"Sayang, orang tuaku ingin bertemu dan berkenalan denganmu. Kapan kamu ada waktu?" tanya Alex sambil mengemudi mobilnya.Intan yang duduk di sampingnya terdiam, tetapi memang bukan pertama kalinya Alex menyatakan keinginannya untuk memperkenalkan Caroline pada orang tuanya. "Tapi aku..""Sayang, ini hanya perkenalan biasa. Papa dan mamaku ingin mengenal wanita yang dicintai oleh anaknya. Mereka ingin tahu, wanita seperti apa yang membuatku terpesona dan jatuh cinta," potong Alex.Intan menghela nafas panjang dan melirik Alex. Sejak pertengkaran Alex dan Tommy beberapa hari lalu, rasa bersalah Intan semakin besar.Awalnya Intan ingin memanfaatkan Alex dan membuat Tommy merasa sakit hati, namun ternyata Alex benar-benar tulus dan jatuh cinta padanya."Apa luka di wajahmu masih terasa sakit?" tanya Intan."Gak perlu cemas, Sayang. Ini cuma luka biasa dan sudah gak terasa sakit." Tommy meraba sudut bibirnya yang masih lebam.Intan memejamkan matanya, ia masih teringat bagaimana Alex den
"Permisi, Pak, maaf di luar ada.." Sekretaris Tommy terlihat panik dan bingung. Ia masuk ke ruangan Tommy dengan buru-buru dan tidak bisa melanjutkan kata-katanya.Tommy yang sedang melihat layar laptopnya mengangkat wajahnya dan bertanya, "Ada apa?""Bu Silvy marah-marah dan merusak beberapa barang. Kami berusaha mencegahnya, tapi dia sangat marah dan menantang kami semua," jawab wanita itu."Apa?! Kenapa dia selalu membuat masalah? Kenapa dia membuat keributan di kantor ini? Dasar gak tahu malu! Bawa dia masuk ke ruanganku! Jangan sampai ada karyawan yang merekam ulahnya dan menyebarkan video, foto, atau berita apapun!" titah Tommy."Baik, Pak." Sekretaris itu keluar dari ruangan. Ia meminta Silvy masuk ke ruangan Tommy. Namun Silvy enggan menuruti perintah Tommy itu. Ia tersenyum mengejek dan menyobek beberapa dokumen di meja para karyawan."Jangan, Bu! Itu dokumen penting. Tolong jangan dirusak, Bu." Para karyawan berusaha mencegah kemarahan Silvy, tetapi dia semakin menggila."Cu
"Silvy, hentikan! Jangan main-main kamu! Lepaskan pisau itu sekarang!" teriak Tommy.Silvy berbalik dan menyeringai, pisau tajam yang ia dapatkan dari pantry tetap ada dalam genggamannya."Jangan mendekat!" Silvy mengacungkan pisau pada petugas keamanan yang mencoba mendekat dan merebut pisau itu.Terpaksa petugas itu kembali mundur dan mengangkat kedua tangannya. Silvy kembali beralih menatap Tommy sambil mengacungkan pisau itu."Aku gak pernah main-main dengan ucapanku, Tommy! Kalau kamu menceraikan aku, aku akan bunuh diri di kantor ini. Aku yakin ini akan menjadi berita yang sangat besar dan menggemparkan. Kantor ini akan bangkrut dan kalian semua akan menanggung akibatnya.""Tom, cari cara untuk menghentikan dia!" bisik Carlo.Tommy berusaha tetap terlihat tenang, ia tahu kalau Silvy memang memanfaatkan keadaan ini untuk memaksa Tommy membatalkan niat untuk menceraikannya."Terserah kamu saja! Aku gak peduli apa yang akan kamu lakukan. Aku gak akan merubah niatku untuk bercerai d
Tommy mengangkat wajahnya, menatap pria bertubuh tinggi besar itu. Pria itu mendekat dan menjambak rambut Tommy. Keduanya berdiri dalam jarak yang dekat saat ini."Siapa kalian? Kenapa tiba-tiba memukuli saya? Apa yang kalian mau?" tanya Tommy sambil meringis kesakitan."Beraninya kamu memperlakukan putriku dengan buruk!" "Putri Anda? Siapa?" "Saya adalah papa kandung Silvy. Kamu selalu ada dalam pengawasan kami. Saya tahu semua perbuatanmu pada anak kandungku. Apa yang terjadi padanya saat ini adalah karena ulahmu. Saya akan membunuhmu dengan tanganku sendiri, kalau terjadi sesuatu yang buruk padanya," kata Papa Silvy."Papa kandung Silvy? Seingat saya Papa Silvy sudah lama menghilang. Saya hanya mengenal mama dan papa tirinya." Tommy meringis kesakitan sambil meraba perutnya.Tommy memang belum pernah bertemu dengan papa kandung Silvy. Papa dan Mama kandung Silvy telah bercerai jauh sebelum Tommy mengenal Silvy.Saat Tommy melamar atau menikahi Silvy, Tommy hanya bertemu dengan Ma
Tanpa terasa, waktu berlalu begitu cepat. Darren sudah bertumbuh menjadi anak yang sehat, pintar, dan tampan. Intan ingin mendaftarkan Darren masuk sekolah."Sayang, besok Darren mulai sekolah. Mama sudah siapkan tas dan sepatu baru untuk Darren." Intan membelai lembut rambut putranya itu."Apa nanti Mama menemani Darren di sekolah?" tanya Darren."Mama antar Darren sampai masuk di kelas, nanti Mama tunggu di luar, ya. Darren belajar dan bermain sama teman-teman dan ibu guru," jawab Intan."Oke, Mama." Darren mengacungkan ibu jarinya dan tersenyum."Anak Mama pintar. Darren pasti senang karena bisa bermain dan mengenal banyak teman baru. Nanti setiap sore, Darren bisa cerita sama Mama dan nenek, apa saja yang Darren lakukan di sekolah." Intan memeluk Darren."Iya, Ma. Darren sudah gak sabar untuk masuk sekolah."Intan mencium pipi Darren dengan gemas. Ia sangat bersyukur memiliki buah hati yang cerdas dan sehat seperti Darren.Ada berjuta rasa saat Intan melihat Darren bertumbuh besar
Kondisi kesehatan Silvy mulai membaik dan diijinkan pulang dari rumah sakit. Siang itu Tommy menjemput istrinya dan langsung membawanya pulang ke rumah.Silvy tersenyum dan menggandeng tangan Tommy ketika mereka tiba di halaman rumah. Ia merasa senang, karena sang suami tidak jadi menceraikan dirinya.Tommy mengantar Silvy ke kamarnya. "Aku harus ke rumah kakek sekarang. Kamu istirahat saja di rumah," kata Tommy."Ada apa lagi? Apa ada yang penting? Jangan pergi terlalu lama, Mas. Aku gak mau sendirian di rumah," kata Silvy dengan manja."Iya, kamu tenang saja. Ini hanya urusan pekerjaan. Jangan cemas, aku cuma sebentar." jawab Tommy.Walaupun berat hati, Silvy akhirnya melepas kepergian Tommy. Silvy selalu dihantui rasa cemas jika Tommy pergi sendirian di luar jam kerja. Ia takut suaminya akan menemui Velicia atau Caroline lagi.Tommy segera menuju ke rumah kakeknya. Ia sangat waspada dan berhati-hati di sepanjang perjalanan. Ia takut ada orang suruhan Papa Silvy yang mengikutinya ke
"Kakek sudah berusaha keras untuk melarang kamu, Tom. Saat itu kamu yang sangat keras kepala dan menentang semua perkataan Kakek," jawab Kakek Nugraha."Tapi Kakek gak menjelaskan dengan detail apa alasan Kakek gak menyukai Silvy. Andai saja Tommy tahu, kalau itu berhubungan dengan almarhum papa, pasti aku akan langsung berhenti dan menjauhi Silvy," sesal Tommy."Kakek sudah berusaha keras menghalangi hubunganmu dengan wanita itu. Kakek gak punya bukti yang kuat bahwa Johan adalah pembunuh papamu. Kakek yakin kalau mengungkapkannya saat itu, kamu gak akan percaya dan tetap menuduh Kakek hanya mengarang cerita untuk menghalangi kebahagiaanmu.""Kek, Papa Silvy mengancam aku, kalau aku membuat Silvy menderita lagi, dia akan melakukan sesuatu yang buruk. Mungkin saja dia akan membahayakan hidupku, Kakek, atau perusahaan kita," kata Tommy."Apa?! Dia mengancam kamu seperti itu?" ujar Kakek Nugraha dengan geram."Iya, Kek. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku merasa terjebak dalam sebu
"Kenapa malam sekali pulangnya, Mas? Aku sudah sangat lama menunggu kamu." Silvy langsung bergelayut manja setelah membukakan pintu untuk suaminya."Sudah kubilang, aku ada pekerjaan penting. Kalau kamu lelah, tidur saja dulu. Kata dokter kamu harus banyak istirahat sampai luka di perutmu benar-benar pulih," jawab Tommy."Aku sehat dan baik-baik saja, asalkan kamu ada di sampingku, Mas. Tolong jangan tinggalkan aku!" Silvy memeluk Tommy dengan erat"Aku gak bisa selalu ada di sampingmu, Silvy. Aku harus bekerja. Karena ulahmu kemarin, banyak pekerjaanku yang tertunda dan terbengkalai. sekarang aku harus menyelesaikan semuanya."Tommy mendengus kesal, ia masih belum bisa merasakan getaran cinta di hatinya untuk Silvy. Sejak bertemu dengan Caroline, Alex, dan Darren di kafe tadi, ia justru tidak bisa mengalihkan pikirannya. Bayangan keluarga bahagia itu menyeruak dan sangat mengusik benaknya."Aku mau mandi." Tommy melepaskan pelukan Silvy dan langsung masuk ke dalam kamar.Namun Silvy