Suasana hening, Olivia berusaha keras memacu otaknya memikirkan teori yang dimiliki Raka. Penjelasan Raka terdengar masuk akal, tetapi semua itu masih berupa dugaan dan bagaimana jika memang dua kasus ini tidak ada kaitannya? “Lalu bagaimana dengan sidik jari yang kalian temukan? Apa hasilnya sudah keluar?” Raka mengehela napas panjang, raut wajahnya tidak menunjukkan reaksi yang positif, “Kami kesulitan mengidentifikasinya selain karena hanya separuh sepertinya sidik jari itu tidak terdaftar.” Lagi-lagi bukan kabar baik, padahal Olivia sangat berharap bisa mengetahuinya secepat mungkin supaya dia bisa merencanakan pembalasannya secepat mungkin. “Untuk kasus ibunya William siapa yang kamu curigai? Selain itu aku tidak menemukan sesuatu yang menghubungkan dua kasus ini.” “Daniel dan William bukankah mereka adalah pihak sama yang berada di sekeliling korban?” jawab Raka dengan percaya diri lalu ia menatap Olivia dengan perasaan tidak enak, “Tapi untuk William aku tidak begitu yakin
“Pak, Olivia datang....”Baru saja Galang, asisten pribadi Daniel, selesai berbicara Olivia sudah menerobos masuk ke dalam ruang kerja Daniel.Daniel mendongakkan wajahnya dari kumpulan berkas di atas meja, kemudian menyunggingkan senyum miringnya. Meskipun Daniel tidak tahu apa alasan Olivia menenuinya, tetapi pria itu tampak senang Olivia datang menemuinya,Daniel pun menginstruksikan Galang untuk meninggalkan ruangan agar ia dan Olivia bisa berbincang-bincang dengan leluasa.“Terakhir kali kau datang menemuiku sambil membawa hadiah sekarang kau tidak membawa apa pun kan?” sindir Daniel mengacu pada hari di mana Olivia datang dan menampar wajahnya karena merasa ditipu oleh pria itu.“Aku membawa sesuatu yang baik untukmu,” balas Olivia dingin dengan wajah datarnya.“Wah aku jadi tidak sabar.”“Polisi mencurigaimu atas kematian Elia dan ditemukan sidik jari yang masih belum bisa diidentifikasi. Selain itu mereka juga mulai membandingkan kasus kematian Elia dengan kematian Ibumu sembi
Olivia tiba di rumah saat malam hari, terlihat mobil William sudah terparkir rapi di halaman rumah, menandakan bahwa pria itu sudah pulang.Begitu Olivia masuk ke dalam rumah semerbak harum masakan langsung menyerang indra penciumannya hingga membuat perut Olivia yang belum terisi asupan makanan sejak kemarin berbunyi.“Siapa yang masak?” gumam Olivia.Olivia berjalan menuju dapur dan di atas meja makan sudah tersaji sup kacang merah kesukaannya lengkap dengan kerupuk udang yang harum dan gurih. Tiba-tiba kenangan masa lalu terbersit dalam benak Olivia.Kenangan bersamanya dengan William ketika pria itu susah payah belajar membuat sup kacang merah sesuai dengan yang Olivia sukai. Tidak mudah William sering kali gagal bahkan walaupun pernah berhasil saat memasak kembali untuj yang berikutnya rasanya kembali berbeda.Namun bukan William kalau mudah menyerah, pria itu terus mencobanya sampai berhasil sepemuhnya dan rasanya tetap sama.Olivia pun mengambil sendok dan mencoba menyeruput ku
“Ah... Will...” Tangan William terus menjalar ke bagian lain tubuh Olivia dan membuat wanita itu menggeliat. Olivia merasa udara disekitarnya memanas, dengan cepat pikirannya kini hanya terpusat pada setiap sentuhan yang William berikan di area tubuhnya. Dan yang Olivia sadari entah mengapa sentuhan William terasa berbeda dari sebelumnya. Sentuhannya terasa lebih sensual dari yang biasa William lakukan padanya. Apa mungkin karena efek amnesianya hingga membuat William melepas beberapa kebiasaannya? Entahlah Olivia tidak tahu lagi, yang pasti untuk saat ini Olivia tidak mau berada di posisi ini. Ia harus menjadi pihak yang mendominasi dalam kegiatan ini. Olivia pun bangkit lalu ia tanggalkan pakaian William seraya melumat bibir pria itu. Embusan napas William semakin memburu dan menghangat. “Kau sangat bersemangat hari ini,” ujar William. “Anggap saja sebagai permintaan maafku karena bersikap dingin padamu.” Olivia sentuh dada bidang William dengan lembut, tangannya bermain di a
“Apa yang kamu maksud itu Daniel atau ayahku?”Olivia mendengus puas dalam hatinya, seperti biasa William memang cepat tanggap. Olivia pun mengangguk untuk memberikan jawaban, “Aku tidak ingin menuduh mereka tapi dengar dari ceritamu tentang bagaimana ayahmu memperlakukan ibumu dan bagaimana Daniel semua itu mungkin saja terjadi.”“Ayahku sudah meninggal, jadi semoga saja tuhan menghakiminya dengan lebih keji. Tapi kalau itu Daniel aku akan menghajarnya terlebih dahulu sebelum menjebloskannya ke penjara,” jelas William dengan tenang walaupun jelas sekali kesedihan dan kemarahan terpancar dark bola matanya.Untuk hal kesabaran Olivia sering menemukan bahwa batas kesabaran William sangatlah tinggi. Ia juga selalu berusaha tenang dalam memghadapi sesuatu. Dilihat dari segi apa pun William adalah sosok yang sempurna. Ia tampan, kaya raya, cerdas, penyayang dan bahkan penyabar. Terlihat seperti pria yang baik dan tidak mungkin bisa melenyapkan nyawa seseorang.Hal ini yang membuat Olivia k
Daniel bangkit dari kursinya lalu mendekati Aldo. Tanpa belas kasih Daniel mencekik leher pria itu dan memojokkannya hingga ke dinding ruangan.“Kau lupa apa yang Olivia lakukan pada misi penculikan dan penyerangan terhadap William satu bulan lalu? Jika bukan karena kebodohan kalian misi itu sudah berhasil, dendam kalian tuntas dan aku sudah memegang perusahaan sepenuhnya!” pekik Daniel.Aldo meronta-ronta berusaha melepaskan cekikkan pria gila itu. Alhirnya Daniel pun melepaskannya tetapi berujung dengan menendang perutnya.“Tidak bisakah kalian hanya fokus pada misi kalian? Supaya rencana ini berjalan cepat dan lancar?! Dengar ya kalau kau melakukan kesalahan yang sama atau mempertanyakan perintahku, aku tidak akan segan-segan untuk melaporkanmu atas penyerangan pada William di gedung biru itu.”“Jadi kau berencana untuk menjebak Olivia?” tanya Aldo terbata-bata karena rasa sakit diperutnya.“Semua itu tergantung pada Olivia, kalau dia berencana mengkhianatiku, aku akan menjebaknya
Aldo memukuli tubuh Olivia menggunakan bongkahan kayu yang di temukan pria itu di dekatnya. Olivia mengerang, tubuhnya menggeliat merasakan rasa sakit yang mulai menusuk-nusuk seluruh tubuhnya.Matanya berair menitikkan air mata, tetapi mau tidak mau Olivia harus menahannya. Sekali lagi Aldo memukulkan sebongkah kayu itu pada kaki Olivia yang ternyata tepat pada tulang keringnya.Bukan main rasanya seperti kaki Olivia patah padahal kakinya masih baik-baik saja hanya lebam menimbulkan lebam.Melihat kondisi Olivia, Aldo pun jadi merasa cemas. “Liv apa kau....”“Aku baik-baik saja, terus lakukan setelah itu segera hubungi William.”Aldo menurut dan terus memukuli tubuh Olivia walaupun ia tidak mengingikannya. Setelah terdapat cukup banyak lebam di tubuh Olivia. Aldo pun segera menghubungi William.Setelah William datang pertarungan di antara Aldo dan William pun pecah, Willuam juga bahkan terkelabui dengan akting Olivia serta Aldo dan berpikir bahwa Aldo adalah Daniel. Aldo juga berhasi
“Ada angin apa kau menghubungiku?” tanya Antony yang baru saja tiba di kafe.Pagi ini Olivia menghubungi Antony memintanya untuk bertemu untuk membicarakan sesuatu. Antony bisa memperkirakan mungkin ini soal William karena apalagi kalo bukan tentang itu.“Kalau ini ada duitnya aku ikut saja, karena sepertinya ini rencana di luar kerja sama dengan Daniel.”“Tentu saja ada, orang sepertimu mana mau melakukan sesuatu secara sukarela,” cibir Olivia.“Woah kau... padahal aku dengar dari staff hotel di desa itu, kau dulu wanita yang lugu dan baik hati, sekarang lihatlah dirimu.”Antony benar, Olivia tidak seperti ini dulu, ia selalu baik pada semua orang dan bersikap ramah juga hangat walaupun sedikit gampang marah.Tetapi sekarang, entahlah mungkin rasa kecewa yang Olivia pupuk pada William terlalu besar dan lagi Olivia tidak bisa menjadi wanita lugu seperti sebelumnya jika ingin melakukan hal-hal kotor seperti ini karena dia harus sering-sering berhadapan dengan manusia gila dan menyebalk