Basti masih menunggu kepulangan Raline dan Bayu dari rumah sakit. Dia menunggu dengan perasaan carut marut dan sedikit menggigil sebab dia di paksa keluar dari rumah Raline oleh ke dua orang tua Raline. Hingga dia memilih untuk menunggu Raline di teras. Sementara Hans sudah dia suruh pulang lebih dulu. Basti tidak mau berita ini sampai di adukan ke Helen oleh Hans. Bagaimana pun, Basti tahu Bayu tidak sepenuhnya bersalah. Aldri sudah memanipulasi Bayu sedemikian rupa! Bedebah bernama Aldri itu memang tidak pantas untuk hidup!!!
Kini, Basti sudah kehilangan kepercayaan dari ke dua orang tua Raline yang selama ini sudah sangat baik padanya, lantas jika Bapak dan Ibu mertuanya saja kini sudah begitu membencinya, bagaimana dengan Raline?
Basti tak hentinya berpikir untuk mencari cara supaya dia bisa meyakinkan Raline bahwa semua itu hanyalah fitnah. Tapi apa? Basti sungguh di buat frustasi. Kepalanya mulai sakit. Basti mencoba menenangkan diri. Dia
"HEH, BANCI! LO DATENG KE RUMAH SAKIT MEDINA SEKARANG JUGA! GUE TUNGGU!" bentak Aksel pada sang Kakak di telepon. Kali ini, Aksel benar-benar dibuat geram oleh tingkah laku Marcel yang dianggapnya sudah keterlaluan. Meski, dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya menjadi alasan Abg bernama Kiara itu bunuh diri. Tapi entah kenapa, hatinya yakin bahwa kejadian ini ada sangkut pautnya dengan Marcel. Aksel sendiri masih sangat shock saat dirinya dan Gunawan mendapati Kiara dalam posisi yang begitu mengenaskan di dalam gudang tua itu. Terlebih kondisi Basti yang juga ikut mengkhawatirkan. Karena sampai detik ini, Basti belum juga sadar dari pingsannya. Dia masih dalam pengawasan tim medis di ruang UGD. Sementara mayat Kiara baru saja di bawa masuk ke dalam ruang jenazah oleh para perawat. Sejauh ini, Gunawan tak menemukan adanya kejanggalan pada mayat Kiara. Tapi yang membuatnya jadi terperangah hebat, yaitu saat dia men
Seorang laki-laki dengan setelan santainya, jeans biru dan sweater hitam terlihat keluar dari sebuah Honda Civic berwarna biru dongker. Dia berlari kecil menghindari gerimis yang masih setia membasahi bumi Jakarta, menuju rumah sakit Medina, di mana sang adik menyuruhnya untuk datang beberapa waktu yang lalu. Begitu masuk loby rumah sakit, Marcel membuka topi kupluknya dan sedikit merapikan rambutnya. Dia bertanya pada bagian resepsionis dimana letak ruangan UGD. Sesuai instruksi, Marcel melangkah ke arah yang di tunjuk oleh perawat resepsionis. Namun dia tak melihat adiknya ada di dalam maupun di luar ruang UGD. Marcel mencoba mengontak kembali sang adik. Dan tak butuh waktu lama, panggilan Marcel di jawab oleh Aksel. "Lo dimana? Gue udah di UGD nih! Ada apaaan sih sebenernya? Basti udah nggak ada tuh di ruang UGD?" cecar Marcel langsung. Dia sedikit kesal saat tiba-tiba jam istirahatnya di ganggu oleh Aksel yang seenaknya m
Aksel terkulai pasrah, saat melihat ke dua mayat atas nama Ibnu Jamil dan Kiara Advani kini sedang dibawa masuk ke dalam ambulance untuk menuju rumah duka. Proses administrasi sudah selesai di bantu oleh Helen. Kini, Raline dan Rani pun sudah berada di dalam mobil ambulance tersebut. Bayu mengikuti mobil ambulance itu dari belakang. Sementara Helen masih harus menetap di rumah sakit karena sampai saat ini, Basti belum juga sadar. Marcel masih di sana, berdiri berdampingan dengan Aksel yang mendampingi kepergian mobil ambulance keluarga Raline. Marcel yang awalnya sudah ketakutan setengah mati, saat mendengar kalimat panjang Raline yang mengatakan bahwa Raline sudah mengetahui semuanya. Marcel sudah pasrah jika dirinya akan dihujat habis-habisan oleh Raline, keluarga Raline, keluarga Basti, Aksel, bahkan mungkin, mereka akan melaporkannya ke polisi. Dinginnya dinding sel penjara kian membayang di pelupuk matanya, na
"Gue jadi curiga kalau kematian Kiara itu nggak bener-bener murni aksi bunuh diri," gumam Aksel di sela-sela pikirannya. Tatapannya jauh ke depan. Dengan ke dua tangan yang terlipat di dada. "Maksud lo?" tanya Marcel tak mengerti. "Seperti penjelasan Pak Gun tadi ke gue, saat dia kembali melihat bekas luka di leher Kiara, seperti sebuah luka yang sejak awal memang sudah ada sebelum dia gantung diri. Pak Gun bilang, jarang kasus orang bunuh diri, luka di lehernya sampai mengeluarkan darah seperti yang terjadi pada Kiara," Aksel masih berpikir. "Apa mungkin, ini ada sangkut pautnya dengan kasus pemerkosaan Raline?" Mendengar kalimat pemerkosaan, mata Marcel sontak melebar. "Raline di perkosa? Sama siapa?" tanyanya kaget. Aksel menatap Marcel dengan mata yang menyipit. "Lo bisa jaga rahasia?" tanyanya ragu. "Emang gue cewek, mulutnya lemes?" protes Marcel tidak terima. "Raline di perkosa sama Bastian!" ucap Aksel singkat. Hanya ingin meng
Matahari masih setia bertahta pada singgasananya. Memancarkan sinar keemasan yang menguasai langit. Ke dua manusia itu terlihat begitu asik menatap angkasa. Tangan si lelaki terlihat melingkar di bahu wanitanya. Senja hampir saja tiba, di mana piringan matahari secara keseluruhan akan menghilang dari b. Dan ke dua sejoli itu tak ingin melewati detik-detik indah itu. Matahari semakin condong ke barat dan berwarna kemerahan. Indah sekali. Menara Eiffel pada malam hari juga dihiasi oleh kerlap-kerlip lampu yang menawan. Dan lampu itu akan menyala saat senja mulai berakhir. Dari atas menara eiffel, Basti dan Raline menikmati suasana kota Paris yang begitu menawan di malam hari. "Aku suka banget sama senja di sini, Bas... Indah banget..." seru Raline seraya menunjuk pada satu titik keemasan nunjauh di sana. "Biasa aja sih menurut aku, lebih indah saat menatap kamu," ucap Basti dengan tatapannya yang berbinar pada Raline di sisinya. Raline mengulum
Selimut duka masih terus menyelubungi keadaan rumah Raline pasca pemakaman sang Ayah dan adiknya Kiara kemarin. Usai tahlilan bersama yang dihadiri oleh warga setempat, rumah Raline terlihat sunyi. Mobil Bayu masih terparkir di sana. Bahkan sejak kemarin malam. Bayu sama sekali tidak pulang, padahal Raline sudah menyuruhnya pulang berkali-kali, tapi Bayu tidak juga pergi. Sampai akhirnya Raline lelah dan membiarkan Bayu melakukan apapun yang dia inginkan dirumahnya. "Aku bantu ya, Lin?" ucap Bayu yang menghampiri Raline di dalam kamar Kiara. Saat itu, Raline sedang membenahi barang-barang Kiara dan memasukannya ke dalam kardus. Raline menoleh sekilas tanpa minat sama sekali. "Nggak usah, Bay. Aku bisa sendiri," ucapnya datar. Sebenarnya, Raline tak ingin bersikap kasar pada Bayu, hanya saja keberadaan Bayu di sini membuatnya tidak nyaman. Raline sadar Bayu hanya berniat membantu, bahkan saat pemakaman pun Bayu bersedi
"Jadi siapa orangnya?" tanya Bayu dingin. "Kakakmu!" jawab Raline singkat. Dia mengalihkan pandangannya dari Bayu saat menjawab pertanyaan itu. Berat rasanya untuk kembali menyebut-nyebut nama laki-laki itu. "Apa Lin? Basti maksud kamu?" tanya Bayu tak percaya. Bayu melengos satu kali lalu tertawa pelan. Seolah-olah apa yang dikatakan Raline itu hanyalah sebuah lelucon. Sejauh ini Raline tidak menjawab. Baginya cukup jelas semua yang dikatakannya pada Bayu. Dan Raline berharap Bayu bisa menyadari kesalahan yang telah dia lakukan selama ini, terhadap sang Kakak. "Kamu masih mencintai Basti, Lin?" tanya Bayu yang mendapati gelagat berbeda dari wajah Raline saat ini. Raline yang seolah sedang menutupi perasaannya malam ini. "Aku lagi nggak mau bahas masalah itu, Bay." tolak Raline mengelak. Dia hendak pergi dari kamar Kiara. Namun langkahnya terhenti saat tiba-tiba lengannya di tahan oleh Bayu. "Aku tanya serius sama kamu, Lin. Apa kamu m
Helen baru saja menjemput kebebasan Jonas dari penjara. Senyum cerah terus mewarnai wajahnya. Helen tak melepaskan sedikitpun genggaman jemarinya di lengan Jonas di sepanjang perjalanan mereka menuju rumah sakit. Rencananya Jonas akan langsung melihat keadaan Basti saat ini. Laki-laki itu sudah tidak sabar ingin memeluk Basti seperti dulu saat Basti selalu merengek manja padanya. Basti itu adalah sosok anak laki-laki yang pemberani. Dia itu kuat, dia tidak cengeng, meski dia itu sangat manja pada Jonas, tapi Basti tak pernah membuat Jonas marah. Basti itu anak yang sangat baik di mata Jonas. Namun sayang, sejak kematian Jennie itulah, Jonas terus mendapat aduan tidak menyenangkan dari Kisyan tentang Basti. Dan Jonas sangat menyayangkan hal itu. Perasaan bersalahnya kian menjadi-jadi. Jonas merasa gagal menjadi seorang Ayah yang baik bagi putra tersayangnya itu. "Sampai detik ini aku belum bertemu Bayu, Mas. Aku sudah mencoba bicara padanya untuk tidak mengganggu Rali