Juna membawa laporan ke hadapan Hartono untuk ditunjukkan. “Ini, Pa. Di sini, terlihat ada nota pemasukan dari vendor, tapi malah aku tidak menemukan laporannya di data keuangan perusahaan. Dan ketika aku melihat, yang menangani urusan vendor ini ternyata Jamal.“Lalu yang ini, Pa. Papa bisa lihat, laporan barang masuk ke kita dari petani ada 5 ton beras baru di tanggal 5 Maret, tapi ternyata di gudang hanya tercatat 4 ton. Ini yang menerima barang adalah Farhan.“Aku masih punya banyak lagi bukti lain korupsi dan penggelapan yang dilakukan mereka, Pa.” Juna menyudahi pembuktian dia ke Hartono menggunakan data akurat.Pastinya Jamal dan Farhan tidak akan mengira kalau Juna akan memeriksa dengan teliti semua nota dan laporan.Menatap kertas-kertas di depannya, Hartono hanya bisa menghela napas. Dia akui, bukti yang diperlihatkan Juna memang fakta dan tidak mengada-ada. Sebagai pengusaha, mana mungkin Hartono tidak paham apa yang ter
Ucapan tersirat dari Juna membuat bulu kuduk Mardi meremang tanpa dicegah. Apa selanjutnya? Jantung Mardi berdebar-debar kencang.“Oleh karena itu, lebih baik Pak Mardi saya pensiunkan dini saja. Tapi, demi menghormati Bapak yang sudah lama bekerja di sini, saya tidak akan melebarkan persoalan ini dan tidak bisa memberikan uang pesangon untuk Bapak.“Kalau Pak Mardi setuju dengan pengaturan saya, akan saya proses hari ini juga. Bagaimana, Pak?” Juna mendadak memiliki aura dominasi yang menggilas nyali Mardi.Lelaki kepala gudang itu tidak berkutik di depan aura Juna. Ini suatu hal yang sungguh langka. Sejak kapan bocah itu bisa mendominasi Mardi? Biasanya Juna hanya akan menerima saja apapun laporan yang diberikan padanya dan itu adalah laporan yang sudah dipalsukan Mardi.Sekarang, dengan bahasa halus Juna, Mardi merasa lututnya lemas, dia terkulai di dinding belakangnya. Dia paham, dia tak boleh menuntut uang pesangon jika tidak ingin
“Argh!” Para karyawan dan karyawati memekik terkejut, sangat tidak menyangka bahwa bos mereka akan muncul di pantry.Segera, semuanya bubar dengan sikap hormat dan takut saat berjalan melewati Juna.Melihat kelakuan pekerjanya, Juna menarik napas dalam-dalam. Perusahaan ini memang sudah sepatutnya dirombak dan dibenahi.Namun, yang Juna herankan, meskipun perusahaan dirugikan beberapa oknum, tapi income tetap saja besar. Dia bertanya-tanya di benaknya, apabila dia menertibkan perusahaan, bukankah income akan jauh lebih besar?Baiklah! Juna sudah mengerti apa yang harus dia lakukan.Perombakan dan penertiban Juna di PT Kencana Buana benar-benar menimbulkan gelombang perbincangan di perusahaan, hingga akhirnya sampai di telinga Hartono.Ketika hal itu ditanyakan ke Juna, Hartono mendapatkan kalimat penjelasan yang sangat masuk akal dari menantunya. Kalau sudah begitu, mana bisa Hartono menentang?Maka, usai berbicara dengan
Keadaan di kantor mulai tertib seperti yang Juna harapkan. Kamera CCTV sudah banyak terpasang di berbagai sudut kantor dan gudang. Semuanya terhubung ke ponsel dan komputer dia, mengakibatkan tak ada lagi karyawan yang berani berbuat macam-macam untuk merugikan perusahaan. Situasi mulai kondusif. Juna menyukainya. Sebagai panglima, mana mungkin dia gagal mendisiplinkan anak buahnya? Sementara, situasi di rumah juga mulai kondusif. Leila tidak datang ke rumah untuk mencari masalah. Lenita juga mulai banyak diam dan tidak meneriaki Juna seperti biasa. Di malam hari, Juna akan kembali menggoda Lenita seperti yang sudah-sudah. Sang istri lagi dan lagi dibuat terhanyut serta terbuai akan sentuhan jemari dan mulut tanpa berjeda dari sang panglima. Namun, kali ini, Juna tidak meneruskan sampai Lenita melakukan pelepasan seperti hari yang sudah-sudah. Dia sangat tepat waktu menarik diri dan menjauh dari istrinya ketika limit wanita itu sudah mulai di ujung ta
Lenita tertawa dalam hati, meneriakkan kemenangannya ketika dia berhasil membengkak-tegangkan pusaka kebanggaan sang suami. Apalagi terlihat jelas bahwa Juna sangat menikmati pelayanan mulutnya. Di hatinya, dia yakin kemenangan akan berada di pihaknya! Dia akan mendapatkan pemuasan secara menyeluruh! Juna mengeluarkan geraman rendah sambil matanya terus tertuju ke sang istri. Jika di era kuno dulu, dia merasa hidupnya merana karena tidak memiliki istri meski terkadang ada wanita yang bisa dijadikan penghangat tempat tidur, tapi kini dia mempunyai seseorang untuk dia sentuh sesukanya dan orang itu cantik serta molek, terlebih lagi … agresif. Bukankah ini sebuah keberuntungan baginya? Teringat olehnya, ketampanan dan kegagahan dia dulu tak perlu dipertanyakan lagi. Banyak wanita akan berebut menjadi penghangat ranjang dinginnya di barak militer. Kadang Juna merespon dan kadang pula dia enggan meladeni pemujaan wanita padanya. Dia bukan p
Di hatinya, Juna membatin sembari menatap sang istri, ‘Kau butuh dijinakkan dan harus tahu artinya disiplin dulu, macan betina kecil.’ Juna melangkah pelan keluar dari kamar itu dan kemudian dia pergi ke ruang baca, hendak tidur di sana saja. Sesampainya di ruang baca, Juna masuk ke selimut bulu domba yang tebal dan nyaman di atas sofa seperti hari-hari lalu. Dia terkekeh membayangkan betapa kesalnya Lenita saat hampir berhasil melakukan penetrasi. *** Hari ini, Juna tidak ingin ke kantor atau gudang. Dia memiliki satu misi. “Pak Iwang?” panggil Juna ketika dia selesai mandi dan sudah berpakaian kasual dengan kaos ketat putih dan celana jins, berdiri di teras depan. “Ya, Den Juna?” Iwang segera mendekat ke bos mudanya. Dia masih berada di tengah-tengah tugas mengelap mobil majikannya. Namun, ketika salah satu majikan memanggil, tentu saja dia harus menghentikan dan sigap datang. “Sibuk, Pak?” tanya Juna pada lelaki berumur 30-an di depannya. “Tidak, Den. Hanya sekedar mengelap
Iwang tertegun sejenak. Majikan mudanya hendak belajar menyetir. Kenapa baru sekarang memiliki keinginan seperti itu? Kenapa tidak dari dulu? Tapi, sebagai pesuruh, Iwang hanya bisa mengangguk patuh pada keinginan sang majikan, apapun itu selama tidak bertentangan dengan norma kebaikan. Juna memang berkeinginan menguasai cara mengemudi mobil. Sejak datang ke dunia modern ini, dia terpukau dengan cara orang modern mengendarai kendaraan, terutama mobil. Jika dia melihat orang berkendara motor, itu mengingatkan dia akan menunggang kuda. Sedangkan mobil mengingatkan dia akan kereta. Yang cukup membuat dia terkejut, ternyata mobil tidak hanya dikendarai lelaki saja, tapi wanita juga bisa! Sungguh sebuah kemajuan era yang tak pernah terpikirkan di benak Juna. Di eranya, peran wanita hanya ada di dapur dan ranjang semata. Bahkan sudah terpatri kuat dalam falsafah jawa kuno mengenai wanita yang Juna ketahui, yaitu tugas wanita yang hanya sebagai konco wingking atau teman belakang, sosok
Juna mengangguk dan mereka bertukar duduk. Dia tak sabar ingin segera menguasai cara mengemudi mobil agar bisa lebih mandiri nantinya, tak perlu repot mengajak supir ketika dia ingin pergi. Iwang dengan sabar memberikan arahan pada Juna. Berkat kecerdasan sang panglima, dia bisa menguasai mobil hanya dalam waktu setengah jam saja. Juna mulai luwes menggerakkan tangan dan kakinya untuk berkoordinasi mengemudi mobil. Laju mobil yang dikemudikan dia juga sudah setara dengan kemampuan Iwang. “Wah! Mas Juna cepat sekali menangkap pelajarannya!” puji Iwang pada majikan mudanya. “Hanya mengandalkan tekad dan keberanian saja, Mas!” Juna merendah. “Kalau begitu, apa aku boleh menjajal mengemudi mobil di jalan raya sekarang, Mas?” Iwang berpikir sejenak. “Hm, baiklah, Mas! Tapi ke jalan raya yang tidak terlalu padat saja, yah!” Juna mengangguk dan langsung melajukan mobil keluar dari kawasan tersebut untuk berbaur dengan kendaraan lainnya di jalan raya. Tadinya, Iwang sudah berdebar-deba