Amanda menatap Nancy dengan kesal.
"Tante, jangan ingkar janji. Aku sudah masuk ke dalam kehidupan Kevin dan Kiara. Sekarang pertemukan aku dengan mama dan adikku!" pekik Amanda.
Nancy mendecih, "Enak saja, tugasmu belum selesai. Kau masih harus membuat Kevin menandatangani pengalihan harta kepadaku. Sampai kau berhasil membuatnya menandatangani baru aku akan mempertemukan kau dengan keluargamu!"
"Curang! Tante bisa-bisanya memanfaatkan aku sampai bertahun-tahun begini. Tante kelewatan sekali!"
Nancy mendorong bahu Amanda dengan keras, "Jangan berani membentak aku, di sini aku bosnya! Aku yang berhak membuat kau menuruti semua perkataanku!"
"Baik, sekarang mari kita akhiri saja. Katakan apa tugas terakhirku, aku akan melakukannya dan setelah itu pertemukan aku dengan mama dan adikku. Kami berada satu kota, tapi kami tidak bisa bertemu."
"Kalau begitu lakukan tugasmu dengan baik. Sebagai
"Ibu cukup turuti saja apa mau saya. Saya hanya ingin menjauhkan Amanda dari Kevin. Saya akan membiayai pengobatan Anda sampai selesai juga kuliah Silvia. Bahkan rumah lama Anda sudah saya beli kembali dan sekarang atas nama Silvia. Kalian bisa kembali ke sana setelah saya selesai dengan apa yang ingin saya ambil dari keponakan saya." Zulfa menatap Nancy, ia mengenal wanita di hadapannya ini sebagai tante dari kekasih anaknya."Apa salah anak saya Amanda?" tanya Zulfa lirih."Tidak ada. Tapi, seimbang bukan , saya membiayai pengobatan Anda sampai sejauh ini. Saya juga menanggung hidup Anda dan kuliah Silvia. Memberi Amanda pekerjaan. Apa salah jika saya meminta sedikit bantuan? Tidak, kan?" Zulfa hanya menghela napas panjang, saat ini tidak ada pilihan selain menerima. Sejak kematian suaminya, hidup mereka susah karena utang piutang dan juga menyebabkan ia sakit. Ia tentu tidak ingin jik
Rinjani menatap bayangan wajahnya di cermin. Entah mengapa sejak pertemuannya dengan Kiara di pesta pernikahan gadis itu batinnya seolah terpanggil. Sejak dulu, saat perusahaan belum dipegang oleh Rangga putranya, mereka- suaminya dan Keith ayah Kevin sudah menjalin kerjasama. Itulah mengapa Rinjani merasa wajib datang ke pernikahan Kevin."Ma, lagi mikirin apa sih?"Rinjani menoleh dan tersenyum saat melihat Rangga sudah berdiri di sampingnya."Kamu sudah pulang kantor?" tanya Rinjani."Kalau belum aku nggak akan ada di sini, Mama. Sepertinya, sejak mama pulang dari pesta pernikahan Kevin mama jadi sering melamun. Mama kenapa?" tanya Rangga. Rinjani menghela napas panjang, "Apa yang mama minta beberapa bulan lalu sudah kamu lakukan?""Mencari bik Sita?""Ya, hanya dia yang tau di mana kakakmu berada." Rangga menghela napas
Rudi dan Rinjani baru saja pulang dari pesta pernikahan sahabat mereka. Setelah acara itu selesai, Rinjani dan Rudi kini dalam perjalanan pulang. Mereka tidak bisa berlama-lama karena Rinjani sedang hamil besar dan sebentar lagi ia akan melahirkan."Aku bahagia, melihat Raka pada akhirnya bisa menerima Gadis. Kapan ya, kedua orang tuaku bisa menerima pernikahan kita, Mas?" Rudi tersenyum sambil membelai rambut Rinjani."Sabar, sekarang ini mama dan papamu sudah mulai membuka hati dengan membiarkan aku bekerja di perusahaan mereka. Itu sudah menjadi awal yang indah," ucap Rudi memberikan senyuman sekilas.“Iya, semoga setelah kelahiran anak kita nanti papa dan mama semakin membuka hati,” kata Rinjani.“Iya, sayang.”Mereka pun tersenyum bahagia. Deg!Jantung Rinjani berpacu dengan cepat, pinggangnya mulai kambuh.
Galuh Diningrat dan suaminya Suseno Diningrat bergegas menuju rumah sakit. Baru saja rumah sakit menelepon dan mengabarkan tentang kondisi putri mereka."Bu," rintih Rinjani saat melihat kedua orang tuanya datang."Kenapa di ruangan seperti ini sih? Kan bisa di ruangan yang jauh lebih baik," protes Galuh."Bu, saat ini Tamara sedang merasakan sakit dan juga kondisi Rudi masih kritis. Ibu malah meributkan hal yang tidak penting." Suseno menukas sambil menatap Galuh dengan tajam. Melihat sang suami yang menatap tajam seperti itu nyali Galuh menciut seketika. Wanita itu pun berpaling pada putri tunggal mereka."Kamu nggak apa-apa, toh?""Saya baik, Bu. Tapi, bagaimana dengan Mas Rudi?""Kamu ini, Rudi itu laki-laki dia pasti akan kuat, Tamara." Kedua orangtua Rinjani memang selalu memanggil dengan nama Tamara. Rinjani Tamara Diningrat.
"Silakan menunya dipilih, Bu," kata waiters yang datang ke meja mereka."Nasi goreng seafood dan jus alpukat!"Kiara dan Rinjani saling tatap, sementara waiters itu hanya tersenyum mendengar kedua tamunya menjawab bersamaan."Itu saja, Bu?""Iya!" Rinjani dan Kiara kembali menjawab bersamaan."Duuh ... ibu dan anak kompak sekali. Baik, pesanannya kami siapkan, mohon ditungggu, ya."Waiters itu pun segera berlalu."Tante suka nasi goreng seafood?" tanya Kiara. Rinjani mengangguk, "Suka sekali, Kiara. Sejak masih gadis itu adalah menu favorit tante. Dan satu lagi, tante makannya banyak," ujarnya membuat Kiara terkikik geli."Kiara, apa kamu bahagiia dengan pernikahanmu?" tanya Rinjani. Kiara mengangguk dan tersenyum."Mas Kevin baik dan sayang pada saya, Tante. Meskipun dia sering kali bersikap menyebalkan, tapi dia suami yang ba
Kiara menelan saliva, mengapa cerita Rinjani ... apakah mungkin jika anak Rinjani yang hilang adalah dirinya? Tapi, nama ibunya adalah Tamara, bukan Rinjani."Tante tidak berusaha mencarinya?" tanya Kiara dengan suara lirih. Rinjani menghela napas panjang, "Sudah, tapi belum ditemukan hingga hari ini. Asisten rumah tangga kepercayaan ibuku adalah kuncinya, Kiara. Dan sampai hari ini dia belum ditemukan.""Apa dia yang membawa bayi Tante?" tanya Kiara. Rinjani kembali mengangguk."Ya, dia yang membawanya dan mbok Sita tidak pernah kembali lagi ke rumahku. Aku kehilangan jejak sejak saat itu."***"Ayah dan Ibu benar-benar tega! Kalian tega sekali membuang darah dagingku? Kiara itu anakku!" jerit Rinjani histeris. Suseno yang baru saja pulang dari kantor saling pandang dengan Galuh sang istri.Mereka memang menyuruh ART kepercayaan mereka untuk membawa bayi yang baru saja dilahirkan Rinjani.
"Apa yang kamu pikirkan? Kamu masih menimbang untuk menghancurkan Kevin? Dia saat ini bahagia dengan Kiara dan mereka sebentar lagi akan memiliki anak. Kamu ikhlas?"Amanda menatap Nancy, sial! Kenapa tadi Nancy harus memergokinya sedang menangis."Ibu dan adikmu di Jakarta. Mereka tinggal di apartemen. Bagaimana jika kita membuat kesepakatan yang baru? Asal kau tau, ibumu sudah tau apa yang aku mau sejak lama. Dia menyetujui selama aku mau membiayai adikmu sampai selesai.""Tante!" Nancy tertawa terbahak-bahak, ia tau jika Amanda pasti mengira jika adik dan ibunya masih berada di Malaysia."Aku memang melarang ibumu untuk mengatakan jika mereka sudah di Jakarta. Dan mereka tidak tau jika kamu sudah di Jakarta. Mereka mengira kamu masih di Singapura.""Tante benar-benar licik.""Aku bukannya licik, tapi aku pintar, Amanda. Jadi, apa kamu masih mau berkumpul dengan keluargamu di rumah
Seperti biasa jika Kevin meeting bersama klien di luar kota selalu diakhiri dengan acara makan malam bersama. Ia dan beberapa kliennya pun makan malam di sebuah restoran yang ada di hotel berbintang di kota kembang itu. Nancy dan Amanda pun tidak ketinggalan, segalanya berjalan baik-baik saja sampai salah seorang klien Kevin memesan dua botol tequila."Kita minum untuk merayakan kerjasama kita, Pak Kevin. Saya senang sekali ternyata Anda sangat pintar, sama seperti almarhum papi Anda, pak Keith.""Jangan berlebihan, Pak. Saya masih sangat muda masih perlu belajar banyak dalam menjalankan perusahaan," jawab Kevin merendah."Hahahah ... yang penting kita minum dulu malam ini," kata salah seorang relasi Kevin. Nancy yang melihat semua hanya tersenyum penuh kemenangan. Ia sudah sangat mengenal klien Kevin kali ini. Rasdi adalah seorang pengusaha yang sangat sukses dan juga relasi lama perus