Share

Bab 8: Ancaman goblin

Siang itu, para penduduk desa sedang membangun tembok kayu mengelilingi desa. Sebuah kemajuan setelah akhirnya semua penduduk sudah mendapat jatah lahan mereka masing-masing dan tentu saja bisa membangun rumah mereka, kini mereka bisa membangun tembok permanen di sekliling desa untuk lebih melindungi mereka.

Suara kayu digergaji dan paku yang di palu bisa terdengar di hampir seluruh desa. Pandai besi dan pemotong kayu harus bekerja keras untuk bisa memenuhi kebutuhan bahan yang diperlukan untuk membangun tembok desa.

Di tengah-tengah kesibukan ini, sebuah kereta kuda datang dari arah utara. Kereta kudanya terlihat berbeda dari kereta kuda biasa. Kuda-kuda yang menariknya terlihat sehat, kuat, dan terawat bagus. Sementara kereta kudanya memiliki hiasan yang cantik di atapnya. Terlihat jelas bahwa pemilik kereta ini adalah orang kaya, atau mungkin seorang bangsawan.

Kereta kuda itu berhenti di depan kantor desa. Mansion yang dulu baru setengah dibangun, kini sudah selesai dibangun seluruhnya. Kusir kereta kuda turun dari kursinya kemudian membukakan pintu kereta kuda.

Seorang perempuan berusia akhir 20-an tahun turun dari kereta kuda. Rambut pirang panjangnya diurai dengan indah. Ia mengenakan pakaian gaun biru yang indah dan sepatu hak tinggi. Wajah cantiknya sangat khas kecantikan seorang bangsawan.

Amers berjalan keluar dari mansion, menyambut perempuan itu.

“Kak Andrea, selamat datang. Aku sudah terima surat kakak. Bagaimana perjalanan kakak?”

Perempuan bernama Andrea itu menghela nafas panjang seolah lelah,  “desa ini jauh sekali ya. Aku memang dengar kalau tempatnya ada di ujung teritori kerajaan, tapi aku tidak menyangka kalau tempatnya sejauh ini.”

“Bagaimana kalau kakak masuk dulu, biar kuminta pelayan membuatkan secangkir teh hangat khas daerah ini.”

“Oh? Aku harap rasanya enak.”

Amers kemudian mengantar kakaknya ke dalam mansion. Amers membawa kakaknya ke ruangan yang memang diperuntukkan untuk menjamu tamu. Sebuah meja kecil diletakkan di tengah ruangan dengan dua sofa panjang diletakkan di kedua sisi meja itu. Jendela ruangan dibiarkan terbuka untuk melihat pemandangan di luar.

Amers duduk berseberangan dengan Andrea, tak lama sesudah mereka berdua duduk, seorang pelayan membawakan dua cangkir kosong dan satu poci dengan motif bunga. Pelayan itu menuangkan teh ke masing-masing cangkir sebelum berjalan keluar ruangan.

“Jadi ini desa yang jadi wilayahmu? Lebih kecil dari yang aku duga,” ujar Andrea.

“Memang, tempatnya jauh dan wilayahnya sekarang masih kecil. Sebenarnya aku kaget kakak mau datang ke tempat seperti ini.”

“Aku hanya mau tahu bagaimana kamu mengurus tanah yang ayah berikan untukmu. Saudara dan keluarga ayah yang lain sudah mendapat tanah dan wilayah masing-masing. Pilihan yang tersisa hanya aku dan kamu, tapi ayah memilih kamu.”

“Apa kakak marah padaku? Ayah sendiri yang berpikiran kalau perempuan tidak bisa memimpin kota atau desa. Itu alasan ayah memilihku.”

“Huh, padahal kamu sendiri masih tidak punya pengalaman apa-apa. Aku punya lebih banyak pengalaman dibanding kamu.”

Sesudah mengatakan itu, Andrea meminum tehnya.

Sewaktu Amers dan Andrea sedang berbincang-bincang di dalam mansion, kusir kuda Andrea sedang menunggu di luar mansion.

Delthras berjalan mendekati kusir kuda itu, “beta ada informasi untuk Harpers, Roran.”

Kusir bernama Roran itu tersenyum kecil, “itu hal yang bagus. Sudah cukup lama kami tidak mendengar kabar darimu.”

“Bukannya bagus kalau tidak ada berita buruk? Sudahlah, beta ingin memberitahumu tentang seorang druid perempuan yang tinggal di hutan di barat.”

“Druid? Apa ada yang bahaya tentang druid itu?” tanya Roran.

“Namanya Talika. Beta tidak pernah mendengar tentang druid itu, beta juga sudah bertanya ke penduduk desa, dan tidak pernah ada yang tahu tentang druid manusia. Seorang druid lain yang mereka kenal dan pernah tinggal di hutan ini adalah seorang werebear.”

“Begitu... jadi dia orang baru di daerah ini? Kenapa kita harus peduli padanya?”

“Beta yakin dia orang yang kuat. Kalau dia mau, dia bisa saja menghancurkan desa ini dan beta tidak bisa menghalanginya. Masalahnya adalah kita tidak tahu apakah dia kawan atau lawan, beta kira kita harus waspada.”

Roran menggosok dagunya, “memang... selama kita tidak tahu motif seseorang, kita tidak bisa memanipulasi orang itu. Terima kasih untuk informasinya, akan kusampaikan pada anggota Harpers yang lain. Terus lakukan tugasmu di sini.”

“Beta mengerti.”

Mendadak Matahari Pagi muncul di belakang Delthras. Itu bukan karena sihir, tapi karena gerakannya saja yang cepat.

“Delthras, Arekh ingin kita berempat kumpul di selatan desa, nya.”

“Eh? Matahari Pagi? Kenapa Arekh memanggil kita?”

“Nanti dia akan jelaskan, sekarang kamu cepat pergi ke tempatnya Arekh. Aku akan memanggil Lifnes, nya.”

Sesudah mengatakan itu, Matahari Pagi berlari dengan cepat sehingga dia hanya terlihat seperti kelebatan saja.

Delthras langsung berlari secepatnya ke selatan Desa. Untuk sampai keselatan desa, Delthras harus keluar dari gerbang barat kemudian berlari ke selatan. Walaupun dia berangkat lebih dulu, tapi Matahari Pagi dan Lifnes tiba bersamaan dengannya di sisi selatan desa.

Arekh yang sudah menunggu mereka berkata, “aku senang kalian datang dengan cepat. Ada sesuatu yang harus kalian lihat.”

Arekh menunjuk ke selatan, dan mereka bisa melihat enam goblin sekitar 50 meter dari mereka sedang mendekati desa dengan perlahan.

“Cuma enam goblin saja, aku yakin mereka adalah scout dari kelompok besar mereka. Kalau mereka berniat mengintai kita, kemungkinan mereka berniat untuk menyerang desa ini,” ujar Arekh.

“Itu gak bisa dibiarkan, nya. Harus kita cegah mulai sekarang, nya.”

“Beta setuju. Kalau boleh, beta akan mulai menyerang sekarang.”

Arekh mengangguk, “boleh saja, Delthras. Matahari, cegah mereka melarikan diri sebelum kami mendekat.”

Dengan percaya diri Matahari Pagi menjawab, “serahkan padaku, nya.”

Begitu seleseai mengatakan itu, Matahari Pagi langsung berlari dengan cepat hingga dirinya hanya terlihat sekelebatan saja. Dalam waktu kurang dari 6 detik, dia sudah berada di belakang para goblin.

“Kalian kaget?” tanyanya sambil menghajar satu goblin.

Sesudah itu, Delthras mengumpulkan energi sihir. Tangan kanannya berpendar sedikit sebelum dia menembakkan sihirnya.

“Eldritch Blast!”

Sebuah energi sihir berwarna ungu gelap melesat keluar dari tangan Delthras, mengenai salah satu goblin dari jarak 50 meter jauhnya.

Arekh dan Lifnes berlari secepat mereka ke tempat para goblin, tapi mereka tidak cukup cepat. Goblin-goblin itu juga mulai menyerang Matahari Pagi, tapi Matahari Pagi masih sempat menghajar salah satu goblin. Delthras juga masih menembakkan satu Eldritch Blast lagi.

Begitu Arekh sampai ke tempat para goblin itu, dia menyerang dengan halberd-nya, dengan segera membunuh salah satu goblin. Lifnes menggunakan sihirnya untuk menyembuhkan Matahai Pagi.

Tidak butuh waktu lama bagi mereka berempat untuk menghabisi nyawa para goblin itu. Dengan ini, tidak ada informasi soal desa yang kembali ke kawanan goblin lain.

Pertarungan singkat itu tidak luput dari perhatian Amers dan Andrea. Mereka berdua berdiri di atas gerbang selatan, dari tempat penjaga biasanya mengawasi sisi luar kota.

“Kamu sepertinya sudah memilih orang-orang yang tepat untuk dipercayai ya, Amers,” ujar Andrea.

Amers tersenyum sambil membalas, “tentu saja kak. Aku yakin selama ada mereka, desa ini pasti akan aman.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status