Share

Bab 3. Datanglah Padanya.

Dania sudah pergi sejak beberapa saat yang lalu, tapi Allard masih berdiri di ambang pintu kamar hotel dengan rasa yang tak bisa ia deskripsikan. Semua rasa itu bercampur, sakit, dendam, marah, dan juga jijik.

Allard masuk ke dalam kamar, lalu mengambil ponselnya. Mencari-cari nama Cakra di daftar kontak hingga ia menemukan dan menyambungkannya.

"Kenapa, Al? Sudah memanggil wanitanya? Apakah kau tidak menyukainya?" Suara di seberang bertanya heran.

"Brengsek! Apa maksudmu?!" bentak Allard pada Cakra. Ia menendang meja nakas hingga suara tendangannya terdengar oleh Cakra. "Kau sengaja, hah?"

"Apa? Aku tidak mengerti maksudmu." Nada bicara Cakra terdengar bingung.

"Pelacur yang datang itu adalah Dania?"

"What?!"

~~~

"Kau terlihat tidak fokus hari ini, ada beban pikiran?"

Dania menoleh pada seorang pria paruh baya yang baru saja keluar dari kamar mandi, ia lihat pelanggannya itu hanya memakai jubah mandi. Berjalan mendekati Dania yang duduk di atas ranjang.

"Bukan apa-apa, Pak Burhan." Dania menggeleng. Tidak, Dania tidak baik-baik saja. Kejadian dua hari yang lalu masih membekas di pikirannya, mendadak bertemu mantan suaminya adalah hal yang tak pernah ia pikirkan.

"Baiklah, ngomong-ngomong aku ada sesuatu." Burhan berjalan ke sebuah sofa di kamar hotel ini, tangannya meraih sebuah paper bag berlogo brand perhiasan ternama, di dalamnya ia mengambil sebuah kotak kecil.

"Aku membeli ini untuk putriku, tapi dia menolaknya karena dia tidak menyukai desainnya." Burhan mendekati Dania yang masih bergelung dalam selimut, pria berusia 50 tahun itu kemudian duduk di sisi Dania.

"Mungkin ini cocok untukmu." Kotak itu disodorkan pada Dania, membuat Dania terkejut mendapat hadiah mendadak seperti ini.

"Untukku?" tanya Dania. "Bukankah ini terlalu mahal, sayang sekali putrimu menolaknya."

Burhan mengangguk. "Ya, begitulah. Dia agak pemilih, ambil saja dari pada aku membuangnya."

Dania tersenyum kecut. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah orang-orang kaya selalu seperti ini? Menghamburkan uang, jika tak menyukainya maka benda itu akan dibuang begitu saja.

"Terimakasih."

Dania membuka kotak beludru bewarna ungu itu, di dalamnya ada sebuah kalung cantik dengan liontin berbentuk hati yang juga bewarna ungu, selaras dengan warna kotaknya. "Ini cantik," puji Dania.

~~~

"Sial!"

Allard melemparkan pulpen miliknya ke lantai, kemudian ia mengusap kasar wajahnya. Sejak tadi ia kesulitan untuk fokus untuk bekerja, ah, bukan sejak tadi. Tapi, sejak dua hari yang lalu. Sejak pertemuan tak terduganya dengan Dania, Allard merasakan gejala-gejala aneh. Seperti ia susah fokus, susah tidur, bahkan pikirannya selalu pada Dania, Dania, dan Dania.

Tok tok

"Ma-"

Brak!!

"Allard!"

Allard menutup matanya ketika pintu ruang kantornya didobrak begitu saja oleh sang sobat tercinta, Cakra. Padahal ia belum selesai mengizinkan Cakra untuk masuk, tapi Cakra lebih dulu menyelonong masuk.

"Maaf, aku sibuk dua hari ini. Tapi, apakah benar kamu bertemu Dania?!" Cakra mendekat pada meja kerja Allard.

Allard membuang muka kala nama Dania disebut.

"Apakah benar dia wanita yang datang hari itu?" tanya Cakra lagi.

Decakan terdengar dari mulut Allard, ekspresi tak suka menghiasi wajahnya. "Kau bertanya? Padahal kau yang merekomendasikan tempat itu. Dan kemana saja kau dua hari ini? Aku sangat ingin memukulmu, kau tahu?" Allard berdiri seraya mengangkat kepalan tinjunya.

"Wowowo, biar aku jawab satu-satu, Al." Cakra mengangkat kedua tangannya di udara, tanda menyerah, tak kuasa atas pertanyaan beruntun yang Allard lemparkan.

Allard mendengus kasar, kemudian menghempaskan pantatnya ke atas kursi. "Katakan!"

"Okay, pertama. Aku tak tahu menahu atas dia, maksudku dia yang bekerja di sana. Tapi aku tak menyangka jika mantan istrimu yang akan datang."

"Aku tak bersalah, okay?! Aku juga mengetahui tempat itu dari kenalanku."

Raut muka Allard tampak datar, tapi Cakra tahu Allard mendengarkan dengan serius.

"Dan dua hari ini aku sibuk, karena aku harus keluar negeri untuk ... Menghindarkan kemarahanmu, hehehe." Di akhir kalimatnya Cakra nyengir, menampakkan barisan giginya yang rapi.

Melihat itu Allard hanya menarik panjang nafasnya. "Kau benar-benar ...." Allard tak melanjutkan ucapannya. Baiklah, ia akui ini bukan salah Cakra. Meski Cakra tampak seperti orang usil nan bodoh, tapi Cakra selalu jujur padanya.

"Yah ... Aku rasa takdir yang mempertemukan kau dengannya, mungkin saja bukan sekedar pertemuan?" Cakra menambahkan.

"Berisik! Pergi sana sebelum aku benar-benar memukulmu." Allard berdiri dari duduknya, melihat itu Cakra lari terbirit-birit sambil tertawa

"Hahaha."

"Dasar kekanakan."

"Bukan sekedar pertemuan, ya?" Allard menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, matanya menatap langit-langit ruangan, tapi otaknya tampak memikirkan sesuatu.

"Menyesali semua ini." Mulut Allard mengulangi kata-kata yang Dania ucapkan tempo hari yang lalu. "Aku? Menyesal? Tidak."

Kepalanya ia gelengkan, mata Allard tertutup tapi sedetik kemudian ia membukanya. "Heh, aku yang akan membuatmu menyesali ini semua, Dania."

Allard kemudian tersenyum miring, sebuah ide melintas di benaknya. "Lihat saja."

~~~

Sejujurnya Dania lelah sekali malam ini, ia ingin pulang ke apartemennya kemudian istirahat dengan tenang, jika saja Madam Loro tak memanggilnya.

Beberapa saat yang lalu, Madam Loro mengiriminya pesan dan menyuruhnya untuk datang ke kantor. Dania tak dapat menolaknya meski Dania lelah sekali karena baru saja selesai dengan Pak Burhan.

"Astaga, aku lelah. Aku ingin melihat Angel."

Sembari berjalan di lorong, Dania menatap layar ponselnya. Di sana ada foto malaikat kecilnya yang ia jadikan wallpaper. "Angel ...." Entah kenapa, melihat wajah putrinya membuat rasa lelah Dania sedikit berkurang.

"Jika semua ini sudah selesai, kita akan menjalani hidup yang bahagia. Sabar, ya, sayang." Selesai berbicara pada layar ponselnya, Dania segera menyimpannya.

Tak terasa ia sudah berada di depan pintu kantor Madam Loro. Dania mengetuknya, setelah terdengar sahutan dari dalam Dania segera masuk.

"Apa yang kau lakukan?"

Ketika kaki Dania menginjak lantai ruangan, nada emosi dari Madam Loro menyambutnya. Membuat Dania bertanya-tanya dalam hatinya perihal apa yang membuat Madam Loro tak senang.

"Ada apa, Madam Loro?" Semakin dekat Dania dengan Madam Loro, semakin jelas nampak kemarahan di wajah wanita bergincu tebal itu.

"Dania, apakah kau tidak jadi melayani pelanggan dua hari yang lalu?"

Alis Dania berkerut. "Maksudnya?"

Madam Loro menurunkan kacamatanya dan menaruh benda itu di atas meja. "Ck! Pelanggan yang dengan nama Mr.A kau tidak jadi melayaninya bukan?!"

Dania tampak berpikir, tapi sedetik kemudian ia mengingat siapa Mr.A yang harus ia layani pada hari itu. Seharusnya hari itu ia melayani mantan suaminya, Allard. "S-saya-"

Madam Loro kemudian bangkit dari duduknya, lalu mendekati Dania. "Dia sudah membayar mahal, bahkan lebih mahal dari pelanggan lainnya. Sekarang ia meminta pertanggungjawaban, aku akan menjadwalkan ulang pertemuanmu!"

"Apa?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status