“Lah terus ngapain?” ujar Binar bingung.
“Amnesia nih anak.” Gumam Amaz kesal.
“Emang ada apa sih. Asli gue lupa.” Ujar Binar makin bingung.
“Ini nih akibat terlalu banyak tidur jadi lupa kan segala urusan.” Olok Amaz.
“Eh yang benar aja kalau ngomong. Loh kira gue google yang bisa tahu segalanya.” Balas Binar kesal.“Tugas yang kemarin kapan selesainya. Kita kan sudah sepakat buat diskusi jam tiga. Sekarang jam berapa?” jelas Amaz jengkel.“Ah iya kok bisa gue lupa” ujar Binar menepuk jidatnya.“Ok deh. Gue cabs ke sana sekarang. Tujuh menit lagi sampe. Loh stay di sana,” lanjut Binar langsung bergegas membelokan motornya.
“Buruan. Lebih dari itu gue tinggal.” Bentak Amaz yang ia sendiri tidak sadar kalau Binar sedari tadi sudah memutuskan sambungan panggilan.
&ldquo
“kamu aja yang bawa ke sana, ya” pinta Aras.“Yang pake kan loh, kenapa jadi gue?” celetuk Binar.“kalau saya pulang cuman bawa helm doang, apa kata nyokab,” celetuk Aras.“Yah itu sejagad raya juga tahu,” tutur Binar.“Tahu apa?” potong Aras.“Tahu kalau itu bukan urusan gue,” ujar Binar menyolot.“Dasar loh alien. Gak punya hati,” omel Aras.“Terserah gue lah. Lagian kalau gak punya hati itu sudah mati dari lahir.” Celetuk Binar kesal.“Gak ngerti majas loh ya,” tambah Aras kesal.“Majas? Emang loh mau bikin puisi? Drama? Hei ini cuman dialog biasa, bukan pantun,” omel Binar panjang lebar.“Dasar payah.” Celetuk Aras kehabisan kata-kata.“Pokoknya please kali ini saja. Saya janji besok pagi-pagi ambilin tuh helm di rumah loh.” Ujar Aras memohon.
Binar melangkah keluar dari restoran itu, yang beberapa saat kemudian diikuti oleh Mita. Binar segera pergi dengan motornya tanpa menawarkan tumpangan untuk kawannya itu.Jenbow menggonggong di depan pintu. Bi Imba pun segera menyusul nya. Takut kalau ada maling yang masuk, ia pun bersiaga dengan membawa peralatan masak. Bi Imba membuka pintu dengan waspada.Jenbow tampak menggoyangkan ekornya. Kepanikan Bi Imba pun segera menghilang. Itu semua berkat Jenbow. Anjing hanyalah binatang yang sama seperti binatang lainnya. Namun ia punya keistimewaan dalam diri nya. Semua peliharaan memang mengenal tuanya, namun berbeda dengan Jenbow, selain mengenal tuanya ia juga seakan memiliki kemampuan lain. Binar percaya jika Jenbow menggonggong tidak jelas itu berarti dia melihat makhluk halus atau kadang seperti tanda tidak baik. Pernah satu kali ia terus menggonggong ke jalan raya, ternyata besoknya tidak jauh dari rumah
Tiar duduk santai memangku kaki di samping seorang anggota lawannya yang kini ditawannya. Menunggu ketua mereka untuk mendatangi nya. Tawanan nya dipaksa untuk mengaku siapa yang telah menyuruhnya untuk mengejar mereka namun walaupun telah dipaksa berkali-kali ia tak juga buka mulut. Bahkan seribu ancaman pun telah dikatakannya namun ia masih tidak bisa mendapatkan secuil informasi apapun darinya. Tiar menyerah, ia mengirim video itu ke grup Kazuo. Baru beberapa detik video itu terkirim tampak banyak sekali anggota mereka yang sangat merespon dengan senang hati. Grup yang hampir musnah selama kurang lebih empat bulan itu kini kembali ramai setelah terkirimnya video itu. Teman-temannya bersorak riang menyaksikan tontonan spesial itu. Sekarang semuanya pun kompak untuk kembali membangunkan Kazuo. Tiar mengirim lokasi keberadaannya sekarang kepada anggota grupnya. Mereka bersepakat akan segera mendatangi tempat Tiar sekarang. Aras yang pada saat itu
"Kenapa sama mata kamu" ujar Amaz mengikut gaya Ishad tadi."Gak kok. Abangnya saja yang terlalu fokus, " elak Ishad." Mana ada jelas-jelas dari begitu, " tuntut Amaz."Udah ah kapan mulainya nih." Potong Binar menengahi keduanya. Perdebatan itu tidak akan berujung sampai kapan pun. Keduanya sama-sama saling mengotot membela diri dan menyangkal."Hehehhe. Kakak loh orang baik yang dibawa ke sini sama abang. Kemarin itu dia pernah bawa kak Trea ke sini. Sebel banget aku sama dia. Di depan bang Amaz ngomongnya sok kayak Princess, padahal megang gunting aja nggak tahu." Lapor Ishad."Ngapain di bahas sih tuh orang. Gak jelas tau. Bikin gue tambah naik darah saja," Gerutu Amaz tidak terima."Oh si Trea. Emang gitu dia." Gumam Binar."Iya kak, yang lebih ngesalin itu di belakang bang Amaz dia nyindir gue. K
Pagi-pagi sekali saat semua orang sedang sibuk dengan aktivitas di rumah mereka masing-masing bahkan saat pemilik rumah makan belum membuka dagangannya, Aras sudah siap-siap dengan rapi untuk ke tempat Tiar. Ia ingin membicarakan sedikit kesalahpahaman kemarin.Aras berhenti di depan rumah Tiar."Tumben pagi-pagi gini udah rapi. Emang mau kemana?" Tanya Aras basa basi.Tiar masih tidak peduli. Tiar sudah rapi dengan pakaian olahraganya. Kata dokter, ini bagus untuk kesehatannya."Hei. Tiarsha Putri Dien" ujar Aras."Bukan urusan kamu!" Bantah Tiar."Kata siapa? Kalau salam tidak di jawab berarti urusan saya." Protes Aras sengaja agar mencari ribut dengan Tiar."Sejak kapan kepoh di samakan artinya dengan sapaan?" Akhirnya Tiar terpancing. Ia tidak tahu pagi ini Aras berpura-pura bego agar mendapat maaf darinya. Biarpun Tiar masih tidak mau memberi
Amaz tiba di tempat Pemakaman Umum. Ia berhenti pada sebuah makam dengan bertuliskan Afra Konath pada nisannya. Ia menaburi bunga yang dibawanya diatas makam itu.“Loh yang tenang di alam sana. Gue bakalan buat orang yang sudah menyerang loh untuk bisa merasakan hal yang sama,” bisik Amaz. Air matanya mulai membasahi pipi tirusnya. Ia ingat betul bagaimana kejadian dua tahun yang lalu, beredar berita di koran, dan sosial media lainnya tentang kematian Afra.“Remaja dengan inisial AK mengaku menemukan korban yang sudah babak belur dan dilarikan ke rumah sakit terdekat, namun sayangnya korban tidak tertolong.” begitulah berita yang beredar di media massa dan pusat perberitaan.“Sialan itu bersembunyi dibalik topeng sok sucinya. Padahal ia tak beda dari sampah! Saya yakin dia yang sudah bunuh loh.” geram Amaz.Setelah berdoa ia meninggalkan tempat itu sementara di sisi lain Binar sedang dalam perjalanan menuju ke situ.
Dihari yang sangat terik ini Aras sengaja memacu mobil milik Venya dengan ngebut, agar cepat sampai di rumah. Ia juga menyetel musik slow kegemarannya.“Namanya Binar, kamu kenal dia?” tanya Venya Karyasa.“Binar.” Tapi tidak mungkin Alien itu yang disebut anggun sama Mama, pikir Aras.“Mama lupa siapa nama lengkapnya, fotonya juga tidak ada pada mama.” Keluh Venya menyesal, karena belum pernah berfoto bersama Binar.“Kamu kenal?” tanya Venya lagi.“Tidak Mah, gak tahu,” balas Aras setelah yakin Binar yang dimaksud ibunya bukanlah Binar yang ia kenal. Didunia yang luas ini, yang namanya Binar pasti bukan Cuma satu, pikirnya.“Yah sudah, besok-besok mama kenalin kamu sama dia,” balas Venya yakin.Aras sengaja membawa Venya ke sebuah danau kecil di jalan yang mereka lewati. Hal ini mengingatkan mereka akan masa kecil Aras yang selalu mengunjungi danau ini seti
Binar pulang tanpa memikirkan reaksi Aras atas tindakannya tadi. Sikap cuek dan masa bodonya kembali mengisi hatinya. Apalagi untuk orang yang menyebalkan seperti Aras.Binar langsung makan malam bersama Bi Imba tanpa banyak basa basi. Bahkan ia malas membahas tentang perjalanannya esok pagi, tentu saja Aras yang telah merusak moodnya. Bayangan tentang omelan Aras tadi terus terngiang-ngiang ditelinganya. Ia dituduh tukang stalking itu yang paling tidak Binar terima. Bagaimana tidak, Binar sendiri sangat jauh dari kata itu. Sebenarnya ia tidak terlalu peduli dengan ucapan orang tentang dirinya, namun ucapan Aras tadi, orang yang sudah dianggap teman olehnya. Berkali-kali ia telah berkorban banyak untuk Aras, bahkan ia sampai dikejar musuh bebuyutannya Aras.Pagi-pagi sekali bahkan saat tidak ada sedikitpun jejak mentari pagi akan muncul, Binar sudah dalam perjalanan menuju kampung halamannya. Untuk memastikan akankah ucapan ayahnya itu b