"Kok malah diam, jadi benar ya? Kalau kamu mau menghubungiku itu karena benar-benar merindukan suaraku?"Kasih mendengkus keras. "Hentikan kegeeranmu itu, aku mau tanya gimana kabar anak-anakku?" tanya wanita itu dengan suara sinis."No! Bukan anak-anak kamu, tapi anak kita," koreksi Gilang.Wanita itu memutar bola matanya malas. "Ya, ya, ya. Terserah kamu aja mau bilang apa. Sekali lagi aku tanya, gimana keadaan anak-anak ak-- ehem, maksudnya gimana keadaan anak-anak?""Kalau kamu penasaran atau khawatir dengan Manda dan juga Bastian, kenapa nggak datang ke sini aja."'Itu sih maunya kamu,' cibir Kasih dalam hati."Gilang, aku tanya!" geram wanita itu dengan suara ditekan. "Mereka baik-baik aja, kan? Pasti Bastian di sana rewel, kan? Dia itu nggak bakal betah kalau di tempat asing. Jadi sebaiknya kamu bawa aja dia ke sini," titah wanita itu."Kata siapa dia rewel? Dia anteng banget kok. Tuh, dia malah lagi asyik main sama saudara kembarnya.""Jangan bohong, Gilang!" geram Kasih."Kam
"Anak siapa lagi yang kamu bawa, Bro?" tanya Fandi penuh keheranan."Anak aku lah," dengkus Gilang.Mulut Fandi menganga begitu lebar. "Tunggu-tunggu, anak kamu?" tanya pria itu balik."Ya.""Ya Tuhan, dari perempuan mana lagi tuh? Kok kamu ini sukanya menabur benih di mana-mana sih," gerutu Fandi seraya geleng-geleng kepala."Sembarangan aja kalau nuduh. Itu anak aku sama Kasih."Mulut Fandi semakin menganga. "Hah? Gimana? Anak kamu sama Kasih? Kalian kapan bikinnya? Bukannya selama ini nggak pernah ketemu ya? Terus kok tiba-tiba anaknya udah besar gitu?" tanya Fandi secara beruntun, membuat Gilang memijat pelipisnya karena terasa berdenyut sakit."Makanya dengar dulu kalau aku lagi ngomong," kata Gilang kesal."Gimana mau dengarin kamu ngomong. Aku dari tadi tanya kamu jawabnya juga dikit-dikit," cibir pria itu.Gilang menghela napas berat. "Ya, intinya dia itu anak aku juga.""Gimana ceritanya?""Kasih waktu itu melahirkan anak kembar.""Hah? Masa?" tanya pria itu tak percaya. "Ter
"Di mana anak-anak?" tanya wanita itu ketus.Gilang berdecak kesal. "Anak-anak mulu yang dicari, ini tangan aku udah pegal loh, nggak pengin dipeluk?"Kasih mendengkus keras. "Peluk aja tuh pintu, minggir aku mau masuk, mau ketemu sama anak-anak.""Eits! Nggak segampang itu kamu mau masuk ke rumah ini, patuhi dulu aturanku. Peraturannya juga nggak sulit kok, cukup berikan aku pelukan, ciuman atau yang lainnya juga boleh," kata pria itu seraya mengedipkan sebelah matanya.Kasih yang tampak jengah mendengar bualan Gilang pun langsung mendorong tubuh pria itu. Alhasil membuat pria itu jatuh tersungkur.Kasih yang melihatnya tersenyum sinis. "Segitu doang kemampuan kamu? Dasar lemah," ejek wanita itu.Gilang langsung berdiri, dia langsung mendekati wanita itu."Apa kamu bilang? Kamu ngatain aku lemah? Wah, jangan salahkan aku kalau aku nekat, kamu benar-benar melukai harga diriku, Kasih. Awas saja nanti, aku akan mengalahkanmu di ranjang," desis pria itu.Kasih mengedikkan bahunya acuh, p
Kasih menggigit bibir bawahnya, dia bingung harus menjawab apa. Ditambah lagi mendapat tatapan mengintimidasi dari kedua anaknya, dan juga dari Fandi.Apa yang harus dia lakukan? Apakah dia langsung menjawab pertanyaan dari Fandi di depan mereka semua? Bagaimana kalau jawabannya membuat kedua anaknya terluka."Aku akan menjawabnya nanti," gumam wanita itu.Fandi menggeleng dengan tegas. "Nggak bisa! Kami butuh kejelasan sekarang juga, dan aku harap jawabannya adalah iya. Coba pikir-pikir, Kasih. Apa kamu tega melihat mereka akan kembali berpisah, padahal baru aja mereka bertemu.""Apa kamu nggak kasih waktu buat aku berpikir?" tanya Kasih kesal."Aku yakin Gilang udah kasih kamu banyak waktu buat berpikir, dia sudah terlalu berbaik hati padamu, sayangnya kamu malah ngelunjak. Jadi, mau nggak mau, suka nggak suka, kamu harus menjawab sekarang juga, nggak ada kata nanti-nanti.""Tapi--""Oke, kami beri waktu selama sepuluh menit untuk berpikir."Kasih mendengkus keras. "Kamu jahat bange
"Kasih!" teriak Diana, wanita itu berlari kecil mendekati sahabatnya. "Selama ini kamu ke mana aja sih, kok nggak pernah ada kabar," lanjut wanita itu seraya memeluk erat tubuh Kasih."Pelan-pelan, Di. Aku sesak napas, kamu meluknya kekencengan," keluh wanita itu."Oh, sorry-sorry." Diana pun langsung melepaskan pelukannya itu. "Ke mana aja sih kamu, kok nggak pernah kasih aku kabar. Udah lupa ya sama aku?"Kasih tertawa kecil. "Kalau udah lupa, nggak mungkin aku ngajak kamu ketemu, Di.""Terus selama ini kamu ke mana?" tanya Diana lagi."Nggak ke mana-mana sih, cuma menenangkan diri aja."Diana mendengkus keras. "Nyatanya dirimu nggak bisa tenang, kan, selain di sini?" cibir wanita itu.Lagi-lagi Kasih menanggapinya dengan tawa. "Kok tahu sih?" "Ya tahu lah, secara, kan, pujaan hatimu ada di sini. Gimana? Udah ketemu belum sama dia? Pasti udah dong ya. Omong-omong, si Manda itu anak kamu sama Gilang, kan? Itu beneran nggak sih, takutnya dia bohongin aku, siapa tahu itu anaknya sama
"Iya bentar!" Bima terlihat begitu kesal karena sedari tadi ada yang mengetuk pintu rumahnya dengan sangat kencang.Pria itu berjalan menuju ke arah pintu dengan terburu-buru, setelah itu dia pun membuka pintu, matanya terbelalak ketika melihat siapa yang datang ke rumahnya."Selamat siang," sapa pria itu.Bima tak segera menjawab, dia masih kaget dengan kedatangan pria itu."Ehem! Selamat siang," kata pria itu sekali lagi."Siang," jawab Bima kikuk."Apa aku mengganggu waktumu?""Nggak, nggak kok," sahut Bima seraya menggeleng cepat. "Omong-omong ada apa ya datang ke sini, apa ada yang bisa dibantu?""Apa aku tidak dipersilahkan untuk duduk?""Oh, ya, silakan duduk. Tunggu sebentar, aku buatkan minum dulu.""Nggak usah, aku datang ke sini bukan untuk minta minum, tapi ada yang harus aku selesaikan.""Kamu datang ke sini mau cari Kasih? Sorry aja ya, Kasih nggak pernah datang ke sini," jelas Bima, dia mengira kedatangan Gilang ke rumahnya karena ingin mencari wanita itu."Kedatangank
"Mas aku beneran minta maaf, Mas. Tolong maafin aku, Mas. Please," mohon Dina."Kamu itu salah, Din. Salah besar! Apa pantas aku maafin kamu?" tanya pria itu sinis."Aku benar-benar khilaf, Mas. Aku minta maaf, Mas. Aku harus gimana supaya kamu mau maafin aku?"Bima terus menggeleng. "Aku benar-benar masih nggak nyangka aja, Din. Wanita yang selama ini aku anggap baik, nyatanya aku salah kira. Di depanku aja kamu terlihat begitu baik, tapi di belakangku ... hatimu begitu busuk," desis pria itu."Aku akui kalau aku ini salah, Mas. Aku ini cemburu melihat kedekatan kalian, Mas," kata Dina jujur."Aku selalu meluangkan waktu untukmu, Din. Bahkan aku menemui Kasih dan Bastian itu termasuk jarang, itu semua aku lakukan demi menjaga hati kamu. Tapi apa? Kamu malah egois!" tandas pria itu."Aku nggak egois, Mas. Aku hanya ingin mempertahankan hubungan kita!" kata Dina tak terima.Bima yang melihat sikap arogan Dina pun tertawa sinis."Kamu itu ya, udah tahu salah bukannya minta maaf tapi mal
"Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Kasih heran. Bima menghela napas berat, dia melirik ke arah Gilang yang saat ini tengah duduk anteng di dekat Kasih. Tatapan mereka berdua bertemu, Bima memberi kode pada Gilang agar pria itu pergi dari situ, karena Bima ingin berbicara berdua saja dengan Kasih. Sayangnya yang diberi kode sama sekali tak mengerti, lebih tepatnya Gilang pura-pura tidak tahu apa maksud Bima, pria itu malah melengos. "Bim?" panggil Kasih heran karena melihat pria itu tampak diam saja. "Tadi katanya mau ngomong, kok malah diam aja?" "Bisakah hanya kita berdua saja di sini, nggak lama kok," pinta Bima. Gilang mendelik kesal ketika mendengar Bima berbicara seperti itu. Tidak cukup jelaskah kalau tadi Gilang menolak usiran dari pria itu melalui tatapannya? Lantas kenapa harus diperjelas lagi? "Kalian ngobrol aja, anggap aja aku nggak ada di sini. Aku nggak bakalan dengar pembicaraan kalian berdua kok," kata Gilang dengan suara tenang. "Gilang, biarkan kami berdua