"Sudah sadar?" Pertanyaan Rudy membuat Intan mengerjapkan matanya berulang kali. Ia meraba kepalanya yang terasa berat dan pusing."Aku dimana?" tanya Intan dengan parau."Di hotel. Mbak mabuk berat semalam, jadi aku memutuskan untuk membawa Mbak kemari. Aku gak mungkin membawa Mbak pulang dalam keadaan mabuk seperti itu. Ibu dan bapak pasti bingung, apalagi Darren," jawab Rudy sambil meletakkan ponselnya di meja."Ah, maafkan aku. Aku benar-benar gak sadar melakukannya, Rud." Intan baru bisa mendapatkan potongan ingatan dan kesadaran terakhirnya."Kenapa Mbak minum minuman beralkohol? Kita gak pernah menyentuh minuman itu sebelumnya," kata Rudy."Maaf, pikiran Mbak sangat kacau dan kalut. Mbak gak sengaja melakukannya. Entah apa yang ada di pikiranku semalam," jawab Intan."Mbak hampir saja membahayakan kita semua. Apa saja yang Mbak ucapkan saat mabuk? Bagaimana kalau Mbak mengatakan semua rahasia kita?" Intan menundukkan kepalanya, kali ini ia benar-benar merasa bersalah karena k
"Pak, ada beberapa pengaduan tentang produk kita dari masyarakat. Yang terbesar adalah adanya laporan mengenai keracunan massal di sebuah acara. Menurut informasi viral yang beredar di media sosial, orang-orang itu baru saja mengonsumsi produk perusahaan kita," kata sekretaris Tommy."Apa? Itu gak mungkin terjadi! Produk itu sudah diproduksi dan dijual selama bertahun-tahun, juga sudah ada ijin pemasaran dari instansi berwenang. Selama ini juga gak ada keluhan dari masyarakat atau pihak lain, kan?" tanya Tommy.Belum sempat mendapatkan jawaban dari sang sekretaris, Tommy terkejut dengan kedatangan seseorang yang masuk ke ruangannya secara tiba-tiba tanpa mengetuk pintu."Ada sesuatu yang gawat!" seru Carlo."Aku sudah tahu masalahnya, Carlo. Kita harus mengusut dan menyelidiki masalah ini. Aku rasa ada yang sengaja membuat citra perusahaan kita ini menjadi buruk," kata Tommy."Benar, dan yang lebih penting, kita harus mencegah agar berita ini gak sampai ke telinga kakek. Aku gak bisa
Sementara Pak Cahyadi menemui para wartawan dan perwakilan keluarga yang datang, Carlo dan Tommy hanya bisa terdiam di dalam ruangan kantor pabrik itu. Mereka terus berpikir dan berusaha mencari solusi dari masalah itu. Tiba-tiba ponsel Carlo berbunyi. Carlo segera menjawab panggilan telepon itu. Ternyata salah seorang anak buah Carlo menelepon untuk melaporkan hasil penyelidikan kasus itu."Halo, bagaimana hasil penyelidikan kalian?" tanya Carlo."Pak, kami menemukan sesuatu yang aneh dari kasus ini," jawab anak buah Carlo."Kalau begitu sekarang juga kalian ke pabrik! Saya dan Tommy menunggu di sini. Jangan terlalu menarik perhatian, karena di luar pabrik masih banyak orang dan wartawan. Mengerti?"Tanpa membuang waktu, anak buah Carlo datang ke pabrik untuk menyampaikan hasil penyelidikannya. Manajer sengaja mengarahkan anak buah Carlo itu melalui pintu bagian belakang pabrik."Bagaimana hasilnya? Apa yang kamu temukan?" tanya Tommy penasaran."Kami sudah menyelidiki panitia acara
Mereka memutuskan untuk kembali ke pabrik dan berusaha memikirkan langkah selanjutnya. Bu Inah belum boleh kembali ke rumah karena Marco dan Tommy harus mengumpulkan informasi sedetail mungkin."Bu Inah, bagaimana ciri-ciri dua orang itu?" tanya Tommy."Saya gak ingat, Pak," jawab Bu Inah."Coba diingat-ingat dulu, Bu! Jangan langsung menjawab lupa seperti itu!" bentak Tommy."Sabar, Tom. Bu Inah, ini menyangkut bisnis keluarga kami. Usaha yang sudah kami rintis dan bangun selama puluhan tahun. Banyak pengorbanan, cinta, keringat, dan jerih payah yang sudah kakek saya curahkan di situ. Kalau Ibu bisa melihat dan mempertimbangkan hal itu, cukup bicara dengan jujur untuk menolong kami." Carlo berusaha membuka pikiran Bu Inah agar mau berdiri di pihak mereka.Kening Bu Inah berkerut seperti sedang mengingat sesuatu. "Ibu cuma ingat kalau salah satu pria itu kidal. Kalau wajahnya, saya gak tahu persis, karena mereka selalu memakai masker saat menemui saya," kata Bu Inah."Kidal? Coba ing
"Bagaimana dengan orang tuamu, Alex? Mereka gak suka sama aku dan gak merestui hubungan kita," kata Intan.Keduanya sedang duduk berdua di taman belakang rumah Intan sambil menatap rembulan dan bintang. Berkas cahaya lembut yang membuat hati keduanya semakin menghangat. Alex memandangi wajah cantik Intan. Kini ia merasa yakin bahwa dirinya memang sepenuhnya mencintai wanita di hadapannya itu. Alex tahu bahwa Intan adalah wanita berhati lembut yang mencoba untuk bangkit di tengah luka yang ia alami."Mungkin perlu waktu untuk meyakinkan mereka, Intan, tapi aku gak akan menyerah. Percayalah bahwa kita bisa melalui semua tantangan asalkan kita tetap bersama." Alex menggenggam tangan Intan dan mengecupnya dengan lembut."Asal kamu tahu, Alex, aku pernah berjanji pada diriku untuk menutup hatiku selamanya dan gak akan percaya pada pria mana pun. Rasa sakit karena luka dan pengkhianatan yang Tommy torehkan sangatlah dalam. Namun akhirnya aku melanggar sumpahku sendiri, aku memilih untuk pe
"Papa keterlaluan! Di mana hati nurani Papa? Selama ini aku mengagumi dan menghormati Papa sebagai orang yang bijak, pengertian, dan gak menilai orang dari segi kekayaan dan latar belakangnya. Aku sangat kecewa, Pa. Kalau Papa memang menolak hubungan kami, aku memilih keluar dari rumah ini," jawab Alex."Alex," bisik Intan. Ia benar-benar tidak berpikir kalau Alex akan rela melakukan itu demi dirinya."Nak, jangan seperti itu! Kamu adalah putra kebanggaan kami. Selama ini kamu selalu mendengarkan perkataan mama dan papa, kan?" Mama Alex memegang lengan Alex dengan erat.Alex terdiam sejenak dan menatap mamanya. Intan melihat raut wajah Alex sangat serius dan sedih. Ia memegang tangan mamanya dan melepaskan tangan itu perlahan."Maafkan aku, Ma. Kali ini aku gak bisa menuruti permintaan Mama. Ijinkan aku meraih kebahagiaanku sendiri," kata Alex."Jangan pergi, Nak! Mama mohon." Mama Alex mulai berurai air mata."Ma, aku sudah memilih dan memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Intan.
"Ini bukan kesalahanmu, Sayang. Papa dan mamaku yang terlalu keras mempertahankan pendapatnya dan gak mau mengerti keinginan hatiku. Aku yang minta maaf kalau kata-kata mereka membuat hatimu terluka. Seharusnya mungkin aku gak memaksa kamu datang kemari sekarang ini," kata Alex saat mereka berada di dalam taksi.Intan menyandarkan kepalanya di bahu sebelah kiri Alex. Ia bisa merasakan betapa berat beban dalam hati kekasihnya itu. Intan tidak tahu harus bagaimana, ia merasa cinta dan kebahagiaan enggan berpihak padanya. Dahulu Intan menemukan pria yang salah, yang tidak benar-benar mencintai dia. Kini saat Intan bertemu dengan pria yang tulus dan mau menerima dirinya apa adanya, justru kedua orang tua pria itu yang tak merestui."Asalkan kamu tetap bersamaku, aku pasti bisa melalui masa sulit ini. Tapi ada satu hal yang ingin kutanyakan padamu." Alex menggenggam tangan Intan."Apa itu?" tanya Intan."Kalau aku bukan lagi seorang CEO perusahaan besar, gak punya uang dan fasilitas mewa
Sinar mentari mulai menembus masuk melalui celah pintu dan jendela. Alex membuka matanya perlahan dan tersadar bahwa dirinya bukan berada di dalam kamarnya. Segala bayangan peristiwa kemarin, juga ucapan papa dan mamanya kembali terngiang di telinganya. Benar, ia memutuskan untuk keluar dari rumah megah dan meninggalkan semua fasilitas miliknya. Alex duduk di tempat tidurnya dan merenung beberapa saat. Hari ini adalah pertama kalinya ia menjadi pengangguran. Biasanya di jam dan waktu seperti ini ia sudah berkutat dengan urusan pekerjaan yang memusingkan.Alex mengambil ponselnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Sudah lama rasanya ia tidak bangun siang seperti ini, kecuali di hari Minggu.'Intan pasti sudah sibuk bekerja,' gumamnya.Alex memilih mandi dan memesan menu sarapannya. Ia mengirim sebuah pesan untuk Intan agar menghubungi dirinya jika sedang punya waktu luang.Tak lama kemudian, makanan pesanan Alex pun datang. Alex membuka pintu dan membayar makanan pesan