"Ayo masuk, Mas!" ajak Velicia tanpa rasa segan."Di sini saja! Aku gak mau berlama-lama bicara sama kamu! Aku gak akan masuk ke dalam kamarmu!" tegas Tommy."Baiklah, aku juga senang bicara di sini, supaya semua orang yang ada di sini tahu, ada seorang CEO yang datang menemui aku. Siapa tahu ada di antara mereka yang merekam kita dan membagikan videonya. Kita pasti akan cepat terkenal, Mas," jawab Velicia dengan santai."Apa maksudmu? Kamu mau mengedarkan berita yang gak benar lagi? Hentikan! Aku bisa menuntutmu!" gertak Tommy.Velicia tidak gentar dengan ancaman Tommy. Dia justru tertawa dengan keras dan secara sengaja menarik perhatian beberapa tetangga kosnya.Tommy semakin terdesak, terpaksa ia mendorong Velicia masuk ke dalam kamar kosnya. Velicia tersenyum dan menutup pintu kamarnya."Mau minum apa, Sayang?" tanya Velicia."Gak perlu! Aku gak punya banyak waktu. Kenapa kamu mengedarkan foto-foto itu? Kamu mau menjebak aku dan mengambil keuntungan dariku? Apa maumu Velicia?" ser
Tanpa terasa, dua minggu berlalu dengan sangat cepat. Intan alias Caroline sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk bertemu kembali dengan Tommy.Hal yang paling utama tentu adalah kesiapan mentalnya. Ia bukan lagi wanita lemah dan penurut yang selalu menunduk dan taat di depan Tommy.Intan sudah membaca berita mengenai dugaan perselingkuhan Tommy yang kembali merebak. Ia sama sekali tidak terkejut dengan berita itu. Intan hanya teringat bagaimana pedihnya rasa hatinya ketika mendapati sang suami telah mendua.'Ternyata kamu gak pernah merasa puas, Mas. Kamu kembali bermain api dan menyakiti wanita,' batin Intan.Namun beberapa hari setelah berita perselingkuhan Tommy itu menyeruak, berita itu kembali reda. Velicia telah menepati janjinya setelah menerima uang dari Tommy.Intan mengerti bahwa Tommy telah menggunakan kuasa dan materi yang ia miliki untuk meredam berita viral itu. Pada malam sebelum acara pembukaan kantor mereka di Jakarta yang akan mengundang beberapa perusahaan terna
Acara pertemuan itu berjalan dengan lancar. Tommy langsung kembali ke rumah setelah acara itu berakhir.Dalam perjalanan ke rumah, pikiran Tommy melayang tak menentu. Tommy berpikir dengan keras dan bertanya-tanya dalam hatinya.'Siapa gadis itu? Kenapa aku merasa dia gak asing? Aku merasa seperti pernah mengenal dia. Apa kami pernah berjumpa di luar negeri? Atau di acara perusahaan lain?' Entah dari sisi mana, tapi ada ekspresi wajah dan gaya Caroline yang mengingatkan Tommy pada seseorang.Cukup lama Tommy merenung dan berusaha menemukan jawaban. Sampai di suatu jalan sepi ia menghentikan mobilnya secara mendadak. "Caroline mirip dengan Intan." Tommy berbicara sendiri."Ah, tapi dia gak mungkin Intan! Caroline sangat cantik, anggun, dan berkelas. Mungkin hanya mirip, atau ada yang salah dengan diriku. Kenapa tiba-tiba aku ingat sama Intan? Tommy, mustahil kamu merindukan Intan!"Ponsel Tommy tiba-tiba berbunyi, ia melihat nomor asisten pribadi kakeknya muncul di layar. Jantung Tom
"Bukan begitu, Kek. Mana mungkin aku berpikir seperti itu? Aku benar-benar senang melihat Kakek sudah kembali sehat," jawab Tommy berusaha tersenyum dan bersikap normal. Namun semua itu justru membuat suasana semakin canggung dan kaku."Ah, Kakek tahu sejak dulu kamu selalu memberontak dan melawan Kakek. Salah satu buktinya adalah kamu tetap menikahi wanita itu." Kakek Nugraha menunjuk wajah Silvy.Silvy menundukkan kepalanya semakin dalam. Wajahnya terasa panas karena ia sadar bahwa tatapan semua orang di ruangan itu tertuju padanya."Jangan seperti itu, Kek! Silvy sudah sah menjadi istriku. Tommy harap Kakek dan seluruh keluarga bisa menerima Silvy sepenuhnya," bisik Tommy."Silakan saja berusaha, karena Kakek tetap pada pendirian Kakek. Kakek bisa merasakan Intan lebih baik dan tulus padamu." Kakek Nugraha memberi isyarat pada perawatnya untuk mengantarnya ke ruang tengah untuk menemui tamu yang lain.Tak lama kemudian, seorang pria bertubuh tinggi dan tampan masuk bersama kedua o
'Dasar Carlo, masih saja dia suka cari muka di depan kakek! Awas saja nanti! Akan kucari cara supaya kakek benci dan marah sama Carlo,' batin Tommy saat keluar dari ruang kerja Kakek Nugraha.Silvy yang sudah menunggu bisa membaca ekspresi wajah Tommy yang kusut dan lesu, bahwa telah terjadi sesuatu yang membuat suaminya itu kecewa."Ayo kita pulang!" ajak Tommy.Tommy dan Silvy berpamitan pada kakek dan semua anggota keluarga. Di dalam mobil, Tommy tidak bisa lagi menyembunyikan kekesalannya. Wajahnya semakin cemberut, Tommy juga menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia juga membunyikan klakson berulang kali karena merasa tidak sabar dengan kendaraan di depannya."Sabar, Mas! Kalau kamu emosi seperti itu, kita bisa kecelakaan. Memangnya tadi apa yang kakek bicarakan?" Silvy memegang tangan suaminya.Tommy mendengus kesal. "Seperti dugaan kita sebelumnya, kakek tetap gak suka sama kamu. Kakek menentang pernikahan kita. Kakek malah memuji Carlo dan akan mempromosikan dia. Aku benc
Pagi itu Silvy kembali duduk menunggu giliran di depan ruangan dokter kandungan. Ia membawa sebuah amplop panjang berisi hasil pemeriksaan atas kondisi kesuburannya. Silvy sama sekali tidak mengerti hasil yang tertera di dalamnya. Tak sabar rasanya ia menunggu penjelasan dari dokter.Ia melihat sekelilingnya dengan gelisah. Setiap detik dan menit terasa sangat lama berjalan. Silvy melihat setiap pasien yang dipanggil masuk ke ruangan dan keluar dengan berbagai ekspresi wajah yang berbeda.Ada yang tersenyum dan menangis haru sambil mengusap perut yang sudah mulai membesar. Ada pula yang berwajah muram, mungkin karena hasil pemeriksaan dokter yang kurang baik. Silvy hanya berharap saat ia keluar dari ruangan dokter itu, ia akan menerima kabar baik mengenai kondisi tubuhnya. Ia dan suaminya membutuhkan anak ini untuk tetap bertahan dalam keluarga Tommy.Setelah menunggu selama hampir satu jam, akhirnya nama Silvy dipanggil oleh perawat. Silvy masuk ke dalam ruangan dengan senyum penuh
Tok.. Tok.. Tok..Intan menengok ke arah pintu ruangannya dan melihat Rudy masuk dengan membawa buket bunga yang besar."Itu untukku? Dari siapa, Rud?" tanya Intan.Rudy duduk di kursi yang ada di depan Intan. Ia membuka amplop kecil yang ada di rangkaian bunga indah itu."Untuk Nona Caroline Mahendra, dari Alex, PT. Sejahtera Bersama. Apa Mbak ingat yang mana orangnya?" "Alex? Aku lupa, apa kita bertemu dalam pertemuan kemarin?" kata Intan seraya mengerutkan keningnya."Sejak acara pertemuan perusahaan itu, sudah lima kali ada kiriman paket dan buket bunga untuk Caroline. Lama kelamaan ruangan ini akan penuh dengan kiriman dari penggemarmu, Mbak."Intan alias Caroline tersenyum mendengar ucapan adiknya. Ia juga menerima beberapa pesan pribadi di ponselnya dari beberapa pengusaha muda yang ingin mengajaknya berkenalan. Ada yang ingin mengajak bertemu, menawarkan kerja sama, bahkan ada yang berani berterus terang menyatakan rasa kagum dan sukanya pada sosok Caroline."Berarti penyamar
Intan menarik kembali tangannya, ia mengambil gelas di hadapannya dan meminumnya dengan santai. Ia sudah hafal dengan rayuan dan mulut manis pria seperti itu.Dulu Tommy juga mendekati dan merayunya dengan buaian kata-kata yang membuatnya melambung tinggi. Namun itu tak bertahan lama, hanya sesaat Intan merasa bahagia dan dihargai."Caroline, bisakah aku mendengar jawaban darimu saat ini?" tanya Alex.Intan bertanya balik, "Maaf, Alex, ini terlalu mendadak bagiku. Kita baru satu kali bertemu, tapi Anda sudah menyatakan cinta? Apa mungkin Anda biasa bersikap begitu pada semua wanita?" Ekspresi wajah Alex berubah seketika, ia terlihat sedikit tersinggung dengan tuduhan Intan bahwa dirinya adalah pria yang mudah menggoda wanita dengan rayuan manis. "Caroline, aku bukan pria seperti itu. Aku benar-benar tulus dan jatuh cinta padamu. Aku mengerti, ini sangat mengejutkan bagimu. Mungkin wajar kalau Nona juga menolak saat ini, karena kita memang belum saling mengenal dekat. Tapi kita bisa