“Pamali?” Shevia mengulang ucapan Rinjani dengan nada tanya. “Ah, iya juga yah! Ada pamali yang biasanya berkaitan dengan calon pengantin.” Akhirnya dia teringat mengenai itu.
Anika terlihat gelisah. Dia juga mengetahui mengenai pamali larangan bertemu bagi calon pengantin dalam kurun waktu tertentu karena di era kuno juga ada pamali semacam itu yang turun-temurun dari leluhur.
“Aku pikir tak apa.” Juna menyahut. “Asalkan kita percaya dengan pencipta semesta, aku pikir kita akan baik-baik saja dalam lindungan alam raya.”
Juna memahami bahwa istrinya tidak memiliki niat buruk dengan meminta pernikahan ini lekas terjadi. Dia hanya belum bisa mengorek dari Anika, apa alasan terbesar dari keputusan sang istri tersebut.
“Iya, Mas.” Anika mengangguk, bersyukur sang suami menyelamatkan dia dari kebingungan.
Kemudian, mereka masuk ke ruangan inti dari butik baju pengantin terbesar di Samanggi dan mulai sibuk memilih-milih.
“Bagaimana yang ini?
“Duh, Shev, kita ‘kan tak tahu apa yang dirasakan Anika, yah! Mungkin dia memang benar sakit. Setahuku, dia bukan orang yang suka cari perhatian, deh! Apalagi dia ‘kan yang malah punya keinginan Juna nikah dengan kita.” Kepositifan pikiran Rinjani keluar.Sejak kecil, Rinjani diajarkan kedua orang tuanya untuk lebih mengedepankan pikiran positif meski tetap harus waspada.Tapi setidaknya jangan mudah menuduh seseorang terlebih dahulu, apalagi tanpa adanya bukti.“Iya, aku tahu itu, Kak. Cuma merasa agak kesal saja karena saat kita sedang dalam acara penting mempersiapkan pernikahan, Anika malah mendadak mengeluh sakit dan membuat Juna meninggalkan kita seperti tadi. Apa dia sebenarnya tidak tulus ingin Juna menikahi kita, ya Kak? Atau mungkin dia sekarang menyesali itu?” Shevia justru berpikir demikian mengenai Anika.Shevia belum mampu seperti Rinjani yang mengedepankan pemikiran positif terlebih dahulu.Apakah
“Arjuna Prasojo Sasongkojoyo … aku ingin kamu tunduk di bawahku.” Lexus berkata demikian ketika dia mulai menyepi di kamar khusus yang dia bangun di sudut selatan mansionnya.Kamar itu gelap, dengan banyak ornamen warna hitam tersebar di sekeliling ruangan. Banyak juga patung berwujud aneh di beberapa sudut kamar, serta wangi dupa yang sangat pekat memenuhi tempat seluas 6x6 meter tersebut.“Hm ….” Lexus menaburkan sesuatu pada cawan yang memiliki kobaran api sehingga percikan api kecil mulai berubah menjadi besar dan tinggi meski hanya sekian detik.Dia mulai menyalakan lilin berwarna hitam dan menaburkan bubuk tertentu seperti yang tadi dilakukan di cawan kecil. Lidah api di lilin hitam menjadi menggeliat tinggi seakan ingin menggapai jari Lexus dalam sekian detik pula.“Aku akan memulainya.” Lexus menutup mata seraya menggumam sendiri dengan nada rendah dan berat sembari dia duduk bersila di depan altar berlilin hitam dan di sebelah lilin itu ada cawan api tadi.Tak berapa lama, ku
“Hrrnghh!” Juna lekas dorongkan energi murni dia di tangan yang terjulur ke depan ke salah satu makhluk astral yang menerjang ke arahnya.Energi murni itu ternyata bisa dihindari si makhluk astral dan dia menggoreskan kuku tajamnya ke Juna.“Hah!” Juna berkelit sebisanya.Namun, karena jarak mereka terlalu dekat, maka masih ada sabetan energi tajam dari makhluk astral itu yang mengenai Juna.“Sial!” Juna menatap ke lengan luarnya yang memiliki kabut kecil hitam di sana.Pertarungan dengan makhluk astral memang bukan seperti pertarungan dengan manusia yang memiliki darah dan daging yang solid.Jika dengan makhluk astral, maka pertarungannya adalah secara energi.“Sakit, brengsek!” umpat Juna sambil menatap geram ke makhluk astral yang berhasil melukainya.Dia lekas menembakkan beberapa energi murni dia ke makhluk astral tadi yang terus berkelit menghindarinya.“Brengsek! Susah sekali!” Juna semakin geram.Sementara itu, 2 makhluk astral lainnya sudah berhasil meluluhlantakkan pagar gai
“Mas Janu!” Anika memang susah melupakan nama asli Juna di era lampau. Dia berlari keluar mencari Juna.Sedangkan Rafa, dia memberi isyarat ke ibunya agar dibawa mengikuti Anika. Wenti segera menggendongnya.Di balkon samping ….“Haarkkhh!” Juna sudah terengah-engah dengan tangan memegang dadanya.Ada sedikit bekas darah mengalir di sudut mulutnya yang sudah dia elap dengan tangan.‘Sial!’ gerutu Juna sambil melirik ke lengan dan area tulang rusuk di bawah dada.Di sana ada kabut warna hitam melintang horizontal membentuk seperti bekas tebasan. Ya, itu luka dia yang diberikan kedua makhluk astral yang mengeroyoknya.“Whiii kikk kikk kikk!” Si jin tua berwujud wanita bergaun putih setinggi 6 meter tertawa keras sambil terbang lalu-lalang di depan Juna.Sedangkan jin siluman burung berkepala manusia terus mengepakkan sayapnya dan terus menerjang Juna, mencoba menambahkan luka
“Mas Janu! Aku ikut denganmu!” Anika bersikeras mendampingi suaminya.Mereka sudah susah payah menyatukan cinta, jiwa, dan raga dalam era modern ini, maka tak mungkin Anika sudi berpisah lagi dengan Juna.“Sayang, kamu baru saja pulih.” Juna mencoba menasehati istrinya.Sebagai pria yang teramat mencintai Anika, mana sanggup dia melihat jika nantinya Anika terluka lagi?Namun, Anika menggelengkan kepala dengan tegas dan menatap serius ke suaminya sambil berkata, “Aku harus ikut! Mas, kita ini suami dan istri, apa kau lupa?”Anika mungkin lemah lembut dan gampang mengalah di hari-hari biasa, tapi ketika ini menyangkut keselamatan Juna, dia akan keras kepala melebihi batu karang.“Baiklah.” Juna tak berdaya jika Anika sudah menginginkan sesuatu. “Rafa, tolong tangani yang di sini, yah!”“Ayy!” Rafa menyahut seperti paham saja apa yang diinginkan Juna. Suaranya lucu dan menggemaskan.Juna diikuti Anika, berlari ke ruang tengah dan mereka duduk bersila berdampingan sambil bergandengan tan
“Rasakan!” Juna berteriak, “Musnahlah!” Dia masih memberikan semburan energi murni yang tersisa miliknya untuk ditembakkan secara gila-gilaan ke jin tua berwujud wanita bergaun putih setinggi 6 meter itu.Bisa terlihat dengan jelas secara astral, jin tua berwujud wanita bergaun putih setinggi 6 meter makin meraung kesakitan karena dia tertahan oleh energi ilahi Anika sedangkan dirinya dibombardir energi murni Juna.“Arrrrgghhhh! Bajingan kaliaaann!”Si jin tua berwujud wanita bergaun putih setinggi 6 meter menyeru penuh kebencian.Kepalanya yang diserang Juna, mulai terkikis dan rusak, menampilkan sosoknya yang makin jelek mengerikan.Hingga kemudian, muncul grim reaper di dekat jin tua berwujud wanita bergaun putih setinggi 6 meter dan dia berkata ke Juna, “Biarkan aku mengurus dari sini.”Hanya perkataaan singkat itu saja dan sabit besar yang dibawa grim reaper itu menyambar jin tua berwujud wanita b
“Hah? Penjaga malam ada yang meninggal?” Juna menyeru kaget mendapatkan berita dari Saini.Anika dan Wenti sama-sama menunjukkan raut wajah terkejut ketika mendengar dari Juna.“Aku sudah bertanya ke rekan-rekan di sana, katanya orang itu mendadak melompat dari lantai 6 ketika sedang patroli rutin, dan disaksikan oleh rekan lainnya di sana!” Saini menambahkan.Sudah seperti ini, apakah Juna masih bisa tenang dan akan memeriksa besok pagi saja? Tentu tidak bisa.“Oke, Pak Saini, terima kasih atas laporan Anda. Aku akan ke sana secepatnya. Tolong diurus dulu ini dan itunya sebelum saya hadir.” Juna kemudian menyudahi telepon usai mengatakan itu ke Saini.Kemudian, ponsel digenggam kuat-kuat oleh Juna yang geregetan. Dia sangat yakin, sejuta persen yakin, bahwa kejadian meninggalkan salah satu penjaga malam di gedung baru yang hampir rampung itu pasti ada kaitannya dengan serangan jin-jin tua yang juga terjadi di ge
“Hm, melompat karena melihat hantu, yah?” Juna mengulang sambil dahinya berkerut mendalam.Dari hasil penerawangan dia tadi pun jenazah pria tadi menunjukkan aura ketakutan, tapi dia tak menyangka karena ulah makhluk astral yang terus mendesak dengan teror menakuti si korban.Juna membatin, ‘Ini sudah tidak bisa ditolerir! Aku harus lekas mencari dalangnya!’Baru saja Juna mendapatkan rincian kronologi kejadian dari Saini, ponselnya bergetar di saku kemejanya.“Ya?” Juna menerima panggilan itu di tempat itu juga karena susah berdiri dan berjalan untuk menyingkir sejenak dari Saini dan yang lainnya. “Hah?”Di seberang sana, si penelepon berucap mengulang perkataan sebelumnya, “Benar, Pak! Penjaga gudang mendadak saja seperti orang gila dan menyerang rekan-rekannya. Ini dia sudah diamankan dengan diikat.”Astaga, Juna ingin sekali berteriak. Kenapa serangan untuknya begitu berturutan