Dering ponsel berulang kali terdengar namun Rere sepertinya enggan untuk menyentuh benda pipih yang semalam ia letakkan di sampingnya.
Menarik selimut yang entah kenapa merosot ke bawah, kemudian kembali melanjutkan tidurnya.
Semalam dia, Mak, Nur dan Udin bergotong royong memilah dan memasukkan barang belanjaan ke tempatnya masing masing.
Mereka juga membantunya memasukkan barang barang pribadinya yang masih di dalam dalam koper untuk di letakkan dalam lemari.
Tidak cukup itu saja, Nur yang sudah tidur puas di mobil, tidak dapat langsung tidur lagi walau pun sudah larut malam, jadilah mereka berempat menonton televisi, dan menyantap mi instan yang Mak buat hingga tadi dini hari.
Ponsel itu berbunyi lagi, Rere tahu siapa yang sedang menghubunginya, Alman! Lelaki itu tak akan berhenti menghubunginya. Sampai dia menerima panggilan video call dari lelaki itu.
&nbs
"Pagi, semua." sapa Rere yang baru saja menginjakkan kaki di ruang makan.Mak yang sedang menemani Nur sarapan, sudah membuka mulutnya hendak menjawab sapaan Rere namun, hanya bisa melongo saat mata mereka menatap penampilan Rere."Mak, pangling. Mbak." ujar Mak. Sesaat kemudian setelah kaget nya hilang.Seketika senyumnya merekah, sambil terus menerus menatap wanita yang baru saja turun dari tangga itu."Tapi kaca matanya jelek, kalau di buka pasti lebih cantik." sahut Nur yang sudah rapi dengan seragam barunya, tiba tiba menimpali ucapan Mak.Rere hanya bisa tersenyum mendengar komentar pedas, tangannya memundurkan satu kursi untuk memberikan cukup ruang agar dirinya bisa duduk menikmati sarapan."Maaf, Mbak. Untuk yang sekarang, Mak lebih setuju dengan yang di katakan Nur. Kaca matanya jelek." ujar Mak tulus, tanpa bermaksud menyinggung perasaan Rere yang sedang memak
Rere hanya bisa menarik nafas panjang sambil berdiri dari kursinya, mencoba tersenyum walau tampak sekali terlihat kalau apa yang ia lakukan saat ini seperti sedang berada dalam tekanan."Apa kabar, Wa?" Ujarnya, dengan kembali merapatkan kedua telapak tangannya di depan dada. Matanya menatap membalas tatapan Dewa dengan pandangan yang biasa saja."Kau tampak sangat tidak bersahabat saat melihatku, Dew? Apakah kamu sehat?"Dewa mulai menabuh genderang perperangan.Bukannya menjawab apa yang Rere tanyakan, dia malah balik bertanya dengan senyum sinis yang setia di bibirnya."Alhamdulillah, buktinya aku ada di sini." Jawab Rere yang walau pun terdengar sama sama sinis, namun senyum Rere terlihat lebih tulus."Seperti yang papa ucapkan padamu kemarin, mulai saat ini Dewi yang akan menemanimu menjalankan roda perusahaan. Papa dan dewan direksi sudah berdisk
"Dewa ...."Tanpa mengetuk pintu, seorang perempuan setengah baya, dengan riasan sederhana namun tampak elegan, berambut putih sebahu yang dibiarkan terurai begitu saja, langsung masuk ke dalam ruangan tempat pak Bagas di rawat.Tentu saja kedatangan yang tiba tiba membuat Dewa yang sedang melamun dibuat kaget, hingga terlonjak bangun dari duduknya."Ma, jangan keras keras dong, kalau manggil, bikin aku kaget aja.""Bukan suara mama yang bikin kaget, tapi pikiran kamu yang kemana mana itu buat kamu tersentak." bantah perempuan yang dipanggil mama oleh Dewa."Jelaskan pada mama, kenapa Papamu bisa begini, jangan dikurangi dan jangan dilebih-lebihkan." Titah mamanya pada Dewa, tegas tapi pelan.Beliau memilih duduk di kursi yang tersedia samping Dewa. Setelah sebelumnya menghampiri, memandangi kemudian mencium kening pak Bagas, suaminya.Dewa yang tidak b
"Mbak, ada tamunya di bawah." Tutur Mak sambil mengetuk pintu kamarnya beberapa kali."Iya, Mak sebentar." Jawab Rere dengan malas, terdengar olehnya suara langkah milik Mak yang semakin lama semakin jauh dan akhirnya tak terdengarRere bergegas bangun dari tidur, membenahi penampilan dengan kerudung instan di atas kursi yang langsung dia pakai. Mematutkan diri di depan kaca. Baru kemudian keluar dari kamar."Siapa tamunya, Mak?" Tanya Rere saat kakinya sudah menapaki tangga paling bawah."Nggak tahu, mbak. Laki laki ganteng." Jawab Mak, tanpa ada niat untuk menggoda.Sambil berjalan ke ruang tamu, benak Rere mengira ngira, siapa gerangan tamu yang datang mengunjunginya sore sore begini."Dew ...."Alis mata Rere langsung naik, dengan mata membulat, seakan tak percaya kalau yang ia liat sekarang adalah orang yang tadi pagi menolaknya habis habisan.
Rere berjalan di koridor kantornya menuju ruangannya, pagi itu ia memenuhi janjinya ke Dewa untuk kembali bekerja di kantor."Kamu siapa?" Tanya Rere pada seorang perempuan berdandan menor dengan baju kurang bahan sekali. Duduk di kursi depan ruangannya, di meja terdapat plakat berwarna putih dengan tulisan sekretaris berwarna hitam."Saya Ina, Bu. Saya adalah sekretaris anda." Jawab perempuan yang memperkenalkan dirinya dengan nama Ina. Langsung berdiri dan menundukkan badannya sedikit.Rere tak menjawab dia hanya bisa mengerucutkan bibirnya hingga membentuk huruf 'o'."Kalau gitu, Ina, tolong bawa apa yang harus saya kerjakan hari ini!" tanya Rere dengan wajah tegas, kemudian beranjak membuka pintu dan masuk ke dalamnya tanpa ditutupnya lagi daun pintu ruangannya itu.Rere meletakkan tas yang ia tenteng tadi di atas meja kemudian menghempaskan tubuhnya ke sofa tun
Melihat mimik muka Dyah yang cemas, bukannya kasihan, Rere malah tak bisa menahan rasa ingin tertawa."Bu ...." Muka Dyah tampak sangat membutuhkan pertolongan, apalagi saat Rere yang menggodanya dengan tersenyum yang ditutupi oleh salah satu tangan.Rere hanya bisa menganggukkan kepalanya berulang kali, dengan mulut masih menahan senyum.Toook! Tooook!Rere mengetuk pintu ruangan milik Dewa dengan sangat keras. Mata miliknya dan mata Dyah masih saling memandang, tentu dengan ekspresi wajah yang berbeda."Masuk!"Terdengar suara berat dari dalam ruangan, yang menyuruh Rere masuk.Rere hanya bisa membesarkan matanya dengan sempurna, saat tangan kanannya membuka pintu, dan tampaklah di depannya, punggung seorang wanita berambut panjang dengan warna blonde, berbaju kurang bahan berwarna hitam, yang duduk di atas meja, hingga menghalangi pandangan n
"Kenapa kau tak mematuhi apa yang tadi aku perintahkan padamu?"Dewa yang memerah wajahnya, langsung bertanya dengan emosi pada Rere yang tampak masih kaget akibat bunyi keras yang disebabkan oleh ketukan tangan Dewa di pintunya tadi.Rere masih terdiam, matanya memandang tajam pada lelaki yang masih berdiri di depan mejanya itu, lelaki yang baru saja membuat jantungnya hampir berhenti berdetak karena kaget."Maaf, pak Dewa yang terhormat, tolong beritahukan, letak salah yang saya lakukan di mana? Hingga anda dengan sangat percaya diri menuduh bahwa saya tidak mematuhi perintah anda?" tanya Rere masih dengan tenangnya, malah dia tidak berdiri dari kursi untuk sekedar basa basi."Bukannya tadi aku suruh kamu duduk, kenapa malah keluar dari ruanganku? Kamu sengaja kan tidak hormat padaku di depan klien kita?" Tanya Dewa dengan suara yang penuh tekanan walau di ucapkan dengan volume yang sangat pelan.
"Dew. Nanti jam sepuluh siap siap, kita meeting di luar. Tiga puluh menit sebelumnya kau harus sudah stand by di ruanganku."Setelah mengatakan pesannya, Dewa yang kebetulan bertemu dengan Rere di dalam lift yang sama, langsung pergi begitu saja mendahului dengan langkah cepat ."Ok ...." desis Rere, yang pasti tak akan di dengar oleh Dewa yang sudah melesat jauh meninggalkannya yang masih kaget saat mendengar pesan.Dengan menarik nafas panjang, Rere kembali melangkahkan kakinya dengan gontai, sejak menyetujui untuk kembali bekerja, Rere sepertinya harus mempunyai stok sabar tiada batas."Pagi, Bu." Sapa Ina, spontan berdiri dari kursinya saat melihat Rere."Pagi, Na. Kalau laporan dan jadwal sudah siap, kamu segera masuk ya." Jawab Rere lemas. Langkahnya tak terhenti, walaupun tadi sempat memberikan pesan pada sekretarisnya.Rere terus melangkah ke ru