“Ada apa, Cempaka?” tanya Bu Darmi yang ada di sampingku.“I –itu, Bu. A –ada ular,” jawabku masih sambil menatap mayat Mbak Siti.“Ular? Ular apa maksudmu, Cempaka?”“Itu di mayat Mbak Siti ada ular, Bu Darmi.”Bu Darmi yang ada di sampingku lalu membuka kain yang menutupi tubuh Mbak Siti. Tapi begitu kain yang menutupi tubuh Mbak Siti di buka, ular yang aku lihat tadi sudah tidak ada.“Mana ular itu? Kemana dia pergi?” gumamku masih sambil mencari keberadaan ular yang tadi aku lihat.“Tidak ada ular di tubuh Siti, Cempaka? Memangnya kamu tadi meliah ular itu di mana?”“U –ular itu tadi ada di atas dada Mbak Siti, Bu Darmi. Bahkan ular itu juga melilit leher Mbak Siti,” jelasku.“Mungkin kamu berhalusinasi, Cempaka. Tidak ada satu ekor pun ular di atas tubuh Siti, dan tidak ada juga yang melilit lehernya,” ucap Bu Darmi.“Iya, Mbak Cempaka. Tidak ada ular di atas tubuh Mbak Siti,” tambah salah satu warga.“Tadi ada, Bu. Saya melihatnya sendiri,” jawabku berusaha meyakinkan semua oran
Aku yang terkejut melihat kebaya yang ada di tanganku saat ini kemudian membukanya dan melihatnya secara teliti. Ternyata kebaya yang aku pegang saat ini sama dengan kebaya milik Mbak Siti yang aku lihat waktu itu.Apakah itu artinya Mina tahu bahwa Mbak Siti akan dijadikan tumbal oleh Bu Darmi, ataukah Mina juga diberi kebaya yang sama seperti milik Mbak Siti oleh Bu Darmi?Karena tidak ingin hanyut dalam pikiranku sendiri, aku akhirnya membawa kebaya yang ada di tanganku saat ini dan mencari Sri dan Mina kembali.“Aryo, apa kamu ada di sini?” panggilku ketika aku keluar dari rumah dan menuju hutan di mana Mbak Siti pergi sebelumnya.Karena tidak mendengar atau menemukan Aryo di sekitar hutan. Aku lalu menerus melangkahku menuju rumah yang ada di hutan ini. Tapi ketika aku sampai di dekat rumah itu, rumah itu terlihat sepi dan tidak ada yang menjaga seperti sebelumnya ketika aku melihat dengan Aryo.“Mina, Sri, kalian di mana? Ap
“Itu apa, Aryo? Cepat katakan kepadaku!” ucapku sedikit memaksa Aryo. Karena aku sudah sangat penasaran bagaimana dia bisa tahu tentang hal itu.“Sudahlah, Cempaka. Kita tidak perlu membahas dari mana aku tahu hal itu. Sekarang yang harus kamu lakukan adalah berkemas dan pergi dari desa ini secepat mungkin,” jawab Aryo.“Tidak akan! Aku tidak akan pergi sebelum kamu memberitahuku dari mana kamu mendapatkan berita itu, Aryo. Bisa saja kamu sengaja mengarang cerita itu agar aku tidak membantu Mina dan Sri,” tolakku tak mau kalah dengan Aryo.“Terserah apa katamu, Cempaka. Aku sudah memperingatkanmu. Jadi bila terjadi apa-apa, jangan memanggilku lagi. Karena mulai detik ini aku tidak bisa membantumu lagi bila Pangeran Dayu sudah turun tangan sendiri,” tegas Aryo.Aryo kemudian pergi setelah mengatakan hal itu, dan tidak menoleh lagi ke arahku.“Aryo, tunggu!” teriakku sambil mengejar Aryo.Aryo masih saja mengacuhkanku, dan itu membuatku kesal sekaligus menyesal.“Aryo, berhenti!” bentak
Aku yang sedang memasukkan baju ke dalam tas langsung menghentikan apa yang sedang aku lakukan, dan meminta Risma untuk masuk ke dalam kamarku.“Ada apa, Risma? Apa yang ingin kamu bicarakan denganku?” jawabku sambil membereskan kembali pakaianku dan tasku, lalu meletakkannya kembali ke dalam lemari.“Apa kamu akan pergi, Cempaka?” tanya Risma yang masih berdiri di depan pintu, dan itu membuatku terdiam.Risma kemudian bertanya sekali lagi kepadaku apakah aku akan pergi, dan aku tidak tahu harus menjawab apa. Karena bila aku mengatakan iya, maka Risma akan tahu kalau aku memang akan pergi dari tempat ini, dan itu artinya aku melanggar janjiku kepada Aryo.Untuk beberapa saat aku diam memikirkan jawaban apa yang akan aku katakan kepada Risma, dan aku memilih untuk berbohong sekali lagi.“Tidak, Risma. Aku hanya sedang menyimpan pakaian yang diberikan Mbak Siti kepadaku saja. Karena aku tidak sanggup untuk melihatnya, ka
Tanpa menunggu persetujuanku, Aryo langsung menarikku dan membawaku menjauh dari kerumunan orang yang sedang berkumpul di rumah Bu Darmi.“Memangnya ada apa, Aryo? Mengapa kita tidak bisa berada di sana? Apa ini ada hubungannya dengan Pangeran Dayu? Apa dia berada di sana?”“Bukan dia yang ada di sana, Cempaka. Tapi orang suruhannya yang datang, dan aku tidak tahu apa tujuan orang itu datang ke tempat itu.”“Tapi bagaimana kamu bisa tahu, Aryo? Apa kamu melihatnya sendiri?”“Apa kamu sudah lupa siapa aku sebenarnya, Cempaka? Wujudku sekarang memang manusia seperti kalian, tapi bukan berarti aku tidak bisa mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui.”Apa yang Aryo katakan memang benar, dan aku selalu saja lupa siapa Aryo sebenarnya bila sudah seperti ini. Siapa akan mengira pria tampan di depanku ini bukan manusia seperti kami?Parasnya yang tampan dengan tubuh yang tegap sebagai manusia, membuatku terlihat seperti seorang pangeran atau putra bangsawan.“Sekarang lebih baik kita sege
Aku yang tidak tahu siapa yang memanggilku tadi lalu menengok ke sekitarku, dan aku yakin sekali tadi adalah suara seorang wanita.“Cempaka,” panggil orang itu lagi.Aku yang masih mencari siapa yang memanggilku lalu manatap sekitar lagi, dan pandanganku lalu terpaku pada seseorang yang menutup kepalanya dengan kain yang berdiri di balik pohon tak jauh dari tempatku berada.“Aryo, ayo kita ke sana,” ajakku masih sambil menatap orang yang menjadi pusat perhatianku.Orang yang berdiri di balik pohon itu langsung berbalik ketika aku mendekatinya, dan aku langsung menarik tangannya untuk menghentikannya.“Siapa kamu?” tanyaku sambil menatap orang yang berdiri membelakangiku.Orang itu lalu berbalik dan menurunkan sedikit kain yang menutupi wajahnya, dan aku benar-benar terkejut begitu melihat siapa yang sedang berdiri di depanku.“Sri? Apa benar ini kamu?” tanyaku yang masih tidak percaya sambil memegang kedua bahunya.“Iya, Cempaka. Ini aku Sri temanmu,” jawab Sri.Aku langsung memeluk
Aku yang tidak bisa memaksa Sri untuk segera memberitahuku hanya bisa menunggu dia untuk memberiku jawaban. Karena ketika dia menyebut nama Mina, wajah Sri terlihat ketakutan.Bahkan, keringatnya pun ikut turun bersamaan dengan tangannya yang menggenggam erat tanganku.“Mina menghilang, Cempaka.” Ucap Sri tiba-tiba setelah terlihat tenang.“Menghilang? Apa maksudmu menghilang, Sri?”“Ketika kamu pergi, Mina masuk ke dalam kamarnya, Cempaka. Dan ketika aku mencarinya, aku tidak menemukannya, dan aku hanya menemukan kebaya yang sama dengan punya Mbak Siti saja tergeletak di lantai,” jelas Sri.“Kebaya?” ucapku sambil berusaha mengingat.“Iya, Cempaka. Kebaya putih yang Bu Darmi berikan kepada Mbak Siti itu sama dengan kebaya putih milik Mina.”Apa yang Sri katakan, sama dengan apa yang aku lihat ketika mencari mereka berdua. Apakah itu artinya?“Sri, memangnya kamu
“Ada apa, Cempaka? Kenapa kamu berhenti?” tanya Sri.“Itu, Sri. Lihat ke sana,” jawabku sambil menunjuk ke arah cahaya yang aku lihat.“Apa maksudmu, Cempaka? Ada apa di sana? Aku tidak melihat apa-apa di sana.”“Itu, Sri. Ada cahaya di balik pohon itu,” jawabku sambil menunjukkan pohon yang aku maksud.Sri yang ada di sampingku terlihat binggung dengan apa yag aku maksud. Sehingga aku lalu memintanya untuk berada di depanku dan aku lalu menunjukkan cahaya yang aku maksud.“Apa kamu melihatnya, Sri?” “Iya, Cempaka. Aku baru bisa melihatnya, tapi itu apa?”“Aku juga tidak tahu, Sri. Tapi bila di lihat dari cahaya itu, sepertinya di sana seperti sebuah perkampungan.”“Apa kamu yakin itu perkampungan, Cempaka? Bagaimana bila itu tempat tinggal orang-orang tadi?”Aa yang Sri katakan memang ada benarnya, tapi aku yakin sekali itu adalah perkampungan. Karena cahaya yang aku lihat itu sangat terang dan tidak hanya satu.“Sri, bagaimana bila kita ke sana dan memastikannya?”“Apa? Ke sana, Ce