Ia menatap uang seribu rupiah yang diberikan oleh Nami ke dalam genggaman telapak tangannya tadi. Entah kenapa, hatinya langsung tersentuh. Moreno tidak bisa melukiskan perasaan itu karena rasanya baru ia alami sekarang. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia jadi seperti itu."Nami dapat uang itu darimana? Uang jajan Nami?"Nami mengangguk. "Kenapa tidak dipakai beli jajan?""Cudah, celibu, atu dadan dibeyi mama dua libu, atu cicain celibu, buat tabung cupaya mama bica beyi pattop!" kata Nami yang memang belum sempurna menyebut kata-kata meskipun ia sudah sekolah TK, yang artinya, sudah, seribu, aku jajan diberi mama dua ribu, aku sisain seribu, buat tabung supaya mama bisa beli laptop.Moreno sedikit tidak paham dengan bahasa cadel Nami, tapi ia paham dengan bagian anak Mitha yang diberikan uang dua ribu oleh Mitha untuk jajan hingga ia mendongak ke arah Mitha seolah melakukan aksi protes. "Karena Roger tidak bisa mencari uang yang banyak, kamu sampai ngasih uang jajan ke Nami cuma seg
Mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno, emosi Mitha benar-benar tersulut. Kedua tangannya terus saja melakukan dorongan pada tubuh Moreno agar ia bisa menyingkirkan Moreno sebelum ada yang melihat mereka. Namun, Moreno yang tidak mau dibantah dan dilawan bersikeras untuk memberikan pelajaran hingga sengaja membuat tubuhnya semakin berat sampai sulit untuk disingkirkan. Ketika pergulatan mereka sedang sengit-sengitnya. Tiba-tiba saja pintu ruang rawat inap terbuka. Muncul Maira yang usai menyaksikan prosesi pernikahan palsu antara Mitha dan Moreno menyepi sendirian dahulu karena perasaannya sesak melihat raut wajah Moreno yang terlihat bahagia saat bersanding dengan Mitha padahal itu bukan pernikahan yang sesungguhnya. Sementara saat pernikahan kontrak mereka berlangsung, Moreno justru pasang wajah datar dan dingin seolah sangat terpaksa melakukan pernikahan kontrak itu dengannya. Usai menyendiri dan membuat perasaannya jadi stabil, Maira mengikuti Moreno yang mengantarkan Mitha
"Jangan sembarangan kamu!"Moreno tertawa, puas sekali rasanya ia sudah berhasil mempermainkan perasaan sang mantan yang dahulu juga sudah membuat ia merasa terpuruk."Aku akan bawa Nami jajan di kantin, kamu bisa memperhitungkan waktu itu untuk ganti baju, nanti perias yang aku bayar akan datang ke sini."Tanpa peduli dengan ekspresi wajah Mitha yang terlihat kesal, Moreno langsung mendekati Nami yang tadi sudah mendekati ibunya saat Mitha meminta sang anak untuk mendekat padanya. Dengan gayanya yang sangat halus, Moreno mengajak Nami untuk ikut bersamanya ke kantin rumah sakit. Mitha sebenarnya ingin mencegah, tapi anaknya pasti lapar dan ia tidak bisa memberikan makanan untuk sang anak karena Moreno melarangnya bebas keluar khawatir dirinya melarikan diri.Karena berpikir sang anak butuh makan, akhirnya ia mengizinkan Moreno membawa anaknya ke kantin dengan satu catatan, Moreno tidak membawa anaknya jauh-jauh khawatir pria itu khilaf melakukan sesuatu pada anaknya sebab, biar bag
Maira lagi-lagi merasa sesak mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno. Sebelah hatinya tidak setuju dengan apa yang diucapkan oleh Moreno, tapi mau bagaimana? Ia tidak bisa mengatakan apapun kecuali hanya bisa diam dan selanjutnya, ia diminta Moreno untuk pulang saja ke rumah."Baiklah, aku akan berusaha untuk membantu, tapi apakah aku bisa menagih janji yang pernah kau katakan padaku?"Setelah beberapa saat hanya diam, Maira akhirnya membuka suara. "Janji?""Ya. Aku ingin kerja di kantor ayah kamu, kamu pernah menawarkan aku pekerjaan di situ, kan? Kamu tahu sendiri sekarang aku enggak ada kerjaan.""Bukannya uang lu masih banyak? Lu dapat dari gue yang bayar denda sama istri bos lu yang minta lu bersandiwara, kan?" sinis Moreno. "Iya, tapi, kalau enggak kerja, duit itu akan habis tanpa terasa, aku juga harus mempersiapkan biaya sekolah Adam, dan ayah aku juga perlu beli perahu baru untuk mencari ikan.""Asal lu enggak bikin onar dan patuh sama gue, gue akan kasih apa yang lu minta
"Enggak....""Lho, kok bisa dia balik lagi ke rumah?""Emangnya kenapa?""Moreno itu enggak akan pernah mau balik ke rumah, setahuku.""Terus, dia sekarang emang udah balik ke rumah.""Aneh, apa dia balikan lagi sama mantannya itu?"Maira terdiam. Haruskah ia menceritakan segala-galanya pada sang adik? Rasanya sekarang pikirannya sangat penuh. Tidak ada orang yang bisa mendengar keluh kesahnya karena ia sedang bersandiwara. Apakah Adam akan berpihak padanya jika ia bercerita tentang kondisi pernikahan kontraknya dengan Moreno?"Sebenarnya, kenapa sih, dia itu masih belum bisa move on sama mantannya itu?" Terbersit di pikiran Maira, untuk mencari informasi dari Adam tentang Moreno, agar ia bisa mendapatkan kartu As pemuda tersebut supaya ia bisa mengantisipasi sikap Moreno yang bisa saja nanti seenaknya padanya."Ya, namanya juga cinta, Kak. Emangnya, Kakak udah bisa move on sekarang sama Dafa?""Udahlah! Aku enggak ada waktu mikirin pria kayak dia!""Berarti Kakak sekarang udah suka
Maira bicara demikian dengan nada suara yang lantang pula. Mendengar apa yang dikatakan oleh sang kakak, Adam langsung menatap ke arah Tono yang tidak percaya mendengar apa yang diucapkan oleh Maira."Gimana, Mas? Mau di sini aja, atau aku tolongin?" tanyanya dan Tono mencibir mendengar pertanyaan itu, ia menepis tangan Adam yang terulur untuk membantunya, dan berusaha untuk bangkit sendiri sambil mengomel panjang pendek. Ini membuat Adam menahan tawa, karena Tono benar-benar seperti bebek yang sedang tercebur lumpur lantaran hampir seluruh tubuhnya terkotori lumpur."Mas pulang, deh! Kotor amat itu badan, bajunya juga!" sarannya, dan Tono mencibir lagi pertanda tidak setuju dengan saran tersebut. "Mumpung ketemu ayang cantik! Aku mau ngobrol!" katanya, lalu melangkah ke arah di mana Maira berada sambil mengusap wajahnya yang terkena lumpur berkali-kali. Maira benar-benar kesal karena Tono tidak peduli penampilannya yang semrawut seperti itu, tapi tetap saja mendekatinya tanpa me
Deg!Jantung Mitha seolah berhenti berdetak mendengar pertanyaan Tante Mila, dan itu membuat Mitha menggigit bibir untuk sekedar menenangkan perasaannya yang sekarang mendadak tidak karuan. "Itu, aku, aku-""Sudah dikeringkan, Mi. Mitha sakit kepala kalau berjilbab tanpa mengeringkan rambut dulu!" potong Moreno dan Mitha merasa tertolong mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno."Oh, begitu. Cepatlah beri kami cucu, aku yakin setelah itu kesehatan ayah kalian akan semakin membaik. Tapi jangan lupakan kesehatan kamu, ya?"Setelah bicara demikian, Tante Mila berlalu dari hadapan Mitha yang langsung menghembuskan napas lega ketika ibunya Moreno keluar dari ruangan tersebut setelah memberikan pesan pada Moreno bahwa ia harus segera menguasai projects yang dikerjakan oleh perusahaan."Tutup pintunya!" perintah Moreno pada Mitha yang berdiri mematung di tempatnya. "Enggak perlu, aku cuma mau bicara sebentar sama kamu."Karena Moreno kerap melakukan sesuatu yang terkadang membuat ia merasa
"Oh, begitu, tapi istri kamu ini belum sembuh benar, kalau dia sedang bernafsu kamu jangan memancingnya, kasihan, kamu harus bisa meredam gairahnya, ya?"Mitha yang mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno geram sebenarnya. Apalagi kata-kata itu mampu dipercaya Tante Mila hingga wanita tersebut merespon demikian. Ingin sekali ia memukuli Moreno, karena seenaknya sekali pria itu mengatakan bahwa dirinya sedang bernafsu sampai ia sakit seperti sekarang. Padahal kenyataannya, ia benar-benar sakit, dan rasa sakit itu kambuh lantaran Moreno yang dinilainya keterlaluan.Moreno segera menggendong tubuh Mitha karena ibunya memberikan perintah padanya agar membawa Mitha kembali ke kamar. Seandainya Tante Mila tidak ada, tentu Mitha akan berontak dan tidak mengizinkan Moreno melakukan hal itu padanya. Dengan hati-hati, Moreno membaringkan tubuh Mitha ke atas tempat tidur. Namun, ketika ia ingin menyampaikan sesuatu pada wanita tersebut, Mitha menggunakan kedua tangan dan kakinya untuk memuku