Bab 20) Menantu Penuh KejutanIsmah menatap nanar kepergian anak dan menantunya. Suara deru motor menimbulkan debu-debu beterbangan menghiasi halaman. Dia benar-benar tak menyangka. Maksud hati ingin membuat Hanum terpukul dengan apa yang ia lakukan, tapi ternyata tidak. Hanum rupanya sosok menantu yang penuh dengan kejutan. Entah apa yang sedang direncanakan oleh Hanum. Tumben wanita muda itu mau diajak Fahri untuk mengajar di TPA, padahal Ismah tahu, dulu Hanum pernah menolak dengan alasan belum cukup ilmu untuk mengajar. Ismah berpikir mungkin karena saat itu Hanum sadar diri, bahwa pendidikannya memang tidak memadai untuk mengajar anak-anak mengaji. Ismah yakin itu karena Hanum memang tidak pintar. Jika Hanum memang benar-benar berpendidikan tinggi, buat apa hanya diam di rumah, tidak mau diajak mengajar oleh suaminya? Apa guna ijazah kalau tidak di pakai untuk mengajar? Bahkan Hanum juga tidak bersedia jika diminta oleh ibu-ibu membaca doa di saat acara yasinan ibu-ibu pada set
Bab 21) Kedatangan Yasmin Bahkan kini gaji yang diterima oleh Zainab tidak lagi full karena harus dipotong dengan cicilan di bank. Setelah ayah Zaid meninggal, Zainab membeli sebuah rumah kecil dengan uang hasil penjualan emas simpanan terakhirnya, kemudian rumah itu direnovasi sehingga menjadi rumah yang sekarang. Namun akibatnya ia harus berhutang banyak, tak kurang dari 50 juta, dengan jangka cicilan sekitar 10 tahun. Selama itu pula ia harus prihatin. Untung saja Zaid masih sekolah dasar. Dia hanya butuh uang untuk keperluan sehari-hari dan jajan Zaid. Untuk beras, ia tidak perlu khawatir, karena Zainab pun bekerja di sawah, walaupun sawah yang dikerjakannya adalah milik orang lain dengan cara bagi hasil. Cukup lama keduanya berpelukan, mencurahkan kesedihan masing-masing tanpa kata. Kekecewaan yang menumpuk di hati karena hidup tak sesuai dengan ekspektasi, terutama Ismah yang sangat berharap bisa meraih kebahagiaan dan kenyamanan di masa tuanya. Zainab menyeka air matanya yan
Bab 22) Mengembalikan Baju Yasmin Hanum mengekor langkah sang suami masuk ke dalam rumah. Tiga orang yang tengah duduk di sofa itu memandangi mereka seakan tanpa kedip. Hanum berusaha untuk tetap tenang melihat kehadiran Yasmin diantara ibu mertua dan kakak iparnya. "Hai, Yasmin," sapanya ramah sembari menyodorkan tangannya. "Halo juga, Hanum," sambut Yasmin. Perempuan itu masih tidak bergerak, duduk diantara Ismah dan Zainab. "Jangan banyak basa-basi, Hanum. Yasmin ke sini karena ia ingin mengambil baju yang kemarin dipinjamkan kepadamu. Kamu belum mengembalikannya, kan?" tukas perempuan tua itu. "Oh, iya." Hanum kembali teringat dengan baju Yasmin yang dipinjamnya malam itu. "Maaf ya, aku belum sempat berkunjung ke rumah paman haji Alwi," ujar Hanum lagi. "Itu cuma alasan kamu saja, Hanum. Kamu suka kan, dengan pakaian itu? Ah, siapa juga yang nggak suka dengan barang bermerek? Baju Yasmin itu semua bagus-bagus. Kamu berharap baju itu diberikan saja kepadamu, bukan?" Seperti b
Bab 23) Jebakan"Tumben berangkatnya sekarang? Ini belum masuk jam belajar di TPA lo, Kak," protes Hanum saat melihat sang suami sudah rapi, mengenakan baju koko berwarna putih dengan bawahan sarung bermotif kotak-kotak. Tak lupa kopiah putih melekat di kepalanya. Keduanya baru saja selesai makan siang dan menunaikan ibadah shalat zuhur. Seharusnya ini adalah waktu istirahat untuk mereka. "Emang sengaja, Sayang, karena mau mampir dulu ke rumah paman haji Alwi. Katanya beliau ada yang ingin dibicarakan. Mungkin menyangkut soal teknis menyambut bulan suci Ramadhan di mushola kita," jawab Fahri. "Oh, gitu. Ya sudah, nggak papa." Hanum menghela nafas. Entah kenapa kali ini ia merasa berat melepaskan kepergian sang suami. Firasatnya tidak enak. Lelaki itu mendekat perlahan, merentangkan tangan, memeluk sang istri yang masih mengenakan mukenanya. "Nanti kamu nyusul ya, Sayang. Berangkat sendiri jalan kaki. Tidak apa-apa, kan?" Hanum menggeleng. "Tidak apa-apa, Kak." Lelaki itu masih m
Bab 24) Tidak Ada Bukti"Paman!" Masih dengan suaranya yang meraung, Yasmin menubruk lelaki setengah tua itu, memeluknya kuat-kuat. "Dia...." Jari telunjuknya menuding sosok Fahri yang hanya bisa berdiri mematung."Ada apa? Ada apa ini? Kenapa kalian berduaan di rumahku? Apa yang sudah terjadi?" Lelaki itu mengurai pelukan sang keponakan seraya menatap Fahri dengan perasaan bingung.Dia tidak habis pikir, kenapa Fahri bisa sampai berada di rumah ini saat dia dan istrinya sedang tidak ada di rumah.Sehabis makan siang dan shalat zuhur, haji Alwi dan istrinya memang pergi ke kebun kelapa yang letaknya tidak berapa jauh dari rumahnya. Namun ketika sampai di kebun, ia melupakan parang yang seharusnya ia bawa. Akhirnya haji Alwi kembali ke rumah melewati pintu belakang, karena saat ia akan membuka pintu depan rumah, ternyata dalam keadaan terkunci."Katakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Paman, Fahri. Kenapa kamu sampai berada di rumah ini bersama Yasmin, sementara kami tidak ada di
Bab 25) FitnahMerasa tidak punya pilihan, akhirnya Fahri pulang ke rumah. Dia hanya mendapati Ismah dan Mila di rumah ini. Sementara Hanum sudah berangkat ke TPA. Fahri boleh merasa lega untuk sesaat. Urusan dengan Hanum bisa di pikirkan nanti."Kenapa kamu pulang lagi, Fahri?" Ismah menyambut dengan tatapan heran melihat wajah putranya yang keruh.Fahri menjatuhkan tubuhnya di lantai, mencium kaki ibunya. "Maafkan aku, Ma!""Hei, kamu kenapa? Apa yang sudah terjadi?" Tubuh tua itu spontan membungkuk, menarik tangan sang putra, mengajaknya berdiri, membimbingnya menuju sofa di ruang tamu."Mama diminta oleh paman haji Alwi untuk datang ke rumahnya sekarang," beritahu Fahri setelah mereka terdiam cukup lama. Dia berusaha keras untuk menetralkan detak jantung yang sejak tadi terus saja berpacu memompa darahnya.Rasanya dunia mau kiamat. Fitnah ini begitu kejam. Dia terjebak, kemudian Yasmin justru memfitnahnya, memutar balikkan fakta.Seandainya Fahri tidak memiliki istri, mungkin dia
Bab 26) Fitnah (2)Fahri kembali bungkam. Kenyataannya ia memang tidak memiliki bukti apalagi saksi. Dia hanya berduaan di rumah itu dengan Yasmin. Tak ada seorangpun yang melihat dan Yasmin justru memberikan pengakuan sebaliknya.Soal yang paling membuat Fahri khawatir adalah Hanum. Apa yang harus ia katakan kepada istrinya? Tergambar di benaknya wajah Hanum yang pasti akan marah besar. Hanum pasti akan berpikiran yang tidak-tidak.Fahri menggeram. Bahkan dengan Hanum pun ia tidak bisa membuktikan, bahwa dirinya tidak pernah melakukan apapun terhadap Yasmin. Apa yang harus ia lakukan, sementara haji Alwi, Rahma dan ibunya malah lebih mempercayai pengakuan Yasmin ketimbang dirinya?Fahri meratapi kebodohannya dalam hati, kenapa juga ia mau percaya begitu saja dengan kata-kata Yasmin tadi siang, saat mencegahnya di jalan saat pulang dari sawah?"Kamu tidak punya bukti, kan?" Kali ini Rahma angkat bicara. Perempuan itu menatap lekat wajah Fahri. Fahri pun mengangkat wajahnya."Bibi, aku
Bab 27) Mendapatkan Secercah Cahaya"Poligami?" Bibir Hanum bergetar, tanpa sadar tubuhnya beringsut menjauh dan mengibaskan tangan saat sang suami kembali mencoba meraihnya. "Kakak sadar apa yang Kakak katakan?" Susah payah tangan perempuan itu menelan ludahnya."Sangat sadar, Sayang, Saat ini Kakak tidak punya pilihan," ujarnya lirih. Fahri berdiri dan kembali mendekati sang istri yang terus saja melangkah mundur, sampai akhirnya tubuh Hanum merapat ke dinding.Hanum tidak lagi bisa berontak saat lelaki itu mengungkung dengan tubuh besarnya. Seketika ia merasakan tubuhnya melayang. Fahri menggendongnya, membawanya kembali ke pembaringan, merebahkannya, lalu mereka pun berpelukan. Air matanya menetes membasahi kedua pipinya.Mereka baru beberapa bulan menikah dan kini sang suami malah mengucapkan kata-kata itu."Kakak mau menikah lagi untuk apa? Apakah aku punya salah kepadamu? Apakah aku bukan istri yang baik, tidak bisa melayanimu?" isak Hanum. Dia menenggelamkan wajahnya di dad