Senyum manis di sela bibir mewakili perasaan bangganya kali ini. Meskipun ia tidak benar-benar ingin menjual resepnya itu, namun Amar justru menangkap hal lain dari perkataannya.
‘’Nona, tidakkah kau sedang meremehkanku kali ini? Sebut saja berapa pun nominalnya, saya akan segera membayarnya dengan kontan!’’ Amar menggerutu hebat dalam hati. Bagaimana mungkin ia diremehkan oleh karyawannya sendiri.
Harga dirinya benar-benar tinggi, dan juga sensitif.
Dipandanginya gadis di hadapannya itu. Sungguh tidak masuk akal. Lagi-lagi ia terbawa suasana dengan kecantikannya. Ingin sesekali melontarkan perkataan kasar, namun hasilnya tetap sama.
 
‘’Ini tempat apa? Kok tempatnya agak gelap?’’ Sara memastikan kembali bahwa dirinya dibawa ke tempat yang aman. Sara melihat sekelilingnya, tempatnya begitu remang. Ditambah sepanjang jalan yang lumayan sepi, membuat Sara semakin penasaran. Ia juga melihat bayangan lampu warna-warni yang memantul dari dalam diskotik. ‘’Heyy, kamu gaperlu takut, kita bersenang senang nanti di sana,’’ Andra mencoba menenangkan Sara, agar wanita itu tidak sampai berpikiran macam-macam.Sara mengangguk tegas dengan tatapan mata mengiyakan. Ia meyakinkan dirinya sendiri, kalau laki-laki di sampingnya itu tidak akan membohonginya. Andra menggandeng lengan Sara,
Pintu kamar terbuka sesaat setelah Andra menempelkan kartunya, dengan perasaan tidak sabar, ia menggeletakan tubuh Sara di atas kasur berselimut tebal. ‘’Le … paskan, aku!’’ Sara melirih rintih. Seolah-olah ia tahu niat jahat yang sudah direncanakan Andra kepadanya. ‘’Rupanya kamu masih sadar juga ya, tubuhmu lumayan kuat juga.’’ Andra sedikit terkejut ketika mendapati Sara yang masih memiliki kesadaran. Obat tidur yang dicampurkan di dalam minuman memabukkan itu, tidak sepenuhnya membuat Sara tertidur. Andra tersenyum nakal. Dipandanginya tubuh Sara, tidak ada cacat sama sekali. Kulitnya terlihat putih bersih, meskipun ia tidak memakai perawatan badan, atau semacamnya. Begitu pula dengan wajah cantiknya, hampi
Amar terlebih dahulu menyelami dunia malam daripada Andra. Namun Amar hanya sebatas minum, lalu mabuk semalaman. Anton lah yang selama ini menjadi saksi bisu perbuatan kelam bosnya itu.Meskipun banyak wanita jalang, dan penggoda yang berusaha mendekati Amar. Namun ia sangat merasa jijik jika harus menghabiskan waktu malamnya dengan salah satu mereka. Sebelum ia melakukan hal itu, selalu muncul bayangan ketika Amar bercinta dengan bekas orang lain. Sungguh Amar tidak punya selera terhadap mereka. Itu artinya, Amar masih perjaka. Karena sampai sekarang, ia tidak pernah berhubungan badan dengan wanita mana pun. Terlebih lagi ia mengingat penderitaan ibunya, yang mana kala itu ibunya harus sengsara karena ulah seorang janda penggoda. Andra segera pergi untuk mencari kartu kamarnya, lalu mengambilnya di tempat switch. Swicth
Amar membalut badan Sara dengan selimut tebal. Tidak mungkin juga ia membantu mengenakan pakaiannya yang sudah terbuka. Lalu ia berinisiatif memanggil salah satu resepsionis untuk memasang kancing bajunya. Mengingat hari sudah sangat gelap, Amar memurungkan niatnya untuk membawa pulang Sara. Ia membiarkan Sara tertidur pulas di kamar hotelnya. ‘’Saya tidak ingin kamu bercerita ke siapa pun soal malam ini, kalau sampai kamu melanggar, kamu akan menerima akibatnya!’’ ancam Amar kepada resepsionis tersebut. Ia tidak ingin ada gosip miring tentangnya. ‘’Baik, Tuan!’’ ucap resepsionis itu. Ia tidak berani bertanya, maupun berpendapat. Meskipun
‘’Tuan, kenapa kau hanya diam saja? Apa yang telah dilakukan manusia itu kepada saya? Lalu, kenapa kau berada di sini?’’ Sara terus memaksa Amar agar mau menceritakan kejadian yang sebenarnya. Ia terlihat begitu linglung. Berulang kali berusaha memukul kepalanya sendiri, agar ia bisa mengingat kembali apa saja yang Andra lakukan pada saat keadaanya setengah sadarkan diri.Amar masih terdiam, sembari melihat gadis di depannya itu. Mata sayu gadis itu semakin membuat Amar tidak tega untuk menceritakan bagaimana Andra dengan bengisnya berusaha melucuti pakaiannya. Sara pasti akan sangat malu jika tahu bahwa Andra sudah setengah berhasil membuka bajunya. Tetapi, jika dirinya tidak memberi tahu, ia takut Sara akan berpikiran macam-macam, dan merasa sudah ternodai kesuciannya. ‘’Kamu tidak perlu khawatir! Yang jelas, kamu baik-baik saja.’’ Amar tidak in
Tanggal pernikahan telah diatur dengan cepat. Sara berusaha menghubungi orang tuanya di kampung halaman tempat ia dilahirkan. Namun, sampai saat ini tidak ada respon baik sedikit pun dari mereka. Sedangkan dari pihak Amar sendiri, ibunya sudah merestui pernikahan mereka. Wulan sangat percaya bahwa keputusan anaknya adalah yang terbaik. Lagi pula dengan siapa mereka menikah sudah menjadi urusan masing-masing, orang tua tidak perlu terlalu banyak ikut campur. ‘’Bagaimana dengan orang tuamu?’’ Amar ingin memastikan bahwa orang tua Sara ikut hadir di dalam pernikahannya. Di lain sisi, Sara adalah seorang perempuan, yang nantinya membutuhkan figure ayah sebagai walinya. ‘’Aku sudah mengirimkan mereka pesan, seharusnya mereka sudah mem
Dalam pemilihan tempat pernikahan, Amar menyewa gedung mewah yang berada di pusat kota. Untuk masalah tema, ia menyerahkan sepenuhnya kepada asisten pribadinya, Anton. Selera Anton biasanya selalu serasi dengan apa yang Amar inginkan. Memang benar, Anton tidak pernah mengecewakan Amar untuk mengandalkan selera estetiknya. Kali ini Anton memilih salah satu wedding organizer yang terkenal di kota ini. Ia menunjukkan ide cemerlangnya agar nanti bisa direalisasikan untuk mendekor gedung itu. Anton memilih tema gold white untuk pernikahan Amar nanti. Sebuah pencampuran warna yang memiliki arti yang bermakna. Warna gold seringkali dipercayai sebagai lambang kemewahan, sedangkan warna putih memiliki arti suci, dan sakral. Jika kedua warna ini digabungkan, maka akan membentuk karakter warna yang sangat kuat, dan elegan.  
Sara terbangun dari tidurnya, sorot sinar matahari pagi berhasil menyilaukan kedua matanya. Masih dalam kondisi belum sepenuhnya sadar, ia melihat lengan kekar yang melingkari tubuhnya. Sara sangat terkejut, ketika membuka selimutnya, dan mendapati dirinya tanpa mengenakan baju. ‘’Ahhh … siapa kamu!’’ teriak Sara dengan sangat keras, hingga berhasil membangunkan Amar yang masih tertidur pulas. ‘’Saya Amar, suami kamu!’’ Dengan sedikit menguap, Amar menjawab pertanyaan Sara. Teriakan Sara lumayan membuat telinganya terasa pekat.Sara terhentak, sembari mengedi-edipkan kedua matanya. Sara sepertinya lupa, kalau saat ini dirinya sudah menika