POV Jamal
Sudah satu tahun aku kuliah di UNS. Alhamdulillah aku sudah bisa menikmati kehidupanku disini apalagi ada cewek inceranku kuliah disini juga, ya walau beda jurusan. Gak papa yang penting aku cinta. Dan aku akan berusaha mendapatkan cintanya.
Aku memanggilnya Mimosa pudica karena karakternya yang pemalu apalagi kalau sedang kudekati. Mimosa pudica itu nama latin untuk tanaman putri malu. Nada itu pembawaannya menunduk terus persis seperti tanaman putri malu. Sedangkan pada sahabat baiknya aku memanggilnya Oryza sativa karena sifatnya yang seperti padi, semakin berisi semakin menunduk. Caca itu memiliki banyak kelebihan tapi dia tak pernah sombong.
"Jamal."
"Iya."
"Kamu ngapain sih. Seneng banget ngintipin anak biologi," ucap sahabat baikku, Tomo.
"Soalnya, gadis inceranku kuliah disini."
POV Nada Bukannya aku tak paham bahasa cintanya. Hanya saja aku sudah berjanji pada abah dan umiku jika aku akan menyelesaikan kuliahku dengan baik tanpa memikirkan percintaan terlebih dahulu. Karena itu diam menjadi caraku untuk mengaguminya dalam hati. "Nada." "Iya." "Jamal tanya sama aku, perasaan kamu ke dia itu bagaimana?" "Ya gak gimana-gimana?" Kulihat senyum terukir di bibir Caca. "Kamu suka dia ya, cuma kamu kayak banyak yang dipikirkan dan dipertimbangkan." Aku menghembuskan nafasku pelan. "Aku mau fokus Ca, aku pengen membahagiakan abah sama umi dulu." "Itu bagus, hanya saja jangan pernah menggantungkan perasaan seseorang Nada. Kalau gak suka kamu tolak, kalau suka beri dia kepastian." Ah Caca, andai aku bisa kayak kamu yang dengan tegas menolak banyak cowok yang deketi kamu. Aku takut, di satu sisi aku gak mau memberi dia harapan tapi di sisi yang lain aku suka melihat dia perhatian.
POV Jamal"Huft. Dua bulan lima belas hari. Masih lima belas hari lagi ya, Ca.""Hem ... iya.""Kangen, Ca.""Hem ... iya.""Pengen ketemu Mimmosa.""Iya.""Dia lagi ngapain ya?""Iya.""Ca!" bentakku."Eh apa!" Caca nampak kaget kemudian tersenyum manis ke arahku."Aku lagi ngajakin ngomong ya Ca, malah kamu fokus ke laptop.""Mumpung laptop kamu nganggur, dari pada gak kepakai ya aku pakai. Eman-eman.""Ck. Ngebet amat lulus gasik, Ca. Buat apa lulus gasik kalau wisudanya mau bareng kita.""Biar irit Mal, tahu sendirilah kondisi aku sama Hasan gimana?""Iya juga sih."Aku akhirnya memilih bermain dengan ponselku. Masa PPL kami sudah mendekati hari akhir jadi lumayan sibuk bikin laporan tapi ngajarnya sudah santai. Soalnya para siswa sedang melaksanakan ujian semester gasal."Eh Ca, Hasan telepon.""Angkat aja. Mungkin penting," sahut Caca masih mengutak ati
POV Nada"Akhirnya kita bisa lulus bareng. Makasih ya Ca. Kamu mau ikut wisuda bareng sama kita," ucap Meta."Alhamdulillah. Aku juga bersyukur bisa wisuda bareng kalian," sahut Caca."Nad, kamu nyari siapa?" tanya Meta."Owh ... Orang tuaku," alibiku."Bohong." Kompak Meta dan Caca. Ah, mereka sungguh menyebalkan sekali, tahu aja kalau aku memang lagi nyari si Crustaceae.Setelah mencari ke kanan dan ke kiri alhamdulilah orangnya nongol juga."Hai semua." Sapanya sumringah seperti biasa."Hai Jamal," sahut kami."Dih. Cakep amat nih, pake potong cepak lagi, gak kayak biasanya." Hasan mulai menggoda Jamal."Demi wisuda ya harus ganteng," sahutnya. Namun lirikan matanya tertuju padaku. Dan aku jadi malu."Cie ... cie ... lirikan matamu menarik hati, oh senyumanmu manis sekali. Sehingga membuat ...." Hasan mulai mendendangkan lagu."Nada tergoda. Hooo ... uwo ...." Astaga, baik Caca, Meta,
POV Jamal.Dua tahun. Sungguh waktu yang sangat lama. Tapi gak papa, demi Nada pokoknya seribu tahun pun akan kutunggu. Apalagi aku tahu dia tak ingin melangkahi kakaknya, Nida yang gagal menikah.Selama dua tahun ini aku tetap menggeluti usaha tambakku. Resto di Solo aku percayakan pada sahabatku Tomo sedangkan aku fokus mengurusi usaha tambak dan juga resto yang aku dirikan di Kudus. Sambil menjalani hari, aku memilih kuliah S2. Sengaja kuambil jurusan PAI, gak tahu kenapa pokoknya asal ambil saja. Hahaha. Yang penting Abah sama Umi berhenti nyuruhku nikah jadi kuliah adalah jalan yang aku pilih untuk menghindari desakan Abah dan Umi.Sayang desakan untuk menikah kembali lagi menghantuiku ketika seorang Kyai dari Cilacap datang. Namanya Kyai Sholeh dan istrinya Bu Nyai Nur.Entah karena alasan apa, mereka memintaku menikahi anaknya, Ning Asyifa. Jedar! Bagai tersambar halilintar, aku dipaksa Abah dan Umi untuk menerima mereka. Karena hanya aku putra yang ters
POV Nada"Udah. Jangan nangis lagi.""Tapi aku sedih, Ca.""Kamu, kan, sudah memutuskan maunya seperti ini. Ya sudah yang konsisten dong.""Huwaaa ... Caca kenapa nasibku tragis benget."Aku menangis menumpahkan seluruh air mataku. Bahkan Caca sedari tadi memelukku, menenangkanku dengan berbagai kata semangat dan motivasi."Loh, kamu kenapa Nad?"Mbak Nida ternyata memasuki kamarku. Ah, kenapa tadi aku lupa menguncinya ya? Jadi bingung kan mau jawab apa?"Ini Ning, si Nada eh ... Ning Nada nonton Drakor sampai nangis kejer. Udah Caca bilangin kalau drakornya banyak adegan sedih eh ... Ning Nada gak percaya. Mewek, kan akhirnya?" Caca menunjuk laptopku yang pas lagi nayangin adegan sedih-sedih, untung aja tadi kami curhat sambil nonton drakor jadi bisa dipakai jadi alibi."Ya ampun. Makanya kuranginlah nonton drakornya.""Iya Mbak. Mbak darimana?""Ini ambil paketan dari Azzam buat kita?""Mas Azzam baw
POV JamalAku tengah menekuri deretan angka-angka pada laptopku. Aku sedang mengecek jumlah pemasukan dan pengeluaran hasil tambak dan restoran yang aku miliki. Mungkin karena terlalu fokus, aku tidak menyadari kedatangan Umi. Tahu-tahu Umi sudah duduk di sampingku."Umi.""Sibuk, Mal.""Sedikit Umi." Aku menjawab dengan masih terus menyelesaikan pekerjaanku yang tinggal sedikit lagi. Setelah selesai aku langsung mematikan laptop dan menaruhnya di atas nakas."Ada apa, Um?""Kamu ndak pengen beliin apa buat seserahan?""Jamal sudah ngasih uang ke Umi, 'kan?""Sudah.""Ya sudah, terserah Umi mau dibeliin apa saja.""Mal?""Um, Jamal mohon. Jangan paksa Jamal. Nanti yang ada Jamal emosi. Bukankah Jamal sudah manut dengan keinginan kalian? Ya sudah jangan urusi Jamal lagi, Jamal itu cuma pedagang udang gak kece. Bukan Mas Jalal yang dosen, Mas Jafar yang anggota DPR, atau Mas Jamil yang PNS.""Jamal ...." Kulihat Umi s
POV Nada"Mbak tolong ini ditaruh di sana ya?" pintaku."Nggih Ning."Aku tengah membantu Caca menyiapkan acara perpisahan kelas dua belas SMA Al-Hikam. Hem ... keren ini, beneran perkembangan Al-Hikam sungguh luar biasa ditangan Mas garangku sama sahabat jutekku. Aku gak akan kaget suatu hari mereka bakalan nikah, sama-sama pintar, sama-sama garang, cuek, dan keras kepala. Orang bilang jodoh itu cerminan, nah itu aku lihat dari Mas Azzam sama Caca. Klop dah, seperti sekarang saja mereka tengah berdebat sejak satu jam yang lalu."Oke jadi kita putuskan begitu aja ya, Ca.""Baik Gus, nanti Caca langsung urus.""Ya sudah, sisanya aku yang urus sekalian aku ada urusan di luar."Mas Azzam pun pergi keluar setelah sebelumnya mengucap salam kepada kami. Aku mendekati Caca."Sudah merancang masa depannya?"Pletak."Aw! Sakit Ca," sungutku sambil mengelus-elus dahi."Lagian ngomongnya ngaco.""Habis pada senen
POV JamalSeminggu setelah kejadian pembatalan hubungan pertunanganku, Abah sakit. Darah tinggi dan jantungnya kambuh. Di satu sisi aku sedih. Di sisi lain aku bersorak girang. Andai aku tak ingat kalau orang tua adalah sosok yang harusnya kusayang dan kuhormati, ingin sekali kukatakan pada Abah 'Itu calon mantu pilihanmu Bah, beneran cantik sekali akhlaknya. Rasakan! Ngeyel sih, gak mau denger omongan anakmu!' Astaghfirullah. Untung gak keluar tuh omongan.Tapi sisi baiknya hubungan kami sedikit membaik. Begitupun dengan hubunganku dan ketiga kakakku."Mal.""Nggih Bah.""Makasih ya, udah bantu abah selama Abah sakit.""Udah jadi kewajiban Jamal, Bah."Abah mengangguk, aku menyuapinya kembali."Mal.""Pripun Bah.""Maafkan abah ya. Sekali lagi maafkan abah.""Jamal juga minta maaf, Bah. Sudahlah Bah, gak usah dibahas.""Tapi abah merasa bersalah sama kamu.""Makanya jangan diulangi lagi, Bah. Orang Jamal