Maeera berlari di antara ilalang yang meninggi, nafasnya terengah-engah. Gaun pengantinnya yang berwarna putih nampak kotor di sana-sini. Sesekali ia menoleh ke belakang, mencari keberadaan orang-orang yang sedari tadi mengejarnya.
Hari ini adalah hari pernikahannya, tapi gadis cantik itu memilih untuk kabur. Ia tak ingin menikah dengan Rin, putra seorang mafia yang terkenal kejam dan brengsek."Aa ... aaa ... mengapa mereka masih terus mengejarku," teriak Maeera sembari berlari menghindari kejaraan sejumlah pria berjas hitam.
Maeera, seorang gadis yatim piatu miskin yang tumbuh besar bersama sang nenek. Ia gadis yang polos. Kesehariannya hanya diisi dengan berkebun, merawat ternak dan membersihkan rumah. Ia sama sekali tak memiliki keahlian lain selain tiga hal itu.
Dua tahun lalu, musibah datang menghampirinya. Sang nenek yang merupakan satu-satunya keluarga baginya, tiba-tiba jatuh sakit dan membutuhkan perawatan.Maeera yang miskin, bodoh dan tak memiliki banyak uang, akhirnya nekat berhutang kepada rentenir untuk menutup biaya berobat. Salah satunya kepada seorang rentenir bernama mafia Ko.
Pria keturunan Tionghoa yang menguasai bisnis-bisnis gelap di beberapa negara. Relasi dan jaringan bisnisnya besar, hingga tak ada seorang pun yang berani menyentuhnya.
"Kau sudah tau resiko berhutang pada kami," tanya pria berkemeja bunga-bunga pada Maeera sembari menghitung beberapa gepok uang.
Kedua kakinya dinaikkan keatas meja dengan rokok kretek terselip di bibirnya. Bekas luka sayatan, tampak melintang di wajahnya, memberikan kesan menyeramkan.
Maeera yang duduk bersimpuh di lantai, hanya menunduk tak berani melihat langsung wajah pria itu.
"Kau tuli?" bentak pria itu sembari melepar rokoknya yang masih menyala kearah Maeera.
Maeera tersentak kaget saat bara api rokok mengenai tanganya. Dan dengan ketakutan ia menganggukkan kepalanya pelan.
Melihat Maeera ketakutan, pria itu tertawa keras. Ia berdiri lalu melempar segepok uang kepada Maeera lalu pergi.
*****
Kesabaran Maeera sedang diuji. Meski hutangnya menumpuk, sang nenek yang sudah renta tak berhasil ia selamatkan.
Kini ia hidup sebatang kara di rumah yang sudah bobrok, sembari bekerja keras melunasi semua hutang-hutangnya.
Tapi sekeras apapun Maeera bekerja, dirinya yang bodoh dan tak memiliki banyak keahlian, tetap kesulitan membayar semua hutangnya tepat waktu.
Hidupnya kini penuh dengan kekhawatiran dan kesedihan karena setiap hari para penagih hutang datang ke rumahnya dengan berbagai ancaman dan kekerasan.
"Mana uangnya ha! ... " bentak pria berbadan besar bekaos hitam dengan tato kalajengking di lehernya.
Maeera hanya diam. Tak ada uang di rumahnya.
"Kau mendengarku?" tanya pria itu lagi sembari menarik rambut panjang Maeera ke belakang hingga wajah Maeera mendongak ke atas.
Ia meringis kesakitan.
"Ini hari terakhir, jika besok kau tak juga melunasinya maka ... " Pria itu mendekat ke telinga Maeera kemudian berbisik.
"Aku akan menjualmu ke tempat pelacuran!" gertaknya sembari melepaskan tangannya dari rambut Maeera lalu pergi.
Maeera masih tetap diam, tak ada air mata yang menetes. Sejak kepergian neneknya, ia telah belajar menjadi wanita yang kuat.
*****
Mafia Ko, ketua para rentenir, awalnya meradang mengetahui ada orang yang gagal membayar hutang padanya tepat waktu.
Tapi begitu tau gadis itu adalah Maeera, amarah mafia Ko mereda. Ia ingat betul, dirinya pernah ditolong oleh nenek Maeera saat miskin dulu.
Untuk balas budi kepada nenek Maeera, mafia Ko memutuskan untuk menikahkan Maeera dengan putra tunggalnya, Rin.
Rin Leung adalah seorang pemuda berandal putra tunggal mafia Ko. Meski memiliki wajah yang cukup tampan dan pendidikan bergengsi di luar negeri, di kalangan mafia Rin terkenal sama kejamnya dengan sang ayah.
Setiap malam ia akan menghabiskan waktunya di klub-klub malam milik ayahnya bersama wanita-wanita seksi. Ia juga terkenal memiliki temperamen buruk, suka memukul dan suka bermabuk-mabukan.
*****
Matahari perlahan condong ke arah barat. Hembusan angin musim kemarau yang kering menggoyangkan batang-batang ilalang, membuatnya berayun seirama ke kanan dan ke kiri mengikuti hembusan angin.Maeera masih terus berlari meski kakinya mulai terasa lelah.
Kini ia tiba di sebuah jalan yang bercabang, salah satu jalan nampak beraspal mulus dengan deretan pohon cemara di sepanjang jalan.
Sedangkan jalan satunya lagi merupakan jalan setapak kecil dengan ilalang tinggi di kanan kirinya. Di ujung jalan kecil itu, dari kejauhan Maeera melihat seorang wanita mengenakan gaun berwarna putih sama sepertinya sedang berlari kearahnya.
*****Avani membuang sepatu hak tingginya, gaun pengantinnya ia angkat tinggi sambil berlari menerobos ilalang. Veil gaun pengantinnya ia buang begitu saja di jalanan. Ia terus berlari menjauhi kerumunan pesta besar itu."Ah ... semua ini merepotkan," kata Avani sembari mengangkat gaun pengantinnya tinggi-tinggi.
Avani adalah seorang pebisnis wanita yang karirnya sedang meroket karena berhasil membantu grup Liong mengakusisi beberapa perusahaan besar yang hampir bangkrut.Lulus dari universitas ternama di Inggris, Avani mulai bekerja di perusahaan grup Liong yang memiliki banyak bidang usaha, mulai dari bisnis perkebunan, otomotif hingga real estate.Ia merupakan sosok perempuan berpendidikan yang memiliki prinsip dan karakter yang kuat. Dalam hidupnya karir dan pekerjaan adalah nomor satu. Oleh sebab itu ia sangat benci saat dirinya dijodohkan dengan Gin, putra dari pemilik grup Liong.
Meski menikahi Gin artinya hidupnya akan terjamin, tapi Avani yang lebih suka tantangan, tak menyukai hal itu.Apalagi Gin, putra grup Liong adalah seorang pria yang cacat, ia buta sejak mengalami kecelakaan mobil bersama ibunya beberapa tahun lalu. Itu artinya karirnya akan terhambat karena ia harus mengurusi seorang suami yang cacat.
Avani awalnya menolak perjodohan itu, ia mengatakan bahwa dirinya belum ingin menikah dan masih ingin mengembangkan karirnya di dunia bisnis agar lebih sukses. Tapi kedua orang tuanya terus membujuknya untuk menerima perjodohan itu, Avani pun akhirnya menerima perjodohan itu meski dengan berat hari.Di hari pernikahan, Avani tiba-tiba mendapatkan email yang mengatakan jika dirinya diterima bekerja di sebuah perusahaan besar di Amerika yang telah lama ia incar. Tes wawancaranya akan dilakukan besok.
Usai menerima email tersebut, Avani yang sudah mengenakan gaun pengantin lengkap dan bersiap menuju ke pelaminan nampak mulai gelisah . Ia berpikir keras, keputusan apa yang harus ia ambil.
Jika ia melanjutkan pernikahan ini, maka kesempatannya untuk berkarier di luar negeri akan hilang. Tapi jika ia kabur dari pernikahan, maka risiko terbesarnya adalah ia akan dipecat dari pekerjaan dan dimarahi oleh orang tuanya.Tak ingin mengorbankan masa depannya hanya demi seorang pria buta yang tak dikenalnya, Avani memutuskan untuk kabur dari pernikahan.
Menyelinap melalui bagian belakang gedung tempat ia berada, Avani berjalan mengendap-endap menghindari para penjaga.
Berhasil keluar dari gedung, Avani kembali berjalan mengendap-endap menuju ke arah gerbang utama. Ia kemudian bersembunyi di antara bunga dan pepohonan mencari waktu yang tepat untuk keluar.
Tak mudah bagi Avani untuk bisa keluar dari lapangan golf pribadi milik keluarga Liong, beruntung saat itu para penjaganya sedang istirahat siang, jadi pengawasan sedikit longgar.
"Yah ... akhirnya berhasil juga," kata Avani senang.
Keluar dari lapangan golf, Avani memilih berjalan menuju jalan setapak sempit yang ditumbuhi ilalang di kanan kirinya. Ia berpikir jika memilih jalan setapak seperti itu, maka orang-orang tak akan berhasil melacak keberadaannya. Namun ternyata perkiraannya salah, serombongan pria berjas hitam tampak berlari mengejarnya dari belakang.
"Aaa ... cepat sekali mereka tau aku kabur?" kata Avani sembari berlari menerobos ilalang.
Mengetahui dirinya kini jadi buronan, Avani mempercepat langkah kakinya. Ia tak ingin para pria berjas hitam itu berhasil menangkapnya dan menghancurkan masa depannya.
Setelah berlari cukup jauh, Avani pun berhenti. Ia menoleh ke belakang untuk melihat keadaan. "Apa mereka masih mengejarku," tanya Avani dengan nafas terengah-engah. Hatinya lega, para pria berjas hitam itu kini sudah tak nampak.
Merasa sedikit aman, Avani mulai memperlambat langkah kakinya, ia kelelahan. Jempol kakinya tampak merah berdarah karena tersandung batu saat berlari."Huh ... lelah sekali," kata Avani sembari membungkukkan badan, kelelahan.
Avani kini tiba di sebuah persimpangan jalan. Tampak dua buah jalan dengan kondisi yang sangat berbeda. Salah satu jalan tampak sangat terawat dengan aspal yang halus dan deretan pohon cemara di kanan-kiri.
Sedangkan jalan satunya tampak jauh berbeda. Jalan itu sepi dan ditumbuhi ilalang yang tinggi. Dari ujung jalan yang sepi itu, nampak seorang wanita bergaun putih sama sepertinya sedang berlari kearahnya.
*****Di persimpangan jalan yang dipenuhi ilalang, kedua pengantin itu bertemu. Saat berpapasan, keduanya saling berpandangan. Mata mereka bertemu satu sama lain seakan sudah lama kenal. Tanpa berbicara sepatah kata, keduanya lantas menjauh satu sama lain. Maeera berlari ke arah datangnya Avani, sedangkan Avani berlari ke arah datangnya Maeera. Persimpangan jalan itu sepertinya menjadi penandatanganan persimpangan nasib keduanya.*****
Segerombolan pria berjas berkacamata hitam nampak kebingungan. Mereka terlihat mencari sesuatu di antara semak-semak ilalang. Mereka adalah anak buah mafia Ko yang sedang mencari Maeera yang kabur dari pernikahan."Hei kau, cari kesana," perintah seorang pria berjas hitam berkepala botak kepada beberapa pria berjas hitam lainnya.
Raut muka mereka nampak tegang, karena jika mereka gagal maka artinya nyawa mereka juga bisa hilang. Ini adalah hari besar bagi mafia Ko, di mana putra satu-satunya Rin akan menikah. Jika pengantin wanita tak muncul saat pesta, maka bisa dipastikan mafia Ko akan sangat murka.
Beruntung di tengah kecemasan itu, dari kejauhan nampak seorang wanita mengenakan gaun pengantin sedang berlari ke arah mereka. Wanita itu mengenakan pakaian yang sama persis dengan pengantin yang mereka cari, gaun pengantin putih panjang dengan rambut disanggul kecil dan mengenakan masker."Hei lihat, itu dia!" kata salah satu diantara mereka sembari menunjuk ujung jalan.
Tanpa banyak bicara, mereka langsung menghampiri gadis bergaun pengantin itu. Mereka memegang kedua tangan dan kakinya agar tidak kabur, lalu memasukkannya ke dalam mobil jeep hitam secara paksa. Meski wanita itu berteriak dan meronta-ronta, para pria itu hanya diam dengan tatapan mata dingin.
*****
Di tempat lain, ajudan keluarga Gin juga tampak senang melihat sosok seorang wanita memakai gaun pengantin berwarna putih dari kejauhan berlari menghampiri mereka.
Dengan sikap ramah, mereka menghampiri dan meminta gadis itu untuk bersikap kooperatif dan kembali ke pesta pernikahan.
"Mohon kerjasamanya Nona, kami tidak ingin bersikap kasar," kata salah satu di antara mereka.
Dengan perlakuan penuh hormat, gadis itu digiring masuk ke sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam. Meski gadis itu tampak kebingungan sembari terus bertanya siapa mereka. Tapi para pria berjas hitam itu tidak menggubrisnya dan tetap memaksanya masuk ke dalam mobil.
Sebuah pernikahan bertema pesta kebun digelar secara eksklusif di sebuah area private golf. Para tamu undangan mengenakan dress code warna putih tampak saling bercengkerama hangat. Wajah dan penampilan mereka menunjukkan jika mereka semua berasal dari kalangan atas.Tak ada tamu yang memiliki tampang miskin. Setiap tamu yang datang bahkan harus menunjukkan kartu undangan berbentuk card yang memiliki microchips di atasnya. Microchips ini menyimpan data tamu undangan berupa wajah, nama dan pekerjaan. Data itu kemudian dicocokan dengan data yang ada di komputer. Jika data tak sama maka tamu tersebut tak dapat masuk.Berbicara soal tempat pesta, "Weh ... jangan tanya!" Area privat golf milik keluarga Liong ini dibangun di tepi pantai di atas tanah seluas 320 hektar. Tak tanggung-tanggung, lapangan golf ini didesain langsung oleh seorang pemain golf profesional dari Australia yang menjadi rekan bisnis keluarga mere
Avani berteriak meronta-ronta ketika segerombolan pria berjas hitam menangkapnya secara paksa dan memasukkannya ke dalam mobil Jeep warna hitam. Meski kedua kaki dan tangannya sudah diikat, tapi para pria berjas hitam itu masih kewalahan menangani Avani yang memberontak.Tak ingin mengambil risiko sang pengantin wanita kembali kabur, salah satu pria berjas hitam memutuskan untuk memukul tengkuk Avani hingga wanita cantik itu pingsan."Akhirnya diam juga," kata salah satu di antara mereka sembari bernapas lega.Tiga pria lainnya nampak terkejut melihat teman mereka berani memukul calon menantu mafia Ko hingga pingsan. Mata mereka menyelidik sembari mengangkat salah satu alis seakan mempertanyakan tindakan temannya itu.Si pria berjas hitam yang memukul Avani tampak kebingungan dengan tatapan menyelidik teman-temannya."Apa ... aku hanya memukulnya pelan. Dia tidak akan mati bukan?" tanya pria itu denga
Pesta pernikahan di area golf itu telah usai. Para tamu undangan juga sudah meninggalkan area pesta. Dari kejauhan tampak Maeera sedang berjalan tertatih-tatih ditemani beberapa asisten rumah tangga. Ia tengah diantarkan ke sebuah mansion mewah di tepi pantai, di bagian lain dari lapangan golf itu.Mansion milik keluarga Liong ini, memiliki desain arsitektur modern dengan bagian depan sepenuhnya berdinding kaca. Bangunan utama mansion di kelilingi oleh kanal air yang dipenuhi oleh bunga teratai dan bunga lili yang cantik.Begitu memasuki mansion, Maeera dibuat terkagum-kagum dengan besar dan luasnya rumah itu. Suasana di dalam mansion terlihat sangat nyaman dengan desain interior fresh, unik, dan penuh estetika.Setelah menaiki tangga berbentuk spiral menuju lantai dua, Maeera tiba di sebuah kamar berukuran super besar dengan dua daun pintu berwarna putih."Mari Nona silahkan
Bersembunyi dibalik mobil Land Rover warna putih, tangan Avani gemetar memegang pistol Colt M1911A1. Ia ketakutan. Wajah putihnya terlihat pucat pasi dengan rambut yang acak-acakan. Bagian bawah gaun pengantinnya kini sudah berubah warna dari putih menjadi cokelat kemerahan.Di tengah heningnya malam, terdengar suara langkah kaki mendekat kearahnya. Diintipnya suara itu melalui celah mobil. Terlihat seseorang memakai setelan berwarna hitam dan membawa pistol, sedang berjalan mendekat ke arahnya. Sadar dirinya dalam bahaya, detak jantung Avani meningkat pesat, tangannya makin gemetar. Ditariknya pelatuk pistol yang ia bawa, ia todongkan pistol itu ke depan dengan posisi siap menembak. "Aku pasti bisa!" kata Avani dalam hati menyemangati dirinya sendiri. Benar saja, seorang pria memakai jas hitam yang sedari tadi mengendap-endap, muncul dari belakang mobil dan langsung menodongkan pistol ke arahnya. Avani yang sejak tadi sudah bersiap-siap untuk
"Bagaimana caraku keluar? .... emm ... bagaimana—caraku—keluar ... aaa ... bagaimana caraku keluar dari tempat ini?" teriak Maeera sembari mencipakkan air di dalam bathtube.Berendam di bathtube besar nan nyaman, dengan busa dan kelopak bunga mawar bertebaran, pikiran Maeera justru melayang kemana-mana.Pikirannya masih kacau memikirkan bagaimana cara keluar dari tempat itu.Tak hanya itu, ia juga perlu mencari cara agar tuan muda keluarga Liong, Gin Yuta, tak curiga jika dirinya bukanlah pengantin wanita yang sesungguhnya."Perlu berakting, ya! Aku perlu berakting agar tidak ketahuan," kata Maeera sambil mengangguk-anggukkan kepala."Pria bernama Gin itu buta, jadi dia tak akan tahu jika aku bukan istrinya yang sebenarnya. Dia bisa ditipu, aku hanya perlu membuatnya tidak curiga padaku,""Hemmm ... ya-ya, aku pasti bisa melakukannya," kata Maeera penuh semangat.&n
Malam sudah mulai larut, jam dinding bahkan sudah menunjukkan pukul 22:00. Tapi Maeera masih sibuk membongkar lemari barang milik Gin Yuta. Entah apa yang dicarinya. Padahal beberapa jam sebelumnya ia telah memantapkan diri untuk tidur lebih awal karena tak ingin bangun kesiangan yang bisa membuat rencananya untuk kabur gagal."Istriku, kau di mana? Kemarilah, tidur di sini?" pinta Gin sembari meraba-raba area di sekitar tempat tidurnya."Aku di sini, aku masih sibuk, kau tidur saja dulu," kata Maeera yang sedang sibuk membongkar lemari barang milik Gin. Ia sedang mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk tempat menyimpan cincin permatanya. Cincin itu terlalu longgar di jarinya sehingga ia takut cincin itu akan hilang."Kau sibuk?" tanya Gin dengan dahi berkerut penuh tanda tanya."Bukankah kau sedang cuti kerja? Apa aku perlu menelpon direktur Mao untuk mengalihkan semu
Bangunan itu terletak di sebuah pulau pribadi seluas 780 hektare dan berjarak kira-kira 250 mil dari daratan utama. Tembok setinggi tujuh kaki dibangun mengelilingi pulau lengkap dengan lampu sorot, mercusuar, serta rumah jaga, cabana, dan gua bunker.Orang-orang menyebut pulau itu dengan sebutan pulau pribadi Koch. Tempat mafia Ko yang bernama lengkap Koch Leung dan putranya Rin Leung tinggal. Tempat itu bahkan tak tergambar di peta dan tak terdeteksi di GPS karena keberadaannya yang sangat dirahasiakan.Untuk bisa sampai ke pulau pribadi Koch, seseorang harus menggunakan kapal atau helikopter sebagai moda transportasi. Terdapat sebuah dermaga dan helipad sebagai tempat bersandar dan mendarat.Di pulau berpasir putih itu, sebuah bangunan dengan desain mirip kastil kerajaan eropa, menjadi tempat tinggal utama keluarga Leung.Dilihat dari luar, bangunan besar itu memiliki
Avani mondar-mandir di depan pintu memikirkan bagaimana caran mendapatkan ponsel. Sembari menggigit ujung jarinya, otaknya terus befikir. Tiba-tiba sebuah ide muncul di benaknya."Oh ya! ... mungkin mereka punya," kata Avani sambil kembali membuka pintu dan menghampiri kedua penjaga.Melihat Avani kembali membuka pintu dan keluar kamar, kedua pria penjaga itu tiba-tiba langsung bersikap sigap."Emm ... apa kalian membawa ponsel? Apa aku boleh meminjamnya sebentar. Aku ingin menghubungi seseorang," tanya Avani dengan nada bicara sok akrab.Kedua pria itu kembali saling melempar pandangan kemudian menjawab, "Tidak ada ponsel, silahkan kembali," kata keduanya secara bersamaan sembari menarik pelan tubuh Avani ke belakang dan kembali menutup pintu.Mendengar jawaban kompak dari kedua pria itu, Avani hanya bisa terbengong. Ia tak percaya jika dirinya bahkan tak diizinkan untuk meminjam