Gawai berbunyi nyaring, dengan lemas aku merogoh saku celana. Nama Hella tersemat didalam layar, aku tekan tombol on-off lalu kembali memasukkannya ke dalam saku.Saat ini aku tak ingin memikirkan apapun, aku hanya ingin Diana selamat dan baik-baik saja.Hella ... dia pasti akan menanyakan kabar, dan menekan agar aku berpisah dengan Diana. Kembali aku menarik rambut, denyutan dikepala semakin menjadi-jadi, otakku seakan mengeluarkan asap saat ini."Mahesa!" Mamah melambaikan tangan kearahku. Aku cukup terkejut, tak menyangka Mamah mencari keberadaanku."Iya, Mah?" sahutku lesu."Duduk disana, awas kalau sampai kamu pergi kerumah gundik itu!" ancam Mamah dengan kilat kemarahan. Aku hanya diam tak menyahut, namun langkah berjalan sesuai perintahnya. Satu jam menunggu, Dokter keluar dari ruangan UGD. Keluargaku langsung menyerbu, menanyakan kabar Diana. Istriku."Gimana anak saya, Dokter?" tanya Ibu mertua dengan wajah cemas."Gimana, Dok?" Mamah tak kalah panik."Alhamdulillah ... pasie
Ahh ... mengapa aku jadi sepicik ini, karna takut kehilangan Diana. Aku jadi tak menginginkan kesadarannya."Kalau sampai terjadi sesuatu pada anakku, aku tidak akan tinggal diam. Jika Diana membenarkan ucapan Adit, itu berarti tindakkan Mahesa sudah termasuk tindakan kriminal. Aku tidak dapat memaafkannya!" tegas Ibu dengan tatapan mematikan. Mamah terlonjak mendengarnya, rautnya begitu khawatir."Aku tidak bohong, Buk." lidah mendadak kelu, aku tidak biasa berbohong. Ada rasa yang mengganjal saat mengatakan itu semua."Pulanglah, Mahes. Kamu disini hanya membuat gaduh keadaan," Papah ikut bicara."Tapi, Pah. Diana ada di dalam, mana mungkin aku pulang kerumah," sahutku tak terima.Aku tahu, saat ini aku bersalah. Tapi tak seharusnya Papah menyuruhku pulang, aku bukan suami yang tak bertanggung jawab. Kesalahanku hanya satu, yaitu ingin memiliki wanita baru."Iya, Papah mengerti. Tapi saat ini kondisi tidak kondusif.""Apanya yang tidak kondusif? Hanya karna bualan Adit, semua jadi ka
"Ya." Papah mengangguk tegas. "Dan Diana, membenarkan ucapan, Adit." sambung Papah dengan tatapan tajam mematikan. Membuat persendianku lemas seketika.Astaga ... Diana. Apa yang sudah kamu bicarakan."Apa yang merasuki mu, Mahes? Kenapa bisa berbuat sebodoh itu pada istrimu sendiri?" wajah Papah mengeras, lalu memijit pelipisnya dengan kencang.Aku menghela nafas, tubuh begitu lemas mendengar kenyataan Diana tidak memihak padaku.Mengapa dia begitu tega, hilangkah segala kebaikan yang selama ini aku lakukan dimatanya? Tidak bisakah Diana menutupi aibku sedikit saja. Kalau sudah begini, bagaimana aku dimata keluarganya. Mungkin saja mereka saat ini sudah mengecapku sebagai seorang penjahat.Argh!Pusing sekali rasanya, kepalaku terasa ingin meledak saking panasnya."Jika keluarga Diana ingin melaporkan masalah ini pada pihak yang berwenang, Papah tidak mau ikut campur. Selesaikan masalahmu sendiri, jangan libatkan Papah. Apalagi Mamahmu." tegas Papah sambil menghela nafas panjang."Ota
Mata membulat sempurna, saat melihat Mamah dan Papah berdiri diambang pintu dengan tatapan murka dan menakutkan.Hawa panas langsung menyerang tubuh, firasatku mengatakan saat ini sedang tidak baik-baik saja."Ada apa, Mah? Datang kok marah-marah begitu?" tanyaku berpura tenang, sambil bangkit dari kursi.Mamah mendengkus sinis, lalu berjalan mendekat."Kemasi barang-barangmu. Hari ini juga jabatanmu Mamah cabut, Mamah tidak mau melihat kamu ada diperusahaan ini," ucapnya dengan nafas memburu dan mata mendelik tajam.Alisku menaut kencang, lelucon macam apa lagi ini?"Mamah lupa? Aku pemilik perusahaan ini. Papah sendiri yang sudah menyerahkan semuanya padaku," balasku tak terima.Enak saja mau mencopot jabatanku, aku ini pemilik. Tidak bisa digantikan."Sayangnya, saat itu Papah hanya berencana saja, Mahes." timpal Papah, membuat pandangan kini fokus melihatnya."Mak-sud Papah?" tanyaku dengan perasaan cemas.Papah menarik nafas, sebelum meneruskan ucapannya."Papah belum sempat meng
"Mohon maaf, Pak. Kartu limit, tidak bisa digunakan?" ucap Mbak kasir sambil menyodorkan kartu dihadapanku.Hah ... Limit, tidak bisa digunakan? mana mungkin?"Tidak mungkin? Saya belum melakukan transaksi apapun hari ini," sahutku sambil menerima kartu atm tersebut dan menimangnya.Apa yang salah?"Mohon maaf, Pak. Saya sudah mencoba sebanyak dua kali. Tapi tetap hasilnya tidak bisa," balas Mbak kasir, masih dengan senyum ramahnya."Ada apa sih, Mas?" Hella yang sedang berbincang dengan pegawai salon yang tadi menggodaku, jalan mendekat."Ini, kartu. Kok tidak bisa dipakai, padahal uangnya masih banyak," jelasku. Kening Hella bertautan. Dia melangkah mendekati kasir."Mesinnya tidak rusakkan?" tanya Hella."Mesin baik-baik saja, Mbak." Jawab kasir.Aku kembali merogoh dompet dan mengeluarkan kartu yang lain."Coba pakai ini ..." aku menyodorkan atm cadanganku.Mbak kasir menerima dengan ramah, lalu menggesek kartu pada mesin debit."Bisa, Pak." ucap Mbak masir, membuat nafasku lega.
Tiba-tiba ucapan Papah terngiang dikepala, yang mengatakan perempuan penggoda seperti Hella hanya mengincar hartaku saja. Jika Hella tahu kebenaran tentang hidupku, apakah dia akan melepehku, seperti yang Papah katakan?Ahh ... kenapa kepalaku belakangan ini selalu berdenyut ngilu, rasanya sangat pening, benar-benar sakit dan mengganggu.Mata masih tertuju pada Hella yang memasuki loby apartement, dia terlihat berhenti dan berbincang dengan laki-laki yang bekerja sebagai keamanan di apartementnya.Ada rasa tak nyaman saat melihat mereka begitu dekat, Hella masih terus berbincang. Padahal sebelum dia turun dari mobil, dia mengeluh pusing kepala. Apakah saat ini, pusingnya sudah menghilang? Ada rasa kecewa yang terselip dihati ini melihat tingkah lakunya.Melajukan mobil dengan pelan, aku memutuskan untuk singgah kerumah orangtua Diana. Biar bagaimana pun masalah aku dan Ayahnya harus di selesaikan, aku tidak mau Ayah mertua benar-benar melaporkan tindakanku yang tidak disengaja itu.Mo
Tiba-tiba ucapan Papah terngiang dikepala, yang mengatakan perempuan penggoda seperti Hella hanya mengincar hartaku saja. Jika Hella tahu kebenaran tentang hidupku, apakah dia akan melepehku, seperti yang Papah katakan?Ahh ... kenapa kepalaku belakangan ini selalu berdenyut ngilu, rasanya sangat pening, benar-benar sakit dan mengganggu.Mata masih tertuju pada Hella yang memasuki loby apartement, dia terlihat berhenti dan berbincang dengan laki-laki yang bekerja sebagai keamanan di apartementnya.Ada rasa tak nyaman saat melihat mereka begitu dekat, Hella masih terus berbincang. Padahal sebelum dia turun dari mobil, dia mengeluh pusing kepala. Apakah saat ini, pusingnya sudah menghilang? Ada rasa kecewa yang terselip dihati ini melihat tingkah lakunya.Melajukan mobil dengan pelan, aku memutuskan untuk singgah kerumah orangtua Diana. Biar bagaimana pun masalah aku dan Ayahnya harus di selesaikan, aku tidak mau Ayah mertua benar-benar melaporkan tindakanku yang tidak disengaja itu.Mo
"Jordy adalah pengawal Diana, kalau begitu tunggu sebentar. Saya akan berbicara dengan Diana," ucapnya lalu masuk ke dalam ruangan.Aku menunggu dengan gelisah, semoga saja keputusanku ini memang tepat. Aku hanya ingin membantu, Nyonya Diana.Tak lama perempuan paruh baya itu keluar, dan mengizinkan masuk. Namun hanya aku yang boleh menemuinya, Mas Bagas harus menunggu diluar ruangan."Selamat siang?" ucapku setelah membuka pintu. Wanita dengan senyum hangat sudah menyambut kedatanganku."Siang, Nona." sahutnya dengan suara pelan."Nyonya, Diana?" tanyaku. Bibir itu melengkung, seirama dengan anggukan kepalanya."Silahkan duduk ..." ucapnya sambil menunjuk kursi di samping bangkar."Trimakasih, sudah mau meluangkan waktu datang kesini. Senang bisa bertemu denganmu, Nona." ucapnya sambil tersenyum tipis. Keadaan Diana benar-benar memprihatinkan. Kening kepalanya terbelit perban, serta kaki kirinya tergantung dengan alat bantu rumah sakit.Melihatnya saja membuat tubuhku ngilu, apalagi