"Tanda tangan!" perintah pria itu pada Mitha, namun Mitha hanya diam hingga pria tersebut terlihat kesal."Apa gue harus maksa lu baru lu mau tanda tangan?" tanya laki-laki itu sambil memberikan isyarat pada teman-temannya untuk memaksa Mitha untuk tanda tangan namun Moreno langsung berteriak agar mereka tidak menyentuh Mitha hingga pria yang memegang kertas dan pulpen itu berbalik dan menatap Moreno dengan tatapan mata tidak suka."Gue kagak ngomong sama lu, jadi lu diem aja, Brengsek!!" bentaknya pada Moreno. Tetapi, bukannya takut meskipun dibentak sedemikian rupa, Moreno yang tidak mau para pria itu memaksa Mitha berusaha untuk menghajar para pria yang lain yang menghalanginya untuk mendekat ke arah posisi di mana Mitha dan laki-laki yang memegang kertas tersebut.Moreno berhasil menghajar para teman pria yang memaksa Mitha untuk tanda tangan. Lalu, pria itu langsung menghampiri Mitha namun gerakannya terhenti karena pria yang menodongkan pisau pada Mitha mengancamnya. "Kalau lu
Danu melontarkan pertanyaan, dan Moreno sontak terdiam untuk sesaat. Lalu akhirnya.... "Dengan setan!" katanya sambil menatap ke arah Miko yang mendelik ke arahnya karena kesal dikatakan setan oleh Moreno. "Sejak tadi, Tuan bicara tapi seperti bukan bicara dengan Nona Mitha, saya jadi khawatir." "Lu nyetir aja yang cepet, kita harus sampai ke rumah sakit terdekat biar Mitha bisa diperiksa!" Tidak mau terlalu menanggapi apa yang diucapkan oleh Danu, Moreno hanya mengatakan kalimat tersebut. Terpaksa, Danu tidak lagi banyak bicara karena sepertinya Moreno juga enggan menjawab dengan baik pertanyaan darinya. Mobil terus melaju membelah jalanan yang diselimuti kabut tipis. Hawa dingin semakin menusuk sampai akhirnya mereka tiba di rumah sakit terdekat. Mitha dibawa oleh Moreno ke IGD dibantu oleh beberapa petugas kesehatan yang berjaga malam. Sedangkan Danu menjaga Nami tanpa menyadari ada Miko yang mengawasi dirinya yang melakukan hal tersebut. Beberapa saat kemudian, Mi
"Enggak!""Kenapa tidak mau Tuan? Tuan tidak boleh terus menerus melakukan kontrak pernikahan dengan Nona Mitha, itu akan membuat Tuan semakin dalam terbuai perasaan Tuan sendiri!""Tutup mulut lu, Danu! Gue tau apa yang gue lakukan dan lu enggak usah ikut campur dalam masalah ini karena lu enggak berhak! Urus aja hal yang seharusnya lu urus, masalah gue sama Mitha itu masalah gue, bukan urusan lu!"Setelah bicara demikian, Moreno berbalik dan melangkah meninggalkan Danu yang hanya geleng-geleng kepala mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno tadi padanya. "Tuan, apa yang harus saya lakukan agar bisa menyelamatkan tuan dari harapan semu tuan itu. Saya khawatir, tuan semakin jauh melangkah hingga akhirnya terhempas semakin parah daripada yang dahulu...."Danu bicara sendiri sambil ikut keluar dari ruangan itu untuk segera ke kamarnya guna beristirahat karena hari sudah terlalu larut dan ia juga sudah sangat lelah.***"Gue pikir lu enggak balik lagi ke kota, udah di desa doang engga
"Tapi, apa yang harus kita lakukan? Saya sudah berusaha untuk membuat Tuan Moreno berubah pikiran, tapi tetap saja tidak berhasil, Tuan Moreno tetap kukuh untuk tetap mempertahankan kontrak.""Apa kondisi ayahnya sudah membaik?""Kondisi Tuan Marvel turun naik, Maira. Itu sebabnya ibunya Tuan Moreno tetap di Jakarta untuk mendampingi.""Beberapa pekan lalu aku dengar sudah mengalami kemajuan, kenapa jadi buruk lagi?""Mungkin mendengar di sini Tuan Moreno sedang menyelesaikan masalah perusahaan seorang diri.""Kenapa tidak dirahasiakan, bukankah pikiran itu hal yang paling utama bagi seseorang agar ia bisa segera sembuh?""Kami sudah merahasiakan, masalah di sini hanya diketahui oleh nyonya besar, tapi saya tidak tahu jika tuan tahu dari orang lain.""Begitu, jadi apa rencanamu? Kau benar-benar tidak mau bertindak untuk memisahkan Moreno dengan Mitha?""Saya ingin, tapi saya tidak tahu caranya.""Apakah kau sudah bicara dengan Mitha.""Sudah.""Apa katanya?""Dia tidak bisa berbuat a
Sebenarnya, mendengar apa yang diucapkan oleh Jee, Moreno kesal, tapi pemuda itu berusaha untuk menahan diri karena ia sadar sekarang sedang ada di kantor. "Lu bisa enggak sih bicara tanpa urat? Ini kantor, kalo lu sampai bikin kacau kantor bokap gue, gue akan gebuk lu juga Jee, jadi jaga sikap lu, ikut gue sekarang!" Setelah bicara demikian, Moreno keluar dari ruangannya dan meminta Danu untuk di ruangannya saja menggantikan dirinya karena ia ingin bicara dahulu dengan Jee di tempat lain. Jee mengikuti dengan wajah yang terlihat tidak sabar. Mereka sampai di atap bangunan kantor, dan di sana, Moreno membebaskan Jee untuk bicara semaunya tanpa khawatir karyawan lain mendengar pembicaraan mereka. "Jawab pertanyaan gue! Apa yang sedang lu sembunyikan dari gue? Kenapa sampai lu melibatkan Mitha segala? Udah bosen hidup lu?" Jee mengulang pertanyaannya yang belum sempat dijawab oleh Moreno. Moreno menghela napas sesaat, untuk mencari kalimat yang tepat agar Jee tetap tidak tah
"Apa?" Moreno terlihat sangat terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Jee."Lu kagak menyelidiki masalah itu emangnya?""Orang-orang bokap gue belum punya kesimpulan apapun tentang hal itu, karena masih menyelidiki masalah siapa yang memberikan perintah pria misterius yang ingin membunuh gue.""Mereka diminta oleh seseorang yang berasal dari desa Maira, apa lu kagak curiga biangnya itu mantan bini kontrak lu?""Enggak usah bilang mantan bini kali, cuma kontrak juga, bilang aja namanya, malas banget gue dengerinnya," sungut Moreno, dan Jee hanya mencibir mendengar aksi protes yang dilakukan Moreno."Jadi, apa lu bisa menyimpulkan informasi yang gue sampaikan ini? Kalau sampai terbukti si Maira itu pelakunya, gue kagak akan main-main ngasih dia pelajaran, Reno, kagak peduli dia itu perempuan, banci atau laki!""Gue akan mengusut ini sampai tuntas.""Kalau sampai terbukti dia otaknya, lu harus mengakhiri permainan lu ini, apapun alasannya gue kagak mau peduli!"Setelah bicara demikia
"Apa? Cucu?""Kenapa? Tidak bisa?"Sang kakek meneliti paras Moreno yang terlihat salah tingkah ketika ia menyebutkan ingin cucu dari cucunya tersebut."Bukan tidak bisa, tapi kenapa Kakek sama seperti ayah dan ibuku? Memangnya cucu itu bisa dibeli di supermarket? Butuh proses!"Moreno masih berusaha untuk menutupi pernikahan kontraknya dengan Mitha, "Butuh proses memang, tapi kau sepertinya tidak bisa melakukan proses itu karena sebenarnya kamu dan Mitha bukan pasangan yang sebenarnya, kan?"Jantung Moreno nyaris berhenti berdenyut ketika mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakek. Apa yang harus aku katakan? Apakah kakek tahu apa yang aku lakukan dengan Mitha?Hati Moreno bicara demikian sambil berpikir keras apa yang harus ia katakan untuk membuat kakeknya tidak tahu tentang sandiwara yang dilakukannya dengan Mitha."Reno, sejak kecil, kau selalu mengatakan apa saja yang ingin kau katakan pada Kakek, kenapa sekarang kau tidak seperti itu? Apakah menurutmu, Kakek sudah tidak lag
Teriakan yang diucapkan oleh Mitha cukup membuat langkah Moreno terhenti seketika. Padahal, ia sudah mencapai pintu depan dan siap memutar handle nya.Moreno berbalik dan menatap perempuan itu sesaat."Kalau kau pergi, kau sendiri tahu apa resikonya, dan aku tidak main-main untuk resiko yang harus kau tanggung!"Setelah bicara demikian Moreno langsung berbalik dan tetap melangkah pergi meninggalkan Mitha yang tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya memanggil Moreno saja tapi diacuhkan oleh Moreno. Namun, terpikir permintaan kakek Moreno bahwa ia harus menahan kepergian Moreno, perempuan itu akhirnya berlari keluar dan menahan Moreno yang siap ingin menaiki motornya."Kamu mau ke mana?" tanyanya pada Moreno. "Pergi!""Jangan pergi, kamu enggak boleh pergi dalam keadaan emosi!""Kalo gitu, apa kamu mau menemani?""Reno, ini sudah jam berapa? Enggak baik keluar dalam keadaan marah jam segini.""Kalau aku emosi dan tetap di rumah, aku tetap akan emosi sampai kapanpun, Mith, jadi pergi d