Karena teriakan si penguntit, Yani keluar dari rumah dengan tergopoh-gopoh. Untung saja Tiara sudah mencopot mukena yang baru saja dia pakai. Jadi, Yani tidak akan ikut pingsan saat melihat Tiara masih memakai mukenanya.“Ada apa Ra? Siapa yang teriak tadi?” Tiara menunjuk si penguntit yang sudah jatuh dari motor.Taira berjongkok di samping orang yang memakai seragam ojol itu. Untunglah tidak ada luka serius. Bahkan orang itu masih bisa berdiri dengan tegak. Yani segera mengambil sapu untuk berjaga-jaga. Sedangkan Tiara memegang tali yang tadi mengikat tubuhnya dengan erat.“Beraninya kamu?” Pria itu melepaskan helm yang di pakainya. Helm itu sudah di banting ke tanah hingga menimbulkan bunyi yang keras.“Sekarang Yan.” Teriak Tiara berusaha memukul pria paruh baya yang sudah menguntitnya. Sedangkan Yani memukul pria itu sambil berteriak meminta pertolongan dari warga sekitar.“Tolong ada orang jahat. Tolong kamiiii.” Teriak Yani berulang kali.Pria itu berusaha untuk meraih tubuh Ti
"Bagaimana kabar kamu Bude?" Tanya Mutia ramah. Meskipun dalam hatinya sedang menyimpan bara kemarahan akibat rencana Bu Win yang ingin mencelakai sang putri. "Baik. Kamu kok bisa sampai kesini Ia? Terus kenapa saya harus bertemu dengan kamu?" Ika yang duduk di samping Bu Win hanya bisa menghela nafasnya. "Tolong jelaskan maksud kedatangan anda ke rumah ini Bu Mutia. Apapun keputusannnya akan saya katakan setelah anda menjelaskan semuanya." Mutia menganggukan kepala lalu mengeluarkan ponselnya. Jarinya menggulir layar ponsel lalu memperlihatkan isi pesan Tiara yang di kirim Tiara padanya. Termasuk foto milik Pak Yanto yang sedang berada di kantor polisi. "Sa, saya sama sekali tidak terlibat dengan rencana ini Nyonya Besar. Tolong percaya pada saya." Bukannya memberikan klarifikasi pada Mutia, Bu Win justru menjatuhkan tubuhnya ke lutut sang majikan. Derai air mata Bu Win berjatuhan di wajah tuanya. Ia tidak menyangka jika rencananya bisa ketahuan secepat ini. Dalam hatinya Bu Win
“Dasar anak tidak berguna. Cuiih.” Teriak Saka untuk yang terakhir kalinya lalu masuk ke dalam rumah. Mutia hampir saja melepaskan ponsel dari genggaman karena tubuhnya yang terus bergetar. Mutia berjalan mendekati rumah mertuanya saat memastikan pintu telah tertutup rapat.“Ibuuu. Sakit." RIntihan Tiara, anak Mutia, yang tengah meringkuk di depan pintu membuat Mutia berjalan dengan cepat. Ia menahan isak tangisnya saat melihat tubuh sang putri yang terlihat babak belur.“Ibuuu.” Rintih Tiara lagi. Mutia menganggukan kepalanya dengan cepat saat Tiara menyentuh wajahnya.“Iya. Ini Ibu sayang. Ayo kita pergi sekarang.” Dengan susah payah, Mutia menaikan Tiara ke punggungnya. Walaupun langkahnya tertatih, Mutia berusaha berjalan dengan cepat menuju taksi.Sopir taksi langsung membukakan pintu belakang saat melihat Mutia sudah datang. Mutia lalu membaringkan tubuh Tiara. Ia masuk lewat pintu lain dan memangku kepala Tiara.“Ibu, aku lagi nggak mimpi kan?” Mutia menggelengkan kepalanya. Is
Jam baru menunjukkan pukul empat pagi saat Saka sudah keluar dari kamarnya. Ia berjalan ke dapur lalu membuka tudung saji. Tidak ada makanan sama sekali.CklekBu Jarmi baru keluar dari kamar mandi dengan wajah lega. “Kok nggak ada makanan Bu?”“Lah, kamu malah nanya Ibu. Tiara kan yang tugasnya masak sarapan. Salah kamu sendiri tadi malam nyuruh Tiara tidur di luar. Jadi kabur kan anaknya.” Saka menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Benar juga.“Kalau gitu, Ibu tolong masakain Saka sarapan ya. Aku lagi nggak ada pegangan uang lagi makan di warung.” Bu Jarmi menggelengkan kepalanya.“Suruh saja Sekar yang masak. Apa gunanya punya dua istri kalau yang satu nggak bisa masakin kamu sarapan.” Bu Jarmi kembali masuk ke dalam kamarnya. Saka mencuci wajah dan menggosok gigi lalu kembali masuk ke dalam kamarnya.Ia menepuk bahu Sekar agar bangun. Sekar menggeliatkan badan hingga kelopak matanya terbuka. “Ada apa sih mas? Sekarang masih terlalu pagi.”“Tolong buatkan mas sarapan dek.” Wajah Se
“Mu, Mutia sayang. Kamu salah paham” Saka memegang tangan Mutia yang sudah berdiri di depannya. ‘Halus.’ Plkir Saka saat menyentuh tangan istri pertamanya itu.“Salah paham bagaimana mas? Jelas kamu tadi teriak kalau Tiara itu anak sialan.” Saka menundukan kepalanya lalu bangkit berdiri. Ia melirik pada Mutia yang sekarang sudah berubah. Kulit Mutia yang pada dasanya berwarna kuning langsat tampak sangat bersinar. Rambut hitam panjangya terlihat sangat halus. Dengan make up sederhana yang membuat wajah Mutia semakin cantik. Saka menalan salivanya lalu melirik pada Tiara yang duduk di kursi ruang tamu.“Tiara kabur dari rumah setelah mencuri hpnya Ana. Mas nggak bermaksud marah pada Tiara. Tapi, Tiara sudah terlanjur ketakutan.” Mutia menghempaskan tangan Saka hingga terlepas.“Aku nggak percaya. Buktinya Tiara sampai babak belur seperti itu.” Tunjuk Mutia ke arah putri mereka yang kini tengah sibuk dengam buku gambarnya.“Mungkin Tiara di pukul preman kampung karena pergi malam-malam
“Kalau kamu sudah ketemu sama Mutia di rumah Ibunya? Kenapa nggak kamu ajak sekalian kesini Saka? Bodoh banget sih jadi laki. Kamu kan suaminya. Mutia harus nurut sama kamu.” Ujar Bu Jarmi gemas mendengar penuturan putranya. Sudah gagal membawa Tiara pulang, Saka juga gagal mendapat uang dari Mutia.“Ini semua gara-gara Sekar yang tiba-tiba muncul di depan rumah Ibunya Mutia dengan mengendarai mobil kita.”“Jangan salahin aku terus mas. Kamu saja yang gagal membujuk istri TKI-mu itu.” Sekar yang sudah marah hendak beranjak masuk ke dalam kamar bersama Rasya.“Tunggu dulu Sekar. Mana gaji kamu? Isi kulkas sudah habis.” Bu Jarmi menadahkan tangannya pada Sekar. Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan wajah cemberut.“Nggak ada Bu. Aku sudah di pecat tanpa pesangon.” Mata Bu Jarmi melotot. Wanita paruh baya itu berdiri lalu berkacak pinggang.“Kenapa kamu bisa di pecat? Pasti kamu sudah berbuat salah ya?” Hardik Bu Jarmi keras hingga membuat Rasya kembali meanngis.“Sekar di pecat kare
“Apa kamu bilang Mutia? Cerai? Ibu nggak setuju.” Bu Jarmi merebut map berwarna coklat yang di bawa oleh Mutia lalu merobeknya. “Percuma Ibu robek surat itu. Karena sidang tetap akan berjalan.”“Mutia sayang. Tolong beri mas kesempatan untuk menebus kesalahan. Mas mengaku salah karena sudah memukul Tiara kemarin. Kamu pasti masih peduli sama keluarga kita. Buktinya kamu melakukan penggulingan kredit mobil.” Saka jongkok dengan memegang kaki Mutia.Wanita itu mendorong sang suami hingga terjatuh. “Nggak ada kata maaf untuk kamu mas. Kamu malah menikah lagi selama aku kerja jadi TKI.”“Eh Mutia. Suami nikah lagi itu wajar. Kamu jadi istri itu harus nurut apa kata suami. Jadi, relakan saja pernikahan kedua Saka lalu kembali ke rumah ini bersama Tiara.” Ujar Bu Jarmi untuk membela putranya. Mutia tertawa keras lalu beberapa detik kemudian senyum mengejek tersungging di bibirnya.“Aku nggak pernah menentang orang yang melakukan poligami Bu. Tapi, kalau mau menikah lagi itu pakai uangnya s
Sekar menjerit tidak terima karena perkataan suaminya itu. Ia memukul tangan Saka hingga Saka jatuh tersungkur. Mutia hanya diam saja melihat pertengkaran suami dan adik madunya itu."Sudah belum bertengkarnya? Tanya Mutia bosan. Saka kembali memegang tangan Mutia dengan wajah mengiba.“Aku tidak mau berpisah denganmu sayang. Kamu tahu kan sebagai laki-laki yang sudah menikah aku tidak bisa terlalu lama menahan hasrat. Menikah dengan Sekar membuatku tidak berzina dengan wanita lain.” Mutia hanya menggulirkan matanya sebal.“Aku tahu mas. Walaupun aku marah pada kalian, bukan berarti aku menentang poligami. Hanya saja, aku kecewa pada perbuatanmu. Setelah di pecat dari koperasi tempatmu bekerja, kau tidak mau melamar kerja ke pabrik dengan alasan bekerja di pabrik bukan levelmu. Lalu saat Ibuku jatuh sakit, kau justru yang menyuruhku untuk mendaftar menjadi TKI. Karena saat itu kau juga belum punya pekerjaan lagi. Gajiku sebagai buruh tani dan buruh cuci tetangga tidak akan cukup. Tap