Share

Bab 6

Wira mengetuk-ngetuk kamar kakaknya, dia baru saja mendengar kabar dari kedua orang tuanya bahwa kakak keduanya itu besok akan menikah.

“kakak, buka pintunya. Aku mau bicara denganmu” ucap pria itu sembari terus mengetuk pintu yang tak kunjung di bukakan.

“Buka atau aku dobrak kak, kakak mau menikah tapi kenapa tiba-tiba dan tidak bilang padaku” Wira bersikeras tak menyerah memanggil dan berbicara pada kakaknya yang berada di dalam kamar.

Pintu terbuka dengan perlahan, menampakkan wajah sembab Wulan yang menatap lelah adiknya itu.

“Kamu mau bicara apa? kakak capek” lirih Wulan menatap sang adik dengan pintu yang tak terbuka cukup lebar.

Wira membuka lebar pintu itu sehingga dia bisa masuk kedalam kaar sang kakak.

“Kau kenapa? Mama melakukan apa padamu? Memaksamu menikah atau bagaimana?” pria muda itu langsung mencecar berbagai pertanyaan pada kakaknya.

“Bukan urusanmu Wira, kamu bisa keluar sekarang. Kakak ingin sendiri, kakak harus menyiapkan diri untuk besok” ucap Wulan tak bertenaga.

“Ini urusanku juga, kau kakakku kan. apa salahnya aku ikut campur. Pernikahan besok keinginanmu atau bukan. Kalau bukan sudahlah tidak usah kau turutu rencana gila mereka” ucap Wira menatap kakaknya yang membuang muka tak melihat padanya.

“Kakak” Wira yang gerap memegang bahu snag kakak membalikkannya agar menghadap dirinya saat ini.

“Stop Wira, keluar sekarang. Kakak ingin sendiri” kesal Wulan yang sudah habis kesabaran. Dia langsung mendorong adiknya agar keluar dari kamarnya.

“Kakak, dengarkan akau. Tidak usah kau ikuti rencana mereka, kakak..” ucap Wira yang terus ingin bicara tetapi dia sudah terdorong keluar dan pintu kamar kakaknya sudah ditutup kembali.

Wulan yang berada di dalam kamar, membelakangi pintu dan terduduk seketika. Kakinya begitu lemas untuk menopang tubuhnya saat ini.

“Entah mungkin ini takdirku atau bagaimana, aku terima saja tuhan. Semoga dengan ini juga aku bisa sedikit lebih semangat untuk hidupku kedepannya” meskipun terdengar pilu di hatinya tapi Wulan berusaha untuk tetap berpikir positif saja.

..................................................

Hari yang ditunggu bagi Radit akhirnya tiba, dia akan memeprsunting perempuan idamannya selama ini. ii juka akan menjadi kejuta bagi Widya pasti perempuan itu terkejut kalau dialah yang kan menikahinya.

Radit melihat dirinya sendiri di pantulan cermin, tubuh tegap nam menawan membuatnya kagum sendiri dengan keindahan tubuhnya itu. apalgi saat ini stelan jas pernikahan telah ia kenakan dengan cukup pas dan bagus di tubuhnya. Rasanya tak sabar dia ingin melihat pengantin perempuannya yang juga pasti sangat cantik dengan gaun pilihannya.

“Tuan Radit silahkan keluar, orang tua anda sudah menunggu di bawah” ucap seorang pria yang merupakan panitia yang mengarahkan acara besar Radit.

“Ya” jawab Radit sembari melihat pria tersebut. Dia langsung merapikan dirinya sekali lagi sebelum berjalan keluar ruangan.

Tetapi sebelum itu radit melihat ponselnya saat ini, dia terlihat tak senang saat melihat tak ada satupun balasan pesan dari seseorang.

“Kau sepertinya memeng ingin putus komunikasi dneganku, aku tidak kau anggap lagi kah” gumamnya tampak kecewa. Sangking kesalnya dia, ia langsung membuang ponsel itu ke ranjang miliknya dan langsung keluar begitu saja.

Ruangan yang baru saja di tempati Radit barusan adalah kamar pengantin yang telah di hias cukup sempurna untuk sebuah malam pertama, malam yang indah untuk pengantin baru menghabiskan malam panjang

Ditempat lain, Wulan sudah di rias cukup menakjubkan. Perempuan yang kesehariannya terlihat polos itu kini berubah menjadi seornag putri cantik dengan gaun pengantin yang cukup mewah melekan pada tubuhnya.

“Sudah Nona, silahkan buka mata anda’ ucap sang perias saat selesai merias Wulan.

Wulan langsung membuka matanya melihat pantulan wajahnya melaui cermin didepan, ini hari yang ia idam-idamkan bersama dengan Leon tapi kenyataannya bukan Leon yang akan bersanding dengannya tapi orang lain.

“Maaf anak saya sudah selesai dirias kan?” tanya Halima yang tiba-tiba saja masuk keruang rias.

“Iya sudah nyonya, putri anda sangt cantik sekali” ucap perias wanita tersbut sambil tersenyum.

“Bisa tinggalkan kita berdua sebentar” ucap halima pada perias tersebut.

Perempuan yang selesai menghias Wulan itu sedikit kesal karena ucapannya tak ditanggapi sama sekali, meskipun begitu dia berusaha tersenyum dan langsung pamit pergi.

“Kenapa dengan wajahmu, bisa tersenyum tidak. Jangan buat malu Mama atau papamu” ucap halima pada Wulan yang tampak tak begitu senang

“bagaimana bisa aku tersenyum dengan keadaan seperti ini, Mama kalau jadi aku apa masih bisa tersenyum” ucap Wulan dnegan nada dingin menatap sang Mama.

“Terserah katamu, tapi awas saja kalau kamu membuat Mama dan papamu malu. Ayo keluar, pengantin pria mu sudah menunggu” ucap Halima mengajak Wlan untuk keluar.

“Bukannya kau menyuruhku keluar saat sudah selesai akad, kenapa sekarang menyuruhku untuk keluar” tukas Wulan menatap mamanya.

“Akadnya sudah selesai dan kau harus keluar sekarang” ucap halima.

Mendengar itu Wulan tampak bingung, bagaimana bisa kadanya sudah selesai. Kenapa acaranya tetap berlanjut bukannya seharusnya pernikahan ini tidak terjadi karena nama mempelai perempuan yang berbeda tetapi kenapa pernikahan tetap terjadi. Bingung Wlan bertanya-tanya di dalam kepalanya.

“Apa pria itu tidak menyadari nama yang dia sebutkan saat Akda berbeda,” gumam Wulan, tak habis pikir dengan hal itu.

“Ma, kalau aku keluar terus bagaimana kalau dia tahu kalau akau bukan kak Widya?” Tanya Wulan gusar.

“Itu kita pikirkan nanti, yang penting kau sudah sah menjadi istrinya. Dan tidak mungkin dia membuat keributan di acara besar keluarganya ini”

“Tapi ma, aku takut..” ucap Wulan, baru kali ini dia menunjukkan etakutannyatersebut.

“Tidak usah taku, sudah ayo kita kebawah. Suami sudah menunggu di bawah” ucap Halima mengajak Wulan untu cepat turun karena mempelai pria dan yang lainnya sudah menunggu.

“Mama bisa tidak sekali ini saja memikirkan tentangku, dan sekali ini bisa peluk aku..” ucap Wulan terdengar memohon.

Halima yang tadinya akan menarik tangan Wulan untuk bergegas keluar langsung berhenti dan berbalik melihat putrinya itu yang menatapnya dengan tatapan sendu dan penuh harap.

Rasanya ia menjadi sedikit tak tega melihat hal itu, meskipun dia jarang memberikan kasih sayang pada Wulan. Tapi bagaimanapu sisi keibuannya begitu terasa saat ini.

Tanpa banyak bicara Halima mendekati snag putri dan menariknya kedalam pelukannya saat ini.

Wulan yang sedikit tak percaya tentu saja tak membuang kesempatan tersebut. Dia balas memeluk ibunya, ini sudah cukup lama baginay mendapat pelukan dari sang mama. Selama ini yang selalu di utaman kakaknya dan kakaknya terus menurus.

“Hangat, ternyata seperti ini pelukan seorang Mama pada anaknya” batin Wulan merasakan kehangatan pelukan sang mama.

“Sudah ayo tidak usah banyak drama Wulan, mereka sudah menunggu kita” Haliam langsung melepaskan pelukannya pada sang putri.

Wulan yang baru saja merasakan kenyaman langsung terhenti, dia menghela nafas meskipun hanya sebentar dia bisa merasakan hangatnya pelukan mamanya itu. Wulan langsung berjalan mengikuti snag Mama yang berjalan lebih dulu darinya. ia sendiri berjalan pelan dengan hati-hati karena gaunnya tersebut.

°°°

T. B. C

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status