Share

Suprising Fact

Bukan waktu yang mengubah manusia, tapi keadaan sendiri yang memaksanya berevolusi.

•••

"DAMAR!!"

Panggilan bernada manja di ujung koridor itu membuat seorang cowok berseragam putih abu-abu memekik kaget. Bahkan, refleknya menjatuhkan orang juice yang baru saja ia beli.

Damar berdecak sebal lalu menatap ngeri ke arah Nabilla seperti maling yang ketahuan mencuri. Mampus gue, mampus! batin Damar.

Nabilla setengah berlari ke arah Damar, berkas yang dibawa cewek itu memancing satu alis Damar naik.

"Damar! kamu kemana aja? Aku kayak anak ayam yang kehilangan induknya tau. Aku dalam masalah besar, Dam. Huwaa Dam please tolongin aku." Nabilla menarik-narik ujung seragam Damar, memasang wajah puppy eyes.

"Justru aku yang nyariin kamu kemana-mana, Nab," alibi Damar. Pencitraan lah sama majikan. "Emang kamu dapat masalah apalagi? Ceroboh banget Na. Kemarin pas SMP kamu robohin papan mading sampai kacanya pecah, sekarang--"

"Sekarang rusakin proposal punya ketua OSIS Dam, sumpah! aku nggak niatan banget ngelakuin itu," potong Nabilla ngos-ngosan. Napasnya tidak teratur saking gugupnya. "Awalnya aku jalan-jalan tuh nyariin kamu, dan ternyata aku nggak sengaja nabrak cowok, parahnya itu ketua OSIS. Ganteng sih, Dam. Hihi. Tapi galak banget."

Damar hanya manggut-manggut paham, hati kecilnya sangat menyesal di pertemukan dengan Nabilla. Bagaimana tidak? Nabilla selalu saja membuat hari-hari Damar terasa di neraka. Nggak setiap hari sih, kelakuan ceroboh Nabilla aja yang sering bikin ribet.

"Jadi?" tanya Damar, kedua tangannya masuk dalam celana.

"Jadi tolongin aku bikin proposal ya... plis. Ketua ISIS eh, OSIS maksudnya minta proposalnya selesai hari ini. Sama persis pokoknya Dam. Yayaya?"

Tangan Damar yang tadinya di saku celana perlahan naik dan memijat pelipis. Jika tidak berdosa maka Damar akan senang hati menenggelamkan Nabilla ke sungai A****n.

"Mana sini aku liat?" Damar pasrah, dia mengambil alih proposal setengah basah dari tangan Nabilla.

"Kok basah?" tanya Damar.

"Ketumpah susu strawberry Dam."

"Ck, ampe segitunya. Mana tebel banget lagi ini proposal. Bentar liat dulu ada berapa halaman. Kalau banyak aku nggak yakin bakal selesai hari ini," jelas Damar.

Nabilla cemberut, dahinya mengernyit, ia tidak mau mati sebelum menikah. Apalagi di tangan ketua OSIS. Mit amit.

Nabilla menggigiti kuku jarinya, menunggu Damar selesai menghitung halaman proposalnya. Selesai menghitung, mulut Damar menganga tidak terima. Sebelah matanya ingin menutup tapi tidak bisa, alhasil, Damar pingsan dengan ditimpuk proposal di wajahnya.

Mata Nabilla membulat seketika. Ia berlutut lalu menepuk-nepuk pipi Damar. "Dam-Damar. Ih, kok malah pingsan sih? Jadi jumlahnya berapa halaman Dam? Sepuluh? Dua puluh?"

"Li-lima puluh. Na." Damar seolah kena penyakit strok mendadak.

"Apa?! Lima puluh?" tanya Nabilla tidak terima. "Gi-gimana dong Dam? Kamu jangan pingsan ih. Plis tolongin aku."

"Na," panggil Damar.

"Ya?"

"Besok kalau aku udah nggak ada. Suruh pak Mamat mandiin ayam aku dua kali sehari ya? Jangan sampai lupa," ngawur Damar, kemudian menutup mata. Damar pingsan.

"Damar ih," dengus Nabilla.

"Kalian ngapain di sini?" Suara berat itu membuat Nabilla menoleh, ia menemukan seorang cowok tinggi beralmamater maroon tengah menatapnya.

"Sa-saya anu kak, itu--" Nabilla menggigit bibir bawahnya, gugup.

"Anu apa? Sebentar lagi upacara pembukaan MOS dimulai, cepat kalian kumpul di aula," perintah cowok itu.

Nabilla mengangguk singkat, dia menatap Damar kasihan lalu menatap cowok tadi. "I-iya kak."

"Temen lo?"

"Di-dia pingsan kak."

Cowok itu menggelengkan kepala. "Ya sudah. Lo buruan ke aula sana, biar gue panggil PMR."

Nabilla mengangguk, sebelum pergi ia menatap Damar lalu berkata. "Maaf ya Dam. Aku nyusahin kamu lagi. Hiks."

***

"RAQA!!"

Suara manja itu sama sekali tidak mengalihkan perhatian Raqa dari beberapa dokumen di hadapannya. Tanpa menoleh pun Raqa tahu siapa pemilik suara.

"Raqa, lo kemana aja hem? Gue cari lo di club malam tadi nggak ada. Sekarang apa lo benar-benar mau ngehindar dari gue?" tanya Tamara, cewek dengan seragam ketat dan dua kancing atas terbuka itu mengalungkan tangan ke leher Raqa.

"Buset dah, main nyosor aja nih cewek, inget Tama, lo di ruang OSIS woy!" celetuk Bryn Delano, cowok yang juga termasuk dalam anggota OSIS.

Juan yang sibuk memutar tripod kini mengusap dagu. "Raqa bosen kayaknya sama lo Tama, mainnya gitu-gitu aja. Ubah posisi dong. Adaw!" Cathrine langsung menggeplak kepala Juan.

"Posisi apa, huh? Dasar mesum," cibir Cathrine.

"Posisi duduk di mobil maksud gue Cath, pikiran lo ternyata yang mesum."

Cathrine mendengus keras. Cewek OSIS berkuncir kuda ini termasuk dalam bagian medik.

Raqa menoleh ke arah Cathrine. "Lo udah siapin P3K Cath?"

Cathrine mengangguk. "Udah kok Raq, gue juga udah suruh beberapa anggota PMR buat siapin tandu. Kali aja ada yang pingsan."

Raqa berdehem singkat, ia membiarkan tangan Tamara mengalung tanpa berniat menepisnya.

"Lo kok nggak jawab pertanyaan gue Raq?" tanya Tamara, merasa teracuhkan.

"Gue yakin lo udah tau jawabannya. Cepet singkirin tangan lo. Gue banyak urusan."

"Nggak mau! Lo jawab dulu pertanyaan gue."

"Tamara... jangan sampai gue pakai kekerasan."

"Nggak!"

"Tam--"

Belum sempat menjawab, Tamara menggigit bibir bawah Raqa. Raqa terpekik kecil, namun tak berniat membalas pancingan Tama. Raqa membiarkan cewek nakal itu menggigit bibirnya.

Kecuali cewek itu melewati batas, maka Raqa mendorongnya.

"Wih! Tama nunggu balasan lo Raq. Gercep Raq, cepetan balas!" celetuk Juan.

"Kalo lo nggak balas, mending gue yang diposisi lo oi!" hardik Bryn. "Enak kayaknya tuh kalau di dalemin. Aw!" Kali ini Cathrine menoyornya.

Ini cewek dasar nggak tau malu, main sosor bibir orang aja, batin Cathrine tidak terima. Ia berusaha menghindari pemandangan itu.

"Raq, cepetan peserta udah—oi! Itu ngapa lo bedua gigit-gigit." Ragil yang baru saja datang terkejut, lantas Raqa mendorong keras bahu Tamara.

Raqa berdehem singkat, ia mengatur napas senormal mungkin, kemudian menatap Ragil. "Tunggu dua menit, gue segera ke aula."

Ragil mendengus. "Serah lu dah ketua OSIS."

"Lo kok nggak balas gue Raq?" tanya Tama, tidak biasanya Raqa mengacuhkannya.

Raqa melirik sekilas lalu merapikan jas almamaternya. "Karena gue udah jadi ketua OSIS, gue harus jaga sikap. Lo ngerti? Dan sekarang lo harus terima, kalo gue sama lo udah nggak ada apa-apa."

***

Nabilla mengusap keringat yang terus mengalir di pelipisnya dengan punggung tangan. Udaranya terasa sangat pengap.

Rasanya lima menit sudah menunggu, tapi kemana ketua OSIS itu? Sampai akhirnya pandangan Nabilla teralihkan pada seorang cowok yang tengah memegang mikrofon di panggung sana.

"SELAMAT PAGI SEMUA!" sapa cowok itu.

"PAGI!" jawab seluruh peserta MOS.

"Oke, sebelum kita mulai upacara pembukaannya, saya selaku pembawa acara meminta kalian mengatur barisannya. Tolong yang tubuhnya agak pendek di depan, dan lumayan tinggi di belakang ya? Agar barisannya terlihat rapi. Anggota OSIS tolong bantu mereka." Cowok itu menggidikan bahu ke barisan anggota OSIS.

Semua peserta mengangguk, termasuk Nabilla, sadar tubuhnya lumayan pendek dia mengambil inisiatif di barisan paling depan.

"Hai," sapaan kecil itu membuat Nabilla menoleh ke samping kiri.

"Oh, Hai," jawab Nabilla kikuk.

"Btw, nama gue Mentari Pagi, lo bisa panggil gue Tari." Cewek berbandana biru itu mengulurkan tangan lalu tersenyum.

Nabilla menerima uluran tangannya tanpa ragu, sepertinya dia cewek baik-baik, batinnya.

"Gue Nabilla Shiletta, lo bisa panggil gue Nabilla atau Letta. Asalkan jangan dipanggil Nabil," jawab Nabilla tersenyum.

Mentari mengangguk, dia lalu menarik pelan seragam cewek yang sibuk mengecek wajah di cermin di belakangnya. "Oh ya, kenalin juga temen gue Sagita, kita temen satu SMP. Sagita baik kok orangnya, kita sahabatan malah."

Cewek yang bernama Sagita itu mengulurkan tangan. "Sagita Viona, lu bisa panggil gue Gita."

"Nabilla Shiletta, panggil aja Nabilla atau Letta." Nabilla menerima uluran tangannya, tapi tunggu, sepertinya Nabilla pernah melihat cewek ini. Tapi dimana?

Mengingat, Nabilla akhirnya buka suara. "Lo bukannya yang tadi minta foto sama ketua OSIS itu kan?"

"Ah bener, seratus buat lo. Biar pun gue ditolak sih. Biasa aja. Orang ganteng mah sering jual mahal."

Nabilla terkikik. "Gue kesian aja sama lo, keliatannya tadi hampir nangis."

"Masa sih? Gue tadi akting aja," dusta Sagita. "Gue kecakepan, mangkanya tuh ketua OSIS takut mimisan."

Mentari hanya terkekeh, ketika menatap Nabilla lekat, dia juga ikut-ikutan teringat sesuatu.

"Bentar-bentar, lu bukannya cewek yang barusan cekcok sama kak Raqa kan? Lo-lo yang barusan dilempar proposal, iya kan? Oh waw, gue nggak nyangka kita bakalan ketemu," cerca Mentari.

"Lo tau darimana?" tanya Nabilla.

"Masa lo nggak tahu? Lo udah cek grub wa MOS khusus cewek belum? Foto lo dilempar proposal sama kak Raqa udah tersebar di sana. Gila! Gue nggak habis pikir sama orang yang tega nyebar."

Nabilla menganga, buru-buru dia membuka grub wa MOS khusus cewek, alangkah terkejut mendapati fotonya tengah dilempari proposal oleh ketua OSIS terpampang di sana.

"Ini siapa yang ngirim sih?!" kesal Nabilla.

"Gue juga nggak tahu, habis ngirim foto lu dia langsung left," jawab Mentari.

"Pengecut banget cih," cibir Sagita.

"Lagian kenapa lo bisa dilempar proposal sama kak Raqa? Lo ada buat salah? Di foto itu kak Raqa keliatan kesel banget," ujar Mentari cemas.

Nabilla menelan saliva susah payah. Pikirannya berkecamuk, bayang-bayang kehidupan mengerikan pada masa MOS mulai memenuhi pikirannya.

"Gu-gue ... "

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status