil handphone dari kantong celananya.

Ting! Handphone-ku berbunyi bersamaan dengan keluarnya Reyza. Aku mengambil handphone dan melirik pesan yang baru saja masuk.

[Jangan lupa makan, Azkayra.]

Sebuah pesan dari... Angin. Ah sial. Aku sudah berusaha melupakannya dan berusaha tak peduli dengan siapa dia. Tapi kenapa aku tak bisa? Menghapus dan memblokir nomornya dari w******p-ku saja aku tak bisa. Aku bisa mati penasaran jika kulakukan hal itu. Akhirnya aku memberanikan diri untuk membalas pesan yang satu ini.

[Siapa kau?]

Aku langsung menutup handphone setelah mengirim pesan itu. Dan beberapa saat kemudian, handphone-ku kembali berbunyi.

[Orang yang selalu memperhatikanmu]

Aku terdiam. Jantungku berdegup kencang. Aku semakin takut saja. Namun kali ini aku memberanikan diri.

[Jangan ganggu aku!]

[Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja setiap hari. Yaaa.. meskipun aku bisa melihatmu setiap hari, haha!]

Apa yang akan kalian lakukan jika jadi aku? Orang ini benar-benar membuatku ketakutan. Berarti selama ini dia memperhatikanku? Ah sial! 

[Katakan saja, siapa kau?]

Aku mengetik pesan dengan perasaan campur aduk. Alin melihatku dengan cemas.

"Kayra, r u okay?"

Aku mengangguk. "Tapi.."

"Tapi?" jawab Alin.

Aku menyerahkan handphone-ku pada Alin dan membiarkan dia membaca seluruh isi pesanku dengan kontak bernama Angin. Beberapa saat Alin mengangkat alisnya. 

"Angin?" ujarnya. Aku mengangguk. "Angin siapa?" tanyanya kemudian.

Aku pun mulai menceritakan pada Alin tentang bagaimana si 'Angin' itu selalu berusaha menghubungiku. Juga tentang orang yang datang kerumahku malam lalu dan mengaku teman sekelasku. Aku bahkan tidak berkenalan dengan laki-laki di kelas ini. 

Alin yang mendengarnya seketika terdiam. Mungkin dia berpikir sama denganku dan merasa Reyza adalah orang yang sulit ditebak. Aku tahu dia berpikir seperti itu karena tiba-tiba ia melirik kearah tempat duduk Reyza meskipun tuannya tidak disana sekarang. Ia lalu kembali melihatku dan melihat deretan nomor w******p bernama 'Angin' di handphone-ku.

"Nggak mungkin Reyza sih Kay," ucapnya seolah tau apa yang kupikirkan. "Disini nggak ada tertera grup yang sama. Kelas kita kan kemarin abis buat grup chat. Kalo ini Reyza, pasti ada tertera grup yang sama," ujarnya lagi. Benar juga. Aku tidak kepikiran sama sekali. Lalu jika bukan Reyza, siapa?

Sepasang kaki melangkah masuk ke kelas. Lagi-lagi dengan tatapan menuju ke arahku. Ya, kau benar. Itu Reyza. Kali ini dia tidak tersenyum seperti biasanya. Ia hanya menatapku dengan mata coklatnya yang membuat aku kehilangan kendali setiap kali menatapnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status